MATARAM— Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Selasa (9/5) kembali menggelar sidang perkara pembunuhan anak kandung dengan terdakwa Ahmad Sulaimi.
Sidang kedua ini dengan agenda pemeriksaan saksi- saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). JPU menghadirkan tiga orang saksi yakni istri, anak dan tetangga terdakwa yang pertama kali dimintai tolong ketika kejadian berlangsung.
Masnah istri terdakwa dalam kesaksianya menceritakan, sebulan sebelum kejadian mengalami perubahan. Waktu terdakwa lebih banyak dihabiskan dengan merenung dan terkadang agak cepat emosi. Padahal sebelumnya terdakwa dikenal sosok laki- laki yang sangat baik dan tidak pernah bisa memarahi anaknya. “Sebenarnya dia itu orang baik dan tidak pernah bisa marah, apalagi almarhum merupakan anak kesayanganya tidak pernah sama sekali ia marahi, apalagi sampai melakukan pemukulan,”ujarnya.
Diceritakan,apapun permintaan korban pasti dituruti oleh terdakwa. Namun Masnah tidak pernah menyangka bahwa musibah itu terjadi. Anak ketiga dari empat bersaudara itu akhirnya tewas di tangan ayahnya sendiri dengan tragis. “Kalau minta uang pasti dikasih agar dia tidak menangis,”ungkapnya.
Saat kejadian Kamis malam (16/2) sekitar pukul 22.30 Wita, ia bersama anaknya tidur di salah satu kamar di luar. Namun setelah satu jam, anaknya yang bernama Muhammad Albani masuk kedalam rumah. “Setelah ia masuk saya tidur sendirian di luar,”ujarnya.
Tak berselang lama, sekitar pukul 23.30 Wita, ia dipanggil oleh suaminya dan memberitahukan bahwa anaknya sedang menangis. Namun terdakwa sendiri tidak menjelaskan penyebab anaknya itu nangis. “Setelah saya dipanggil saya langsung menuju anak saya dan saya lihat anak saya sudah banyak darah, namun saya kira saat itu dia muntah darah,”ujarnya.
Melihat itu, ia langsung memanggil anaknya yang lain untuk melihat korban. Sementara ia keluar minta tolong ke warga setempat untuk membawanya ke puskesmas.”Sebelumnya saya tidak tahu kalau ada luka karena saya langsung teriak minta tolong saat saya mengetahui kejadian itu,”ungkapnya terbata- bata.
Saksi lainnya Maria Ulfa yang merupakan kakak korban sekaligus anak terdakwa dalam kesaksianya menceritakan, saat itu dia bangun tidur mendengar teriakan ibunya. Ia kemudian menuju teriakan tersebut dan melihat adiknya sudah berdarah. Ia kemudian menjaga adiknya sementara ibunya memanggil tetangga. “Saya rangkul adik saya namun dia sudah tidak bisa berbicara meskipun saya sudah tanya dia kenapa,”ujarnya.
Ulfa selanjutnya menanyakan permasalahan tersebut sama sang ayahnya. Terdakwa mengatakan bahwa ia yang telah menyebabkan adiknya mengeluarkan darah itu.”Saya dikasih tahu sama ayah, kalau dia yang melakukan itu tapi setelah itu dia pingsan,”ungkapnya.
Mendengar kesaksian tersebut, terdakwa Ahmad Sulaimi ketika ditanya tanggapanya oleh majelis hakim Didik Jatmiko hanya menangguk. Sidang kemudian akan dilanjutkan pekan depan.
Terdakwa didakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 80 ayat 3, ayat 4 juncto pasal 76c UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak.
Dalam dakwaan tersebut jaksa menguraikan bahwa perbuatan terdakwa saat itu yang terbangun dari tidurnya dan mengingat kembali ucapan kotor korban kepada terdakwa dan istrinya sehingga ia sangat marah. Terdakwa lantas masuk ke kamar dan mengambil parang yang disimpan di atas lemari.
Terdakwa tanpa basa basi mengayunkan parang itu tepat ke bagian leher korban.
Seketika itu juga terdakwa menangis. Setelah melihat anaknya berlumuran darah, terdakwa lalu memanggil istrinya yang mencari pertolongan kepada tetangganya. Namun nyawa korban tidak dapat diselamatkan meskipun sempat dibawa ke puskesmas dan RSUD Kota Mataram. Terdakwa kemudian ditangani oleh Polsek Cakranegara. (cr-met)