Sri Rabitah Diintimidasi

sri rabitah ginjal
TERBARING LEMAH : Sri Rabitah menjalani perawatan di salah satu rumah sakit swasta, paska operasi pengangkatan selang yang ada di tubuhnya, Kamis kemarin (2/3). (PBHBM For Radar Lombok)

MATARAM – Sri Rabitah mantan  Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Lombok Utara yang mengaku kehilangan ginjal saat bekerja di Qatar  menjalani operasi pengangkatan selang yang ada di tubuhnya, Kamis kemarin (2/3). Namun operasi tersebut tidak dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB.

Batalnya operasi dilakukan di RSUD Provinsi NTB, demi keamanan korban Pasalnya, selama beberapa hari disana, banyak intimidasi yang diterima. “Kenapa pindah lokasi, bukan kami tidak percaya RSUP, tapi ini untuk kenyamanan korban,” ujar  Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran (PBHBM) NTB, Muhammad Saleh selaku kuasa hukum korban, Kamis kemarin (2/3).

[postingan number=3 tag=”ginjal”]

Sri Rabitah melakukan operasi di salah satu rumah sakit swasta di Kota Mataram selama 3 jam 45 menit. Meski sempat  tidak sadarkan diri, namun kondisinya saat ini berangsur-angsur baik paska operasi. Selang yang ada di dalam tubuhnya telah berhasil dikeluarkan.

Diungkapkan Saleh, selama berada di RSUP, banyak intimidasi yang diterima oleh korban dan keluarga. Hal ini tentunya sangat mengganggu psikologis korban. “Intimidasi sudah beberapa kali diterima, ada yang datang langsung dan ada pula lewat telepon,” kata Saleh.

Bentuk intimidasi tersebut, Sri Rabitah dipaksa oleh oknum dari perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang memberangkatkannya agar menutup kasusnya. Sri Rabitah tidak boleh lagi berbicara tentang apa yang menimpanya.  Sri Rabitah juga diiming-imingi  akan diberikan imbalan uang.

Tidak ada hanya itu, yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya indikasi sebuah skenario sedang dimainkan. Pihak-pihak yang merasa terancam dengan pengakuan Sri Rabitah, berupaya mendorong opini agar Sri terdesak. “Mertua korban didatangi dan diiming-imingi uang, asalkan mertuanya bicara di media kalau korban gila,” tutur Saleh.

Saleh bersama kuasa hukum lainnya memiliki bukti yang  kuat atas perlakuan yang diterima korban. Hal itulah yang membuat pihaknya merasa tidak nyaman jika korban tetap dioperasi di RSUD Provinsi NTB.

Menurut Saleh, sangat wajar banyak pihak yang akan terancam jika kasus Sri Rabitah terongkar. Mengingat, kasus ini tidak berdiri sendiri, namun telah melalui serangkaian yang sistematis dan terstruktur. “Wajar kalau kasus ini ingin ditutup banyak pihak, karena sejak awal memang telah terjadi masalah terstruktur,” ujarnya.

Baca Juga :  TKI NTB Meninggal 10 Orang

Kasus ini harus dilihat sejak awal, dokumen identitas korban dipalsukan oleh PT BLK-LN Falah Rima Hudaity Bersaudara. Sri Rabitah yang merupakan warga Dusun Lokok Ara, Desa Sesait Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara, dalam dokumennya diganti berasal dari desa Sesela Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat.

Manipulasi dokumen ini menurut Saleh, tidak boleh dianggap remeh. Hal tersebut bisa terjadi mengindikasikan sejak awal ada niat tidak baik dalam pemberangkatan TKI. “Dari awal, korban bersama 1.000 lebih orang lainnya akan pergi ke Abu Dhabi, tapi malah dibawa ke Qatar. Saat pelatihan sebelum berangkat juga sangat jelas tujuan itu ke Abu Dhabi,” kata Saleh.

Sampai disitu, sudah jelas terlihat pelanggaran yang mengindikasikan adanya perdagangan manusia. Lebih mengherankan lagi, data pada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebutkan Sri Rabitah terdaftar sebagai TKW ke Qatar.

Bagi Saleh, masalah tersebut sangat serius. Apalagi Sri Rabitah menjadi TKW melalui jalur resmi. “Bagaimana bisa orang yang menjadi TKW secara resmi, tapi datanya semerawut seperti itu. Sudah jelas banyak pihak yang terlibat disini. Mereka tentu jadi khawatir dengan fakta yang disampaikan korban,” ucapnya.

Terkait dengan pernyataan pihak RSUD Provinsi NTB yang menyebut Sri Rabitah dioperasi batu ginjal di Qatar sebagai bentuk pertolongan dari majikan, kesimpulan tersebut dinilai mengada-ada. Pasalnya, pihak rumah sakit hanya menduga  saja.

Disampaikan Saleh, sebelum menjadi TKW korban telah melakukan medical chek-up. Setelah dinyatakan sehat barulah bisa diberangkatkan ke luar negeri. “Korban dalam keadaan sehat, tapi tiba-tiba dioperasi. Ini pertolongan apa namanya, setelah operasi ginjal korban malah jadi sakit-sakitan,” ujarnya.

Hal yang harus disadari semua pihak, lanjutnya, korban bekerja di rumah majikan yang bernama Madam Gada hanya selama 5 hari.  Disana korban mendapat perlakuan tidak manusiawi dengan bekerja sejak pukul 05.00 pagi hingga pukul 03.00 dinihari.

Baca Juga :  Penerbangan Internasional Buka, Pengiriman TKI Dilarang

Setelah 5 hari, korban kemudian dipindah oleh majikannya untuk bekerja di rumah ibu dari majikannya yang sedang sakit. “Di majikan baru ini, korban hanya bekerja 2 hari saja. Tiba-tiba diajak ke rumah sakit dengan alas an chek-up, dari situlah mulai proses operasi ginjal itu. Apakah masuk akal kalau kita bilang majikan yang kejam itu menyelamatkan korban, ini sangat kontradiktif,” terang Saleh.

Masyarakat juga harus tahu, setelah korban operasi ginjal, bukannya diperhatikan dengan baik malah langsung diantar ke pihak agensi. “Korban sering disiksa, karena sejak operasi sering sakit-sakitan tidak bisa kerja dengan baik. Lalu apa iya kita bilang korban dibantu, padahal sampai sekarang saja korban tidak pernah tahu hasil pemeriksaan di Qatar. Apalagi persetujuan untuk operasi, rekam medis juga tidak  ada dikasi,” ujarnya.

Kepada pemerintah, Saleh meminta semua pihak untuk obyektif. Apabila ginjal korban memang masih ada, bisa saja sudah diganti. Hal ini tentunya bisa dibuktikan secara medis. “Tolonglah pemerintah daerah jangan anggap sepele masalah ini, mari kita sama-sama bongkar apa yang sebenarnya terjadi. Untuk tahu ginjal korban masih ada atau dalam kondisi rusak, tentu yang paling tahu itu dokter,” ucap Saleh.

Kuasa hukum korban lainnya, Ahyar Supriadi meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemkab Lombok Utara untuk segera membentuk tim khusus. Semua kejanggalan dan pelanggaran yang telah terjadi harus bisa dijawab oleh pemerintah.

Menurut Yadi, hak korban untuk mendapatkan jawaban. Hasil medical chek-up sebelum berangkat, adanya pemalsuan dokumen, perbedaan negara tujuan dan hasil rekam medis saat operasi di Qatar harus dibuka sejelas-jelasnya. “Tugas tim yang dibentuk pemda untuk menelusuri itu. Jangan sepelekan masalah ini,” katanya.

Terpisah, Humas RSUD Provinsi NTB, Solikin mengakui, operasi Sri Rabitah memang tidak dilakukan oleh pihaknya. Namun, dilakukan ditempat lain berdasarkan keinginan sendiri. “Keluar dari rumah sakit kemarin, atas permintaan sendiri,” ucap Solikin. (zwr)

Komentar Anda