SP3 Kapal BBM Oplosan, Kapolda: Kasus tak Penuhi Unsur

Irjen Pol Djoko Poerwanto (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Penghentian penyidikan kasus kapal tangker pembawa bahan bakar minyak (BBM) oplosan, tidak ditampik Kapolda NTB, Irjen Pol Djoko Poerwanto. “Saya mempertanggung jawabkan tindakan yang dilakukan penyidik saya,” tegasnya, Rabu (15/3).

Menurut Kapolda, penghentian yang dilakukan Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Dit Polairud) Polda NTB, sesuai dengan Pasal 109 ayat 1 dan dan 2 KUHAP, karena tidak memenuhi unsur. “Penghentian penyidikan itu. Saya harus jawab, iya,” katanya.

Selain membenarkan soal penghentian penyidikan, Djoko juga menyepakati bahwa kasus Migas tersebut, merupakan persoalan yang serius. Akan tetapi dikarenakan tidak memenuhi unsur, maka penyidik menghentikan penyidikannya. “Kasus Migas ini masalah serius? Saya sepakat, setuju, dan saya iya,” timpalnya.

Namun Djoko kembali mempertegas, bahwa kasus tersebut dihentikan, karena memang tidak memenuhi unsur, sesuai dengan Pasal 109 ayat 1 dan 2. “Pertama tidak adanya unsur pidana, kedua tidak terdapat cukup bukti, dan ketiga demi hukum. Dihentikan karena tiga hal itu,” tegasnya kembali.

Ketika penyidikan diberhentikan, pihaknya memberitahukan ke Jaksa Peneliti pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Pemberitahuan itu, mengingat pada awal kasus tersebut ditangani, pihaknya sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). “Saya tidak akan berkomentar institusi lain. Saya hanya menyatakan tindakan yang dilakukan,” ujarnya.

Baca Juga :  Ramai Kapal Pesiar, Jalan Pelabuhan Gili Mas Butuh Perbaikan Segera

Penghentian yang dilakukan, tidak dipungkiri memiliki resiko. Konsekuensi itu pun, katanya, sudah diatur dalam Pasal 77 KUHP, yang mengatur salah satunya mengenai penghentian penyidikan. “Kalau bisa praperadilan, bisa kita sebutkan alasannya di persidangan nantinya,” ujarnya.

Seperti diketahui, terhadap kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu JS yang merupakan manajer operasional perusahaan dari PT Tripatra Nusantara, Nakhoda kapal tanker MT Harima milik PT Tripatra Nusantara, berinisial AW, dan terakhir Nakhoda kapal tanker MT Anggun Selatan, milik PT Pasific Selatan berinisial AM.

Kasus itu diberhentikan sesuai dalam surat perintah penghentian penyidikan Nomor : SP3/01/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud. Yang diperkuat lagi dengan adanya surat ketetapan dengan Nomor : SK.Sidik/01/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud tentang penghentian penyidikan. Surat ketetapan itu miliknya tersangka inisial AW.

Untuk tersangka AM, surat perintah penghentian penyidikannya tercatat dalam Nomor : SP3/02/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud. Yang dikuatkan lagi dengan surat ketetapan penghentian penyidikan dengan Nomor : SK.Sidik/02/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud.

Begitu juga dengan tersangka JS, surat perintah penghentian penyidikannya tercatat dalam Nomor : SP3/03II/RES.1.9./2023/Dit Polairud, dikuatkan lagi dengan surat ketetapan penghentian penyidikan dengan Nomor : SK.Sidik/03/II/RES.1.9./2023/Dit Polairud.

Baca Juga :  Tinggi Angka Kekerasan Perempuan dan Anak, NTB akan Bentuk LPSK

Sebelum SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dikeluarkan Polda NTB, berkas para tersangka sudah bolak-balik ke meja Jaksa. Dalam petunjuk Jaksa, meminta Penyidik untuk menelusuri peran orang yang menyuruh pera tersangka mengangkut BBM oplosan tersebut.

Petunjuk tambahan itu mendasarkan pada keterangan tersangka dalam berita acara pemeriksaan (BAP), yang mengaku kegiatan mencampur BBM solar dengan bahan kimia, sehingga membuat kadar dari BBM diluar spesifikasi itu merupakan tindak lanjut dari perintah atasan.

Penyidik juga mengamankan dua kapal tangker, yang dibawa oleh kedua Nakhoda yang menjadi tersangka. Perihal penyitaan kapal itu, diakui sudah digandeng dengan adanya surat penetapan penyitaan.

Hal itu dilakukan, karena pada awal pengusutan, pihaknya menduga keras adanya pidana yang disangkakan kepada tersangka. “Namun dalam dinamika perjalanannya kita hentikan, dengan alasan tidak memenuhi unsur,” bebernya.

Perihal penyitaan kapal, Djoko bertanya “Kalau kita sita kapal itu, akan ditaruh dimana?”. Hal itu dipertanyakan, karena pada saat penyitaan akan menjadi tanggung jawabnya penyidik. “Tanggung jawabnya ada di penyidik. Bagaimana barang yang disita tidak mengalami penyusutan, kerusakan dan berkurang dari kondisi di awal,” tandasnya. (cr-sid)

Komentar Anda