Alasan Polisi Hentikan Penyidikan Kasus Kapal Bawa BBM Oplosan Dianggap Tak Berdasar

DIAMANKAN: Kapal yang diduga mengangkut BBM ilegal jenis solar diamankan di dermaga pelabuhan Labuhan Haji, Lombok Timur beberapa waktu lalu. (DOK/RADAR LOMBOK )

MATARAM – Penghentian penyidikan terhadap kasus kapal tanker pembawa bahan bakar minyak (BBM) oplosan dengan cara ilegal yang ditangkap di perairan Telong Elong Kecamatan Jerowaru Lombok Timur menjadi sorotan. Salah satu yang menyorot penghentian penyidikan ini adalah Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB.” Kami menilai alasan kepolisian ini tidak berdasarkan hukum dan tidak konsisten,” ungkap ketua umum PBHM NTB Yan Mangandar, Minggu (3/5). Penghentian ini menunjukkan ketidakmampuan aparat penegak hukum untuk menjerat kasus-kasus besar yang mengakibatkan kerugian besar bagi kepentingan rakyat. “ Penghentian ini sungguh membuat kecewa,” katanya.

Pertimbangan Polda NTB menghentikan kasus tersebut adalah lantaran berkas para tersangka belum dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti. Sehingga pengembalian berkas dari jaksa peneliti atau P-19 sudah dilakukan sebanyak empat kali. “ Bukannya diselesaikan, namun diberhentikan dengan alasan tidak cukup alat bukti. Itu alasan yang tidak mendasar,” tegasnya.

Padahal, sejak awal penyidik sudah mengantongi bukti yang kuat untuk meningkatkan kasus tersebut ke tingkat penyidikan dan menetapkan tiga tersangka. Tiga tersangka yakni nakhoda kapal MT Anggun Selatan berinisial A, nakhoda kapal MT Harima berinisial AW, dan manajer operasional PT Tripatra Nusantara inisial JS.

Mereka dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dan atau pasal 53 huruf b Undang-Undang RI nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan atau pasal 56 KUHP.” Ini bentuk tidak konsistennya penanganan kasus,” ujarnya.

Sebelum tertangkap tangkap tangan, PT Tripatra Nusantara dengan Dirut HS membeli BBM jenis HSD (High Speed Diesel) dari PT Cahaya Petro Energi Palembang, Sumatera Selatan sebanyak 650 ribu liter, dengan harga per liternya Rp 11.499.

Baca Juga :  Perhitungan Kerugian Kasus KUR Fiktif Rampung

BBM itu kemudian diisi ke kapal tanker MT Anggun Selatan yang dinakhodai AW sebanyak 350 ribu liter. Dalam perjalanan, BBM itu dicampur dengan bahan kimia sebanyak 38 jerigen. Per jerigennya dengan ukuran 20 liter. Pencampuran di dibantu laki-laki berinisial F dan lima orang karyawan dari PT Tripatra Nusantara, serta anak buah kapal (ABK).

Sedangkan kapal tanker MT Harima, yang merupakan kapal milik PT Tripatra Nusantara membawa 300 ribu liter. Kapal ini dinakhodai tersangka AW. BBM ini juga dalam perjalanan dicampur bahan kimia sebanyak 42 jerigen, per jerigen ukuran 20 liter. Pencampuran dibantu laki-laki inisial IN dan sejumlah karyawan dari PT Tripatra Nusantara dan ABK.

Selanjutnya, BBM yang sudah dicampur itu dibawa menuju ke perairan Pelabuhan Labuhan Haji Lombok Timur. Tetapi jumlah BBM yang diangkut sudah berkurang karena dijual dan digunakan sendiri untuk operasional perjalanan.

Kapal MT Harima yang semula membawa 300 ribu liter, berkurang menjadi 272,400 liter. Sedangkan MT Anggun Selatan berkurang menjadi 135 ribu liter.

BBM itu pernah dijual ke KM Jimmy Wijaya sebanyak 91.300 liter, KM Teguh Harapan Satu sebanyak 20 ribu liter dan KM N XXII sebanyak 50 ribu liter. Terakhir dilakukan pemindahan BBM ke kapal FMJ SR milik PT AKFI Surabaya sebanyak 48 ribu liter. Saat pembongkaran itulah Ditpolairud Polda NTB melakukan penangkapan. Mereka ditangkap karena tanpa memiliki izin bunker dari syahbandar Labuhan Haji.

Baca Juga :  Cegah Kejahatan, Polisi Sisir Jalanan Mataram

Melihat dari kronologis tersebut, lanjutnya, seharusnya pemilik  atau pemodal juga harus ditetapkan sebagai tersangka.
“ Seharusnya, pemodalnya juga ditetapkan sebagai tersangka,” ungkapnya.

Sehingga, dirinya meminta Polda dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB untuk tidak menggunakan standar ganda dalam proses penegakan hukum, dengan tidak konsisten dan tebang pilih. Ia juga menilai penghentian penyidikan tersebut sangat berbahaya bagi kepercayaan masyarakat.“ Untuk itu, kami meminta kepada Polda dan Kejati NTB untuk segera melakukan gelar khusus, agar SP3 dicabut dan proses hukum kasus BBM ilegal di Lombok Timur  ini dilanjutkan,” pintanya.

Sebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan Mahardan mengatakan, penghentian kasus tersebut sudah berjalan sesuai udang-undang yang berlaku.”Penghentian penyidikan telah dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara dengan melibatkan unsur pengawas penyidikan,” katanya.

Penghentian perkara ini telah dilaksanakan sesuai prosedur, dengan melibatkan unsur pengawas, dalam hal ini tingkat Polda NTB sebagaimana yang diatur dalam Perkap 6 tahun 2019 tentang manajemen penyidikan tindak pidana.” Dengan berpedoman pada azas kepastian hukum maka proses penyidikan tidak dapat dilanjutkan dengan argumentasi yuridis. Dalam hal ini penyidik mengirimkan berkas perkara kepada JPU sudah sebanyak 4 tahap.
Namun akhirnya JPU menolak dengan alasan bahwa berkas perkara belum lengkap,” ungkapnya.(cr-sid)

Komentar Anda