Soal Aset di BIL, Jangan Buat Publik Bingung

MATARAM—Tokoh politisi Udayana, H Rumaksi yang juga Sekretaris Komisi I DPRD NTB bidang hukum angkat bicara terkait perbedaan pendapat antara Ketua Komisi III, Johan Rosihan dengan Kepala Badan Pengelolaan Keuagan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, H Supran. Perbedaan pendapat soal aset di Bandara Internasional Lombok (BIL) hanya membuat publik bingung saja.

Pernyataan Johan Rosihan bahwa aset di BIL harus segera dijual, karena apabila tidak maka daerah akan gigit jari. Pasalnya bulan Oktober 2016 Pemerintah Daerah (Pemda) harus menyerahkan atau menghibahkan aset tersebut ke Pemerintah Pusat. “Saya tidak menyalahkan pak Johan, tidak menyalahkan juga pak Supran. Tapi jangan buat publik bingung donk,” ujarnya kepada Radar Lombok saat ditemui di gedung DPRD, Jum’at kemarin (29/7).

Menurut Rumaksi, wakil rakyat berhak memberikan masukan, saran dan pendapat ke Pemprov. Begitu juga terkait dorongan dari Johan agar Pemprov segera menjual aset di BIL. Tetapi yang harus diperjelas adalah, landasan hukum Johan berbicara sebagai penguat pendapatnya.

Aset Pemprov di BIL terdiri dari bangunan dan juga lahan yang nilainya ratusan miliar. Aset tersebut terdiri dari appron atau areal parkir pesawat seluas 48.195 meter persegi dengan nilai Rp 77,1 miliar, taxi way atau areal parkir taksi seluas 13.859,34 meter persegi dengan nilai Rp 29,36 miliar lebih, service road atau areal pelayanan jalan seluas 6.897 meter persegi dengan nilai Rp 6,9 miliar.

Baca Juga :  Aset Lobar Berpotensi Raib tanpa Arsip

Ada juga helipad atau areal pendaratan helikopter seluas 450 meter persegi dengan nilai  Rp 1,49 miliar lebih. Pemprov juga memiliki lahan seluas 12 hektar di BIL. “Kalau memang semua aset kita disana harus dihibahkan ke pusat, mana aturan yang bilang begitu ? Saya sudah buka UU 23 tahun 2014, PP 27 2014 dan Permendagri 19 tahun 2016, belum saya temukan adanya kewajiban daerah menyerahkan aset di bandara ke pusat,” terang Rumaksi.

Persoalan regulasi lanjutnya, tidak bisa menggunakan cerita. Namun harus menunjukkan dengan jelas aturan tersebut. “Pak Johan bilang aset harus segera dijual karena kalau tidak kita akan gigit jari, pak Supran bilang belum putuskan sikap karena bisa saja aset dijual atau dikerjasamakan karena belum ada aturan yang mengharuskan aset dihibahkan ke pusat. Ini jadi polemik kalau dibiarkan, segera harus duduk bersama biar publik juga tidak bingung,” sarannya.

Apabila sudah duduk bersama, Rumaksi yakin semua perbedaan pendapat bisa terselesaikan dengan baik. Johan Rosihan bisa memperlihatkan lansung aturan yang dianggap tidak ada oleh BPKAD. Kalau memang ada aturannya, maka Pemprov juga harus segera menjual aset di BIL.

Baca Juga :  DPRD Tidak Satu Suara Soal Penjualan Aset

Selain itu, Rumaksi juga mendengar adanya informasi bahwa Kemendagri menyampaikan bahwa aset-aset daerah harus diserahkan ke pusat pada bulan Oktober. “Ini juga Kemendagri, kalau bicara dasar hukumnya mana. Acuan kita itu undang-undang, bukan perkataan orang Kemendagri yang bisa saja kurang paham masalah,” ujarnya.

Salah seorang anggota DPRD NTB yang ikut konsultasi ke Kemendagri adalah Hj Suryahartin. Diceritakan, pihak Kemendagri menjelaskan semua bandara mulai bulan Oktober dikelola oleh pemerintah pusat. Begitu juga dengan aset-aset daerah harus diserahkan ke pusat. “Karena kewenangan bandara itu pusat, maka semua aset daerahharus dihibahkan ke pusat. Makanya kami berkesimpulan aset di BIL memang harus segera dijual daripada kita gigit jari nantinya. Gak mungkin orang Kemendagri bicara tanpa dasar,” kata Suryahartin.

Sementara itu, Johan Rosihan yang dihubungi kembali oleh Radar Lombok lebih memilih untuk bungkam. Dirinya tidak ingin memperpanjang polemik di media. “Komentar saya cukup yang kemarin itu saja, gak usah dah saya bicara lagi,” jawabnya. (zwr)

Komentar Anda