Subsidi Pupuk Dipangkas, Ketahanan Pangan Mulai Terancam

PANEN : Tampak para petani padi sedang panen ditengah subsidi pupuk dipangkas. (NASRI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Subsidi pupuk untuk petani dipangkas lantaran keterbatasan anggaran pemerintah pusat. Akibatnya, keadaan ini dinilai bakal mengancam ketahanan pangan negara secara perlahan.

“Ini yang keliru dari pemerintah, mestinya subsidi pupuk ditambah bukan malah dipangkas. Kalau begini keadaannya ketahanan pangan kita mulai terancam,” ujar pakar pertanian Univesitas Mataram (Unram) Prof Suardji, Minggu (21/5).

Dikatakannya, secara nasional ada sekitar 65 persen atau sebagian besar penduduk Indonesia yang menggantungkan nasibnya sebagai petani. Namun jika pemerintah tidak memperhatikan 65 persen ini, maka dipastikan ketahanan pangan Indonesia bakal runtuh kedepannya.

Subsidi pupuk ini dapat dimanfaatkan oleh sekitar 7 jenis komoditas pertanian. Artinya ketujuh komoditas pertanian ini sangat mengharapkan tetap adanya subsidi pupuk, dengan tujuan biaya pertanian yang di keluarkan bisa terbantu, sehingga ketahanan pangan itu tetap terjaga.

“Tapi kenyataannya kalau subsidi pupuk dipangkas, maka biaya pertanian besar dan harga jual anjlok juga. Tentu ketahanan pangan juga terancam,” katanya.

Ironisnya lanjut Guru Besar Fakultas Pertanian Unram ini, pemerintah pusat malah memberikan subsidi besar-besaran untuk kendaraan listrik. Keadaan ini dinilai sangat bertentangan dengan kondisi penduduk Indonesia yang mayoritas berprofesi sebagai petani.

“Di negara maju saja tetap ada subsidi pupuk untuk petani. Contohnya di Inggris tetap ada subsidinya. Bahkan di seluruh dunia petani tetap dapat subsidi,” terangnya.

Baca Juga :  PLN Siapkan Listrik Andal Demi Jadikan Indonesia Tuan Rumah KTT ASEAN Labuan Bajo yang Spesial

Atas keadaan ini, Indonesia lambat laun dipastikan akan bergantung lewat impor beras, dan impor tanaman pangan lainnya. Sehingga adigium swasembada pangan itu juga akan hilang, karena negara Indonesia bukan lagi negara agraris. Ini cukup membahayakan buat Indonesia kedepannya.

Tidak hanya itu, Prof Suardji menilai akan banyak petani yang memilih tidak bertani lagi. Lantaran pemerintah dianggap sudah tidak pro dengan petani. Yang ada pemerintah terkesan pro oligarki. Baginya ini dampak yang paling membahayakan buat negara Indonesia, dan khususnya NTB.

“Bagaimana jadinya kalau petani kita memilih tidak bertani lagi. Terus kita harapkan pangan dari impor, bisa repot kita,” lanjutnya.

Sementara ini, setiap tahunnya hampir seluruh produk pertanian itu turun harganya. Kasus semacam ini sudah sangat membahayakan buat masyarakat yang sebagian besar konsumsinya adalah produk pertanian.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB H Fathul Gani mengatakan, pemangkasan subsidi pupuk terjadi bukan karena adanya subsidi untuk kendaraan listrik atau yang lainnya. Tapi lebih kepada minimnya anggaran negara belakangan ini, sehingga berbagai cara dilakukan pemerintah pusat, salah satunya mengurangi besaran subsidi.

Adapun untuk masalah pupuk subsidi tersebut, hampir setiap tahun bermasalah. Penyebabnya, yakni kuota yang diusulkan selalu kurang dari setengahnya. Misalnya, yang dibutuhkan dari subsidi itu berdasarkan TPCL NTB sebanyak 380 ribuan ton. Tapi yang dipenuhi hanya setengahnya. “Untuk tahun ini saja yang dipenuhi hanya 48,82 persen. Artinya kalau 100 hektare yang kita butuh, kita hanya di penuhi 48 hektar,” jelasnya.

Baca Juga :  Harga Pertamax Naik dan Kuota Solar Dipangkas Berimbas pada Pergerakan Ekonomi

Kendati begitu, disamping anggaran negara sangat terbatas. Pihaknya sudah mulai mencarikan serta menghadirkan solusi buat para petani. Diantaranya menyeimbangkan pemanfaatan pupuk organik anorganik. Sehingga pupuk organik ini terus digalakan pihaknya sebagai bagian dari solusi.

Dalam hal ini panjutnya, pupuk organik bisa di olah sendiri oleh petani dengan tetap dilakukannya pendampingan dan bimbingan bagi para petani. Bahkan sekarang ada namanya Elisator Biosaka yang digencarkan secara massif oleh Kementrian Pertanian melalui Dirjen Tanaman Pangan. Ternyata Elisator Biosaka tersebut mampu menekan penggunaan pupuk. “Elisator Biosaka ini mampu menekan penggunaan pupuk. Contoh, dalam satu hektar membutuhkan 200 kg pupuk, tapi dengan Elisator itu bisa 100 kg pupuk atau setengahnya,” Terangnya.

Menurutnya, dengan Elisator Biosaka ini merupakan langkah solutif yang dilakukan pemerintah dalam hal menekan penggunaan pupuk. Adapun pembuatan Elisator Biosaka ini sangat sederhana. Karena para petani bisa memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang sehat ada di sekitar. Lalu setelah itu melakukan proses pembuatan Elisator Biosaka. “Elisator Biosaka ini bukan pupuk. Tapi semacam pengikat unsur hara yang bisa dimanfaatkan oleh petani kita,” tutupnya (rie)

Komentar Anda