PRAYA – Warga kampung nelayan Desa Kuta Kecamatan Pujut terpaksa membangun rumah di pesisir pantai karena mereka tidak punya pilihan lain setelah rumah mereka digusur oleh pihak Injourney Tourism Deplovment Corporation (ITDC). Lahan yang sebelumnya ditempati warga ini direncanakan untuk membangun hotel.
Salah satu warga, Nurul, menyampaikan bahwa ia dan keluarga membangun rumah sederhana di pesisir Pantai Kuta dan tinggal sejak satu tahun yang lalu setelah rumahnya digusur oleh pihak ITDC.
Ia bersama warga lainnya membangun rumah sederhana di pinggir pantai itu karena mereka tidak tau harus pindah kemana, sehingga mereka masih menunggu pemerintah dan pihak ITDC.“Kita bangun di sini karena tidak tau mau membangun di mana setelah digusur itu, dulu kita kita diminta cari tempat tapi belum ada kabar sampai sekarang. Masyarakat di sini sekitar 60 Kepala Keluarga (KK) yang membangun sekitar sini ada yang pindah ke sebelah barat juga. Tapi kalau disuruh pindah kita tidak mau pindah,” ungkap Nurul, Kamis (6/2).
Menurutnya, masyarakat yang tinggal di pesisir pantai enggan pindah meski diminta pindah, karena laut menjadi satu-satunya cara mereka dapat penghasilan, selain itu mereka juga masih menunggu janji pemerintah daerah dan ITDC. “ Sebelumnya kita sudah didatangi Pol PP untuk tidak membangun di pesisir pantai, tapi kita disuruh Pak Kades untuk bangun di sini karena ini milik Pemda,” terangnya.
Hal yang sama disampaikan Muhammad Yasin. Ia mengungkapkan dirinya bersama ratusan warga lainnya telah tinggal di pinggir Pantai Kuta sudah lama. Sampai saat ini mereka masih tinggal di pesisir pantai itu, karena masih menunggu pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang telah dijanjikan saat rumah mereka digusur.
“ Sudah hampir satu tahun kami di sini (pinggir pantai-red), ada mungkin sekitar ratusan warga yang pindah ke sini karena tidak punya tempat tinggal karena dulu dijanjikan pemerintah, makanya kami menagih janji itu. Jadi kami warga saat ini terpaksa membangun rumah di tepi pantai meskipun wilayah ini rawan terendam air pasang. Kadang naik air lautnya, makanya kita buat tanggul dengan karung pasir,” ungkapnya.
PGS. General Manager The Mandalika Wahyu Moerhadi Nugroho ketika dikonfirmasi terkait dugaan bahwa ITDC tidak menepati janji kepada warga nelayan di Mandalika menyampaikan bahwa sejumlah warga yang menempati lahan di kampung nelayan merupakan eks penghuni atau warga yang sebelumnya menempati HPL ITDC di Lot KQ2-3 tanpa memiliki hak atas tanah tersebut.“ Kegiatan yang dilakukan di HPL ITDC Lot KQ2-3 merupakan pengosongan lahan, bukan relokasi. Dalam proses pengosongan lahan HPL ITDC tersebut, ITDC telah memberikan tali asih sebagai bentuk kompensasi pembongkaran bangunan kepada masing-masing warga terdampak,”jelasnya.
Pemberian tali asih ini telah didokumentasikan dalam Berita Acara Kesepakatan (BAK) yang ditandatangani oleh para pihak. Proses pengosongan lahan juga berjalan dengan lancar dan kondusif, dengan penerimaan dari warga yang sebelumnya menempati lahan tersebut. “Kami menegaskan bahwa ITDC tidak pernah menjanjikan bentuk kompensasi lain kepada warga eks lahan HPL ITDC lot KQ2-3 di luar tali asih yang sudah diberikan. Dengan demikian, tidak ada kewajiban yang belum dipenuhi oleh ITDC terkait hal ini,” tegasnya.
Disampaikan juga bahwa ITDC telah melakukan pengecekan terhadap daftar warga terdampak pengosongan lahan di KQ2-3 dan tidak menemukan nama narasumber yang mengklaim adanya janji yang tidak ditepati.“ Kami berharap semua pihak dapat lebih bijak dalam menerima, mengolah dan menyebarluaskan informasi, serta melakukan verifikasi lebih lanjut guna memastikan validitasnya, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dan kegaduhan di masyarakat,” tutupnya.(met)