JAKARTA – Upaya Golkar mengembalikan ketua umumnya, Setya Novanto ke kursi ketua DPR berlangsung mulus. Pada paripurna DPR yang digelar Rabu (30/11), seluruh fraksi menyetujui usul Golkar agar Novanto menggantikan Ade Komarudin di kursi ketua lembaga wakil rakyat itu.
Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan dihadiri tiga wakil lainnya, tidak satu pun fraksi yang menolak usul Golkar untuk menarik Akom -sapaan Ade- dan menggantikannya dengan Novanto. PDIP dan Gerindra sebagai pemilik kursi terbesar di DPR juga menyetujuinya.
Fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya Ario Bimo mengatakan, pergantian ketua DPR yang diusulkan Golkar sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan. "Sikap Fraksi PDI Perjuangan, sepenuhnya kami serahkan kepada internal Partai Golkar, yang tentu sudah diatur dalam peraturan dan UU MD3," katanya.
Sementara Fraksi Partai Gerindra melalui juru bicaranya, Supratman Andi Agtas juga tidak mempersoalkan pergantian ketua DPR. Namun, dia berharap hal ini yang terakhir untuk periode 2014-2019.
Persetujuan juga disampaikan oleh Fraksi Golkar, Demokrat, PAN, PKB, PKS, PPP, Nasdem dan Hanura. Karena semua fraksi telah bersikap dan menyetujui pergantian ketua DPR dari Akom ke Novanto, Fadli pun mengetuk palu tanda persetujuan paripurna. Hanya saja, Akom tidak hadir pada rapat paripurna itu.
Setya Novanto- pun langsung diambil sumpahnya untuk menjadi ketua DPR yang baru. Namun, ada hal yang mengusik saat Novanto mengucapkan sumpah sebagai ketua DPR. Ketua umum Golkar itu mengucap sumpah dengan dipandu oleh pelaksana harian (Plh) Ketua Mahkamah Agung (MA) Suhadi.
Sayangnya, pengucapan sumpah jabatan yang diucapkan Novanto tak mulus. Dia harus dipandu sampai tiga kali karena tidak menyebut secara utuh kalimat sumpah sebagaimana dituntun hakim MA.
Novanto salah mengucapkan sumpah pada kalimat terakhir karena tidak menyebut kata ‘negara'. "Dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Suhadi. Novanto hanya mengucapkan "Dan kesatuan Republik Indonesia".
Saat dituntun mengulangi kalimat serupa, Novanto masih salah. "Dan kepentingan negara kesatuan Republik Indonesia," ujar Novanto mengulangi. Baru setelah diminta mengulangi ketiga kalinya, Novanto mengucapkan dengan benar. "Dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Novanto.
Dalam sambutan selesai pengambilan sumpah jabatan, Novanto berjanji akan menjalankan amanah yang diberikan kepada dirinya. Termasuk meningkatkan hubungan dengan lembaga-lembaga negara. "Insya Allah saya bersama pimpinan DPR lainnya akan menjalankan amanah ini. Kami akan meningkatkan hubungan lebih produktif dengan seluruh lembaga negara khususnya Presiden Republik Indonesia," tutur politikus yang pernah lengser dari posisi ketua DPR karena kasus Papa Minta Saham itu.
Sebelum pelantikan Setya Novanto, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tiba-tiba mengeluarkan putusan mengejutkan terkait dugaan pelanggaran etika oleh Anggota DPR RI Ade Komarudin. Sanksinya, politikus asal Jawa Barat itu diberhentikan dari jabatan Ketua DPR RI.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers di ruang mahkamah etik dewan itu, Rabu (30/11).
"Diputuskan sejak Rabu ini yang terhormat saudara Ade Komarudin dari Fraksi Golkar, dinyatakan berhenti dari jabatan ketua DPR RI," kata Dasco.
Sanksi pemberhentian terhadap Akom, sapaan Ade, diputuskan karena akumulasi sanksi yang dijatuhkan MKD. Dia dijatuhi sanksi ringan (teguran tertulis) terkait pengaduan Komisi VI tentang pembagian kewenangan mitra komisi dan pembahasan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Kemudian, Akom juga dijatuhi sanksi sedang terkait pengaduan Badan Legislasi DPR, yang menuduhnya menunda-nunda pengambilan keputusan terhadap RUU Pertembakauan. Maka dalam putusan ini, MKD juga memerintahkan pimpinan dewan menindaklanjuti RUU Pertembakauan yang sudah tuntas dibahas di Baleg.
Sufmi Dasco Ahmad membantah saat ditanya apakah putusan MKD terburu-buru mengingat Akom, sapaan Ade baru dipanggil dua kali dan tidak bisa hadir karena sedang menjalani pengobatan.
"Ini bukan soal terburu-buru," kata Dasco.
Dia beralasan untuk panggilan kedua yang dilayangkan MKD, Akom mengaku sedang berobat dan tidak meminta penjadwalan ulang pemeriksaannya.
"Karena yang bersangkutan tidak minta dijadwalkan lagi kapan, masih berobat dan bisa diperiksa jika diizinkan oleh dokter. Diizinkan dokter kapan kita juga tidak tahu, kecuali minta dijadwalkan pekan depan tanggal sekian," jelasnya.
Seperti diketahui putusan MKD keluar hampir bersamaan dengan digelarnya sidang paripurna DPR tentang pemberhentian Ade Komarudin dari Ketua DPR dan digantikan Setya Novanto, berdasarkan usulan DPP Partai Golkar. Akom sendiri menegaskan ikhlas menerima keputusan partai menariknya dari posisi paling prestisius di Parlemen. Dia juga berjanji akan memperoses pemberhentiannya sesuai mekanisme yang ada di DPR.(fat/jpnn)