Banjir bandang yang terjadi di wilayah Kecamatan Sambelia pada Sabtu dini hari lalu (11/2), bisa jadi yang terbesar. Kerusakan yang ditimbulkannya pun cukup banyak.
Jalaludin-Selong
Hujan deras mengguyur sejak sore. Hingga malam, hujan deras tidak kunjung berhenti. Tidak sedikit warga cemas, akan ada banjir lagi. Apalagi dua hari sebelumnya wilayah Sambelia juga diterjang banjir.
Saat sebagian warga tidur pulas, tiba-tiba suara gemuruh terdengar. Rumah warga bergetar.
“Ngeri bila ingat kejadian malam itu, suara batu yang dibawa banjir seperti suara guntur bergemuruh dan menggetarkan bumi yang kita pijak,” kata Sumiono warga Dusun Barito Desa Sambelia salah satu korban banjir yang rumahnya nyaris roboh diterjang banjir kepada koran ini kemarin.
[postingan number=3 tag=”sambelia”]
Rumahnya yang sebelumnya berada sekitar sepuluh meter dari bibir seungai, kini pondasinya sudah mulai terkikis. Bahkan saat banjir pertama, bangunan kamar mandi yang tersambung dengan bangunan induk rumah telah hanyut.
Banjir bandang datang sekitar pukul 02.00 Wita hingga pagi hari. Saat itu suasana masyarakat sangat mencekam. Suara tangis pecah. Warga menyelamatkan diri. Sumiono yang baru bangun tidak tahu apa yang harus dilakukan. Namun dia dan keluarganya segera menyelamatkan diri mengikuti warga lainnya.
Seuara dentuman batu yang hanyut dibawa banjir juga terdengar sampai Desa Labuhan Pandan, sekitar 5 kilometer dari sungai. “Suara batu terdengar sampai disini dan kita saja yang disini negeri mendengarnya,” kata Munawari Haris warga Dusun Labuhan Pandan Tengah Desa Labuhan pandan.
Sifaiyah, 32 tahun warga RT 03 Dusun Barito Desa Sambelia juga mengatakan suasana malam kejadian betul-betul mengerikan. “Saya hanya bisa menyelamatkan satu springbed dan parabola, sementara yang lainnya dua lemari dan isi rumah lain bahkan sampai tanah tempat rumah berdiri tak ada lagi, seperti disana tidak pernah ada rumah,” katanya.
Adiknya kata Sifaiyah, berusaha masuk rumah guna menyelamtkan barang yang ada. Namun gagal, karena rumah sudah terendam air. Dia pun langsung berlari keluar menyelamatkan diri. “Jika tidak segera keluar rumah adik saya mungkin akan ikut terseret rumah yang dibawa banjir,” tuturnya.
Sifaiyah yang merupakan ketua RT yang juga pedagang pakaian di pasar Sambelia ini mengaku selain kehilangan rumah dan isinya juga kehilangan uang. Meski tidak banyak namun uang tersebut merupakan setoran untuk cicilan bank dan arisan kader yang ia pegang sebagai pengurus. Beruntung barang dagangannya berupa pakaian tidak dibawa pulang dan taruh di pasar.
Sejak banjir Kamis (9/2), Sifaiyah tidak bisa tidur. Angin sangat kencang dan juga hujan besar melanda. Kampungnya di Gubuk Baret Kokok gelap gulita akibat listrik padam. Sejak saat itu, dia bersama warga mengungsi ke pasar.
Saat hujan deras mengguyur Jumat sore sampai Sabtu dini hari, warga sudah panik. Mereka trauma banjir sebelumnya. Sekitar pukul 02.00 Wita, terdengar adik dan ibunya berteriak air kali datang.
Tidak lama, terjangan air sangat keras disertai gemuruh suara bebatuan yang menggetarkan bumi. Dia mengaku tidak dapat mengungkapkan bagaimana perasaannya saat itu. Rumahnya hanyut tidak berbekas. Jangankan bekas tembok, batu atau pondasi, tanah tempat berdiri rumahnyapun tak lagi terlihat lagi.(bersambung)