Sidang Kredit Fiktif 199 Polisi di Polda NTB, Hakim Minta Dua Saksi Dikonfrontasi

SIDANG: Jaksa penuntut umum hadirkan saksi Moch Bagus Arianto di persidangan. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) Cabang Batukliang, Lombok Tengah diminta kembali menghadirkan mantan Bendahara Dit Sabhara Polda NTB I Made Sudarmaya, yang merupakan saksi dalam kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 2,38 miliar itu.

Menghadirkan Made Sudarmaya ini perintah langsung dari Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram Ketut Somanasa, yang memimpin jalannya persidangan pada Kamis (22/9). “Dipersilakan kepada jaksa penuntut umum untuk menghadirkan kembali Made Sudarmaya sebagai saksi di agenda persidangan selanjutnya,” perintah Somanasa dalam persidangan pemeriksaan saksi Moch Bagus Arianto, selaku anggota polisi yang dihadirkan dalam persidangan kemarin.

Ditegaskan kepada JPU, agar menghadirkan saksi Made Sudarmaya dan saksi Moch Bagus Arianto dalam persidangan selanjutnya. “Meminta menghadirkan secara bersama-sama kedua saksi agar keterangan mereka bisa dikonfrontasi,” katanya.

Perintah kepada JPU, merupakan tanggapan dari permintaan Hartono, penasihat hukum dari terdakwa Johari yang berperan sebagai Account Officer pada BPR Cabang Batukliang. Permintaan Hartono ini, berlandaskan dari keterangan saksi Moch Bagus Arianto yang memiliki ketidaksamaan dengan keterangan saksi Made Sudarmaya pada persidangan sebelumnya. Di mana, dalam agenda sidang sebelumnya Made Sudarmaya mengaku bahwa dirinya tidak sendiri yang terlibat dalam pengajuan kredit 199 anggota polisi tersebut. Melain mengakui ada lima orang yang terlibat, salah satunya adalah Bagus Arianto.

Sementara, dalam keterangannya Bagus Arianto di persidangan yang berlangsung (22/9) kemarin, mengaku tidak mengetahui ada nama dirinya sebagai orang yang mewakili pengajuan kredit 32 anggota polisi tersebut. Ia mengaku bahwa dirinya hanya mengetahui ada MoU Polda dengan BPR. “Tahunya itu dari teman ke teman,” ujar Bagus yang mengaku pernah menjadi bawahan Sudarmaya ketika bertugas di Direktorat Sabhara Polda NTB.

Bagus juga mengakui proses peminjaman di BPR tidak sulit karena sudah dibantu oleh Sudarmaya yang saat itu menjabat Bendahara Direktorat Sabhara Polda NTB. Sehingga, dirinya juga pernah mengajukan pinjaman melalui Sudarmaya. “Katanya lancar, ada kemudahan. Pas saya ajukan pinjaman itu, pencairan langsung ke rumah Sudarmaya,” ucap dia.

Bagus Arianto mengatakan selama mengajukan kredit melalui Sudarmaya, dirinya tidak pernah menandatangani perjanjian kredit dengan pihak BPR. Tetapi waktu itu, dirinya hanya dapat kuitansi tanda terima dari BPR. “Syarat apa saja, itu saya lupa. Soal perjanjian kredit, tidak ada,” katanya.

Hartono sebelumnya menguraikan alasan permintaan konfrontasi tersebut perihal munculnya nama saksi Bagus Arianto dalam daftar pengajuan kredit. Nama Bagus Arianto tercatat sebagai salah seorang yang mewakili pengajuan kredit untuk 32 dari 199 anggota Polri.

Total pencairan kredit yang berada di bawah nama Bagus Arianto tercatat dalam periode 2014-2016. Nilai pinjaman yang dicairkan Rp 495 juta dengan kisaran per orang Rp 15 juta hingga Rp 30 juta. Dengan adanya perbedaan itu, menjadi dasar Hartono untuk dikonfrontasi.

Sebelum hakim memberikan perintah kepada JPU menghadirkan kedua saksi, Bratha Hariputra selaku JPU menanggapinya dengan meminta agar sidang berlanjut dengan agenda saksi lain. Dengan alasan, saksi Sudarmaya sudah cukup jelas menyampaikan keterangan dalam agenda sidang sebelumnya. Sisi lain, jaksa juga mempertimbangkan efesiensi waktu persidangan, mengingat masih banyak saksi yang akan dihadirkan untuk memberikan keterangan.

Dalam perkara ini, Johari menjadi terdakwa bersama Agus Fanahesa yang menjabat sebagai Kepala Pemasaran BPR Cabang Batukliang. Keduanya didakwa turut terlibat terkait munculnya kredit fiktif 199 anggota Polri hingga menimbulkan kerugian Rp 2,38 miliar. Kerugian itu muncul dalam periode pencairan kredit 2014-2017.

Karena itu, dalam dakwaan kedua terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 junto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31/2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (cr-sid)

Komentar Anda