MATARAM – Limbah medis di Kota Mataram semakin mengkhawatirkan akibat belum adanya perusahaan yang secara khusus mengolah limbah medis di daerah ini. Limbah dikirim ke luar daerah setiap pekan yang mencapai 12 ton per pekan.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Mataram M. Saleh menyampaikan, limbah medis ini berasal dari beberapa rumah sakit dan klinik di Mataram dan memanfaatkan peluang kerjasama dengan pihak ketiga. “ Sampai saat ini belum ada perusahaan pemusnah limbah medis di Lombok. Nggak ada yang mau karena tidak menarik dari sisi bisnis,” ungkapnya kepada Radar Lombok Sabtu (26/11).
Beberapa rumah sakit swasta dan negeri masih kerjasama dengan pihak ketiga yakni di Jawa. Misalnya Rumah Sakit Graha Ultima Medika (RSGUM) bekerjasama dengan PT. Triata Mulia Indonesia.
Kata Saleh, dalam kerjasama pengiriman limbah medis ini, BLH sifatnya hanya memfasilitasi rumah sakit atau klinik melakukan perjanjian dengan pihak ketiga. Sementara kesepakatan pembayaran dilakukan langsung pihak rumah sakit dengan pihak ketiga. “ Program kerjasama ini sudah kami fasilitasi sejak akhir 2015. Dan berdasarkan laporan pihak ketiga, rata-rata ada 12 ton limbah medis per minggu dari Kota Mataram yang dibawa ke ke luar daerah untuk diolah atau dimusnahkan,” katanya.
Dari puluhan rumah sakit dan klinik yang beroperasi di Kota Mataram, baru ada beberapa rumah sakit yang mengikuti kerjasama ini. Rumah sakit itu antara lain RSUD Kota Mataram, RSI Siti Hajar, RS Antonius, RS Risa, RS Permata dan Graha Ultimedika.”Sementara masih banyak rumah sakit dan klinik yang belum memanfaatkan kerjasama ini, termasuk RSUP NTB dan Bhayangkara yang informasinya masih dalam persiapan ikut bergabung,” katanya.
Perusahaan yang menjadi pihak ketiga inipun katanya, adalah perusahaan legal yang memiliki nota kesepahaman dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di sisi lain, lanjutnya, kerjasama ini lebih efektif dan efisien dibandingkan jika rumah sakit melakukan pemusnahan sendiri dengan menggunakan insenerator. “ Kalau menggunakan insenerator abu sisa pembakaran masih masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang juga harus dikelola dengan baik,”katanya.
Dengan demikian, pihak rumah sakit harus tetap mengeluarkan dana sekitar Rp 6 juta sampai Rp 7 juta per satu drum untuk proses pemusnahan abu sisa pembakaran tersebut. Sebab sisa pembakaran ini juga harus dikelola dengan baik dan tidak boleh ditanam di media alam.
Sementara itu Direktur RSUD Kota Mataram Dr. Herman Mahaputra menyayangkan masih kurangnya perhatian pemerintah provinsi soal ini. Ia berharap pemerintah Provinsi NTB bisa memfasilitasi pemusnahan limbah medis saat ini. Karena selama ini, limbah medis hanya dimusnahkan di luar daerah sehingga rumah sakit terbebani biaya. Ia berharap pemerintah Provinsi untuk segera mendorong adanya pihak ketiga yang mengelola limbah medis di Pulau Lombok. “ Kita harapkan ada yang kelola di Pulau Lombok, sehingga limbah medis tidak dimusnahkan di luar daerah,” ungkapnya.(dir)