Sistem Penyaluran Dana Hibah Masih Dipertanyakan

Nanang Matalata (HERY/RADAR LOMBOK)

TANJUNG-Rencana penyaluran dana hibah sebesar Rp 3 juta per wira usaha baru (WUB) dipastikan tidak memerlukan badan hukum dan harus berdiri 2 tahun baru bisa mendapatkan dana hibah sesuai peraturan perundang-undangan yang ada.

Terpenting syarat mutlaknya, kelompok wirausaha harus sudah mengajukan proposal kegiatan usaha yang dibiayai periode H-1 tahun. “Artinya, kelompok yang sedianya akan menerima hibah di 2017 nanti harus sudah memasukkan proposal dan terverifikasi oleh Dinas terkait pada tahun 2016 ini,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lombok Utara yang juga Koordinator Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) H Nanang Matalata, Selasa (6/12).

Terkait masih adanya kecenderungan SKPD yang kelimpungan menemukan nomenklatur, menurut Nanang, disesuaikan dengan regulasi bantuan. Para penerima nanti katanya, akan diakomodir untuk membentuk kelompok wirausaha. Sehingga legalitasnya tidak serumit yang dibayangkan, seperti keharusan membuat badan hukum di Notaris. “Wirausaha agar dikelompokkan, untuk bisa diajukan menerima bantuan cukup dengan rekomendasi Kepala Dinas. Jadi bantuan ini tidak sama dengan Organisasi atau Yayasan," jelasnya.

Kelompok wira usaha baru, lanjut Nanang, tidak disyaratkan harus sudan berdiri 2 tahun sebagaimana organisasi lain. Namun syarat mutlaknya, kelompok wira usaha harus sudah mengajukan proposal kegiatan usaha yang dibiayai periode H-1 tahun. “Saya lihat di beberapa Dinas sudah masuk proposalnya, termasuk di Disperindagkop maupun Dinas Pertanian,” bebernya.

Dijelaskan, acuan dalam proses alokasi nantinya. Pemda Lombok Utara tengah menyiapkan Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur proses penyaluran Hibah, Bansos untuk mendukung alokasi tahun 2017. Perihal ini, Bagian Hukum dan Dinas Pendapatan diklaim Nanang sedang merampungkan. “Perbup itulah nantinya akan dijadikan dasar penyaluran. Terkait penyerahan dana ke kelompok, teknisnya tetap melibatkan Bank NTB dan Dispenda. Kelompok membuka rekening dan dana akan ditransfer ke rekening masing-masing,” paparnya.

Ia memastikan proses penyaluran dana hibah dipastikan tidak ada masalah. Pemda melalui TAPD sudah menetapkan nomenklatur anggaran tersebut melalui mekanisme dana hibah. Untuk alokasi dana untuk 3 ribu wira usaha baru 2017 sedang dibahas. “Sebenarnya tidak ada soal, (yang jadi perdebatan) hanya pola penyalurannya saja, dan itu sudah kita tetapkan hibah, bukan bansos,” ungkapnya.

Ia menegaskan, dipilihnya pola penyaluran dana bantuan kepada wira usaha baru melalui hibah dikarenakan adanya dampak ekonomi yang timbul dari program tersebut. Berbeda dengan mekanisme Bansos, dimana pola ini lebih menitikberatkan pada dampak dan sasaran untuk mengintervensi ketahanan sosial masyarakat. Oleh karena itu, yang mendapatkan dana hibah ini, akan mempriotaskan gerakan usaha ekonomi masarakat khususnya warga kurang mampu. Diharapkan melalui program ini, status ekonomi dan sosial masyarakat kurang mampu terangkat melalui aktivitas usaha yang dilakukan bersama. Milsanya dalam bentuk wirausaha peternakan, budidaya telur, kelompok olahan ikan dan sebagainya.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi I DPRD Lombok Utara Ardinto mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pasal 298 ayat 5 bahwa belanja hibah bisa diberikan kepada badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum dan sudah berdiri 3 tahun. Pada subtansi ini, harus jelas kemana disalurkan. “Pertanyaan barunya, apakah WUB ini termasuk lembaga sosial atau organisasi kemasyarakatan. Ini yang menjadi persoalan, saya juga pusing memikirkannya,” terang dewan dua periode ini.

Itulah yang disampaikan pemerintah daerah harus menjalankan peraturan kemendagri terkait penyaluran dana hibah pada kelompok-kelompok sebelumnya. Makanya, ia kembali bertanya terhadap apa yang disampaikan tersebut. Terkait apakah ini mengarah pelanggaran peraturan yang lebih atas, ia belum bisa memastikan. “Yang jelas kami masih ragu dengan sistem ini, makanya nanti akan dibahas pada saat RAPBD,” tegas politisi Hanura ini. 

Menurutnya, Perbup itu hanya mengatur penerima dan besaran penerima serta syarat. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah daerah mengkaji lagi landasan hukumnnya. Belum lagi, berbicara kelanjutan uang sebesar Rp 30 miliar keseluruhannya, untuk 3 ribu saja harus mengeluarkan uang APBD Rp 9 miliar. “Kalau menggunakan proses penyaluran mode hibah belum pas,” pungkasnya. (flo)