Siti Zubaidah, Ibu Hamil Lima Bulan yang Terancam Penjara Setelah Dilaporkan Investor

Siti Zubaidah (FAHMY/RADAR LOMBOK)

Tidak pernah terbersit dalam benak Siti Zubaidah, usaha kecil-kecilan lapak Pedagang Kaki Lima ( PKL) yang digeluti sejak 9 tahun lalu, justru mbuat dirinya ke balik jeruji besi. Itu terjadi, setelah dia bersama enam pedagang lainnya dilaporkan kasus penggergahan tanah oleh oknum investor yang mengaku sebagai pemilik lahan tempatnya berjualan.

ADALAH Siti Zubaedah, warga Dusun Batu Bolong, Desa Batulayar Barat, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat (Lobar), salah seorang dari tujuh pedagang kaki lima (PKL) yang divonis bersalah oleh pengadilan dalam kasus penggergahan lahan. Ia bersama enam PKL lainnya rencananya akan ditahan tanggal 13 Mei ini, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mataram nomor 5/Pid.C/2023/PN Mtr tanggal 16 Maret 2023.

Saat ditemui di Kantor BPKAD Kabupaten Lobar, raut wajah Siti Nampak sedih, karena dirinya harus berhadapan dengan hukum yang membawa dirinya akan masuk jeruji besi. Dengan wajah yang penuh kesedihan, ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata, selain harapan bisa mendapatkan keadilan dan dibebaskan dari tuntutan vonis 14 hari kurungan.

Apalagi saat ini Siti dalam kondisi hamil lima bulan. Dan ia juga harus meninggalkan suami serta tiga buah hatinya yang masih kecil, dan masih duduk di bangku sekolah. Tiga anak yang dihidupinya sehari-hari dari berjualan.

Bersama dengan warga lainnya, mereka datang meminta bantuan ke pihak terkait agar melakukan upaya membantu mereka menelusuri permasalahan lahan yang menyeret mereka ke meja hijau. Salah satu perwakilan PKL itu adalah Siti Zubaedah. Meski kondisi dalam keadaan hamil, Siti rela menempuh perjalan dari Batulayar ke Kantor Pemkab Lobar di Gerung untuk bisa mengikuti pertemuan itu.

Baca Juga :  BAIQ MERRY SHINTANA, BIDAN PERAIH NAKES TELADAN NASIONAL 2023

Siti yang datang bersama suaminya, usai pertemuan dengan pihak BPKAD, menyampaikan harapannya agar dibebaskan dari jeratan pidana, “Harapan saya ingin dibebaskan,”kata dia dengan sedikit berkaca-kaca.

Ia mengaku sangat sedih ketika mengetahui dirinya divonis bersalah dan akan dipenjara. Sebab, ia saat ini mengandung anak keempat dengan usia kandungan lima bulan. Kemudian ia juga memiliki tanggungan, tiga anak yang masih sekolah. “Perasaan saya sedih, karena tiga anak saya masih sekolah apalagi saat ini saya juga sedang hamil,” tuturnya.

Sementara kehidupan sehari-hari, ia dan keluarga bergantung dari berjualan di lapak tersebut. Ia mengaku, dari hasil jualan hanya mengaku mendapatkan Rp50-100 ribu per hari. Itupun tergantung ramainya pengunjung yang datang. Sedangkan suaminya hanya sebagai petani. Itupun dari hasil jualan sehari-hari di lapak itu, ia berusaha mencakupkan untuk kebutuhan sehari-hari. “Bagiamana caranya itu harus kami cukupkan untuk kebutuhan sehari-hari,” tuturnya.

Ironisnya lagi, ia yang tergolong keluarga tak mampu itu tak memperoleh bantuan dari pemerintah. Baik itu Bantuan PKH maupun bantuan lainnya. Ia sendiri tidak tahu kenapa keluarganya tak masuk sebagai penerima bantuan pemerintah. “Tidak dapat bantuan dari pemerintah, mungkin belum rezeki,” ungkapnya.

Siti mengaku telah berjualan di lokasi itu, hampir 9 tahun lamanya. Dirinya termasuk yang pertama jualan di lokasi lahan yang disertifikatkan oknum tersebut.  Dimana dulu lahan tersebut masih seperti hutan tidak ada pemiliknya karena kawasan itu memang muara pantai. “Saya jualan di sana sejak tahun 2014, saat itu masih sepi,” ujarnya.

Baca Juga :  QORIAH JULILDANUR, ATLET TRIATHLON PEREMPUAN NTB BERBAKAT

Ketika mulai masuk jualan di sana, setahu dia lahan itu tidak ada penghuni dan pemiliknya. bahkan selama jualan disana, tidak ada pihak yang datang mengklaim atau mengakui lahan itu. Namun tiba-tiba belakangan, muncul permasalahan hukum.

Ia dan warga dilaporkan atas dugaan penggeregahan lahan itu oleh oknum yang mensertifikatkan lahan muara tersebut. Pihaknya mengaku tidak pernah diajak duduk, musyawarah di awal-awal permalasahan ini muncul. “Tiba-tiba saja, ada orang yang melaporkan dan mengakui lahan tempat kita jualan,” jelasnya.

Selama kasus ini berjalan, mereka para pedagang mengaku tidak pernah diajak musyawarah atau dibicarakan secara baik, yang ada mereka tiba-tiba dipanggil dan diperiksa, hingga saat ini pengadilan sudah memvonis mereka bersalah dengan ancaman hukuman 14 hari penjara.

Namun ia dan warga lainnya berusaha untuk mencari bantuan hukum agar ia bisa dibebaskan dan tidak dipenjara, salah satunya dengan melakukan komunikasi ke Pemkab Lombok Barat, harapanya dari usaha yang dilakukan ini bisa mendapatkan titik terang dan ia bisa dibebaskan dari ancaman penjara. “Harapan saya semoga bisa dibebaskan saja,” tutupnya. (ZULFAHMI – LOMBOK BARAT)

Komentar Anda