MATARAM — Polemik keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang melakukan aktivitas penambangan emas ilegal di Dusun Lendek Bare, Lenong Batu Montor, Desa Persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat (Lobar), terus menuai sorotan publik.
Berbagai pihak terkait, seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, dan Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram, dituding saling lempar tanggung jawab dalam mengawasi dan menindaklanjuti regulasi TKA yang berlaku.
Terkait itu, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram mengonfirmasi bahwa keberadaan 15 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina di Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, telah mengantongi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) Investor.
Menurut Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian (Tikim), Heri Sudiono, bahwa hasil koordinasi dengan Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim), menunjukkan bahwa ke-15 orang asing tersebut, memiliki KITAS Investor yang dikeluarkan pada tahun 2024.
“Sesuai data imigrasi, mereka memegang KITAS Investor. Lokasinya di wilayah Imigrasi Mataram. Lombok Barat itu masuk wilayah kerjanya. Tempat tinggalnya ada sih di daerah sekitar Sekotong,” ungkapnya.
Heri juga menambahkan bahwa KITAS yang dimiliki oleh para TKA tersebut, bersifat umum dan tidak spesifik pada bidang usaha tertentu. Hal ini bergantung pada pengajuan yang dilakukan oleh perusahaan sponsor. Namun ketika ditanya mengenai nama perusahaan yang mensponsori para TKA asal Cina tersebut, Heri menolak untuk memberikan komentar lebih lanjut.
“Kalau (sponsor) itu saya no comment. Saya hanya bicara ranahnya imigrasi,” tegasnya sembari menambahkan bahwa urusan terkait legalitas atau deportasi merupakan kewenangan institusi lain seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) I Gede Putu Aryadi yang dikonfirmasi sebelumnya dengan tegas membantah adanya tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja secara ilegal di wilayah Sekotong, Lombok Barat. Pernyataan ini disampaikan untuk merespon isu yang beredar mengenai keberadaan TKA ilegal di area tersebut.
Menurut Aryadi, sapaan akrab mantan Kepala Diskominfotik NTB ini, sampai sekarang tidak ada perusahaan yang beroperasi di Sekotong yang menggunakan tenaga kerja asing. Selain itu, dia juga menegaskan bahwa status orang-orang yang diduga sebagai TKA di Sekotong masih belum jelas, bahkan keberadaan mereka pun tidak ditemukan.
“Penambang ilegal di Sekotong bukan TKA. Statusnya juga belum jelas. Orangnya juga tidak ada. Tapi kami sudah laporkan ke Bapak Pj Gubernur, bahwa di Lombok Barat itu tidak ada TKA atau perusahaan yang menggunakan TKA,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa di Lombok Barat hanya ada satu perusahaan yang resmi terdata di Disnakertrans, dan telah mendapat izin untuk mempekerjakan TKA. Namun perusahaan tersebut bukanlah perusahaan tambang. “Nah ini identitasnya juga kita tidak tahu. Kalau tidak ada perusahaannya (tambang), bagaimana kita pantau. Bukan ranah kita,” ucapnya.
Meskipun sempat ada laporan dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram mengenai 15 orang yang memiliki KITAS Investor di Sekotong, Aryadi menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki data mengenai orang-orang tersebut. “Saya tidak tahu kalau itu. Di Disnaker tidak ada,” tegasnya.
Aryadi menjelaskan bahwa proses masuknya TKA ke NTB harus melalui prosedur yang ketat, di mana perusahaan yang mempekerjakan mereka harus memiliki izin dan mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sesuai dengan spesifikasi jabatan yang dibutuhkan. “Sejauh ini di Sekotong itu belum ada perusahaan beroperasi yang menggunakan tenaga kerja asing,” tegasnya.
“Kalau di Lombok Barat itu hanya satu. Perusahaannya itu mandiri istilahnya. Itu yang menjadi kewenangan provinsi. Karena retribusinya itu dibayar ke provinsi menjadi PAD. Tapi perusahaan itu bukan tambang,” sambungnya.
Di tempat lain seperti di Sumbawa, TKA memang terdata dengan baik, terutama di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dan aliansi perusahaannya yang mempekerjakan TKA dalam proyek pembangunan smelter.
“Kalau di sumbawa, tenaga kerja asing ada PT. AMNT ada aliansinya. Aliansinya ada 728, tenaga kerja asing digunakan oleh aliasi perusahaan PT.AMNT di pembangunan smelter dan sebagainya. Jumlah tenaga asing ini setiap bulan dilaporkan ke Disnakertrans,” jelasnya.
Adanya tudingan bahwa pihak Disnakertrans NTB dan Imigrasi terkesan saling lempar soal keberadaan TKA di kawasan Sekotong, dibantah tegas Penjabat (Pj) Gubernur NTB Hassanudin, yang menjelaskan bahwa masing-masing instansi telah menjalankan kewenangan sesuai peraturan yang berlaku.
“Kami sudah adakan rapat terkait TKA itu. Sudah ada regulasi sesuai dengan ketentuan terkait. Sudah dilihat jenjang keberadaannya. Memang kewenangannya masing-masing sudah dilaksanakan. Tidak ada istilah saling lempar-melempar,” ujar Hassanudin, Rabu (21/8).
Belum lama ini, Pemprov mengadakan rapat Forkopimda di Pendopo Gubernur NTB. Hadir didalamnya Disnakertrans NTB, yang dalam rapat itu dibahas mengenai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan di NTB. Tidak luput juga persoalan TKA yang diduga melakukan penambangan ilegal di kawasan Sekotong Lombok Barat.
Dari hasil rapat itu, disampaikan bahwa regulasi yang ada sudah sesuai ketentuan, dan setiap pihak telah melaksanakan kewenangan masing-masing. Kalaupun ada regulasi yang ditemukan belum sesuai impelementasi di lapangan, maka akan diurai sumber masalahnya seperti apa. “Mana regulasi yang belum pas dan di lapangan ada kendala, maka realisasi yang belum pas itulah yang kita urai sesuai kewenangan masing-masing,” jelas Pj Gubernur.
Hassanudin menambahkan, tujuan utama pelaksanaan regulasi ini adalah untuk mendukung pembangunan NTB yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Semua ini bagaimana kita merealisasikan untuk kita membangun NTB dengan baik dan maju, sehingga terealisasi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tambahnya. (rat)