
GIRI MENANG – Puluhan warga pesisir dari Dusun Montong Buwuh Desa Meninting, Kecamatan Batulayar mendatangi kantor DPRD Lombok Barat, Kamis (12/6). Mereka menyampaikan aspirasi agar lahan sepadan pantai yang biasa digunakan sebagai tempat parkir perahu nelayan tetap bisa diakses oleh masyarakat. Pasalnya, lahan tersebut kini diklaim sebagai milik PT Bumi Mandalika Sejahtera.
Mereka diterima oleh Wakil Ketua DPRD Lobar H. Abubakar Abdullah dan anggota dewan lainnya. Dari eksekutif hadir Kepala Dinas Perizinan Kepala BPN dan Direktur Pengembangan PT Bumi Mandalika Sejahtera.
Hearing ini difasilitasi oleh DPRD Lobar untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat yang dibawa oleh BPD Meninting, Kepala Desa Meninting, serta Camat Batulayar. Tujuannya adalah untuk meminta kejelasan dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengenai status lahan tersebut.
Warga menyampaikan kekhawatiran atas hilangnya akses ke wilayah pantai yang telah mereka manfaatkan secara turun-temurun. Mereka meminta DPRD turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut dan memberikan kepastian hukum atas hak masyarakat.
“Kami datang karena ingin mempertahankan hak kami. Pantai itu bagian dari kehidupan kami sehari-hari, dan sekarang kami merasa terancam kehilangan itu semua,” ungkap salah satu nelayan, Abdul Latif.
Warga menilai klaim perusahaan terhadap sepadan pantai tidak sesuai dengan kondisi historis dan sosial di lapangan. Mereka juga mendesak transparansi dokumen legalitas lahan yang diklaim oleh PT Bumi Mandalika Sejahtera.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Lobar H. Abubakar Abdullah menegaskan bahwa masyarakat harus tetap memiliki akses ke sepadan pantai untuk aktivitas nelayan.
“Indikasinya, sepadan pantai masuk dalam wilayah Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT Bumi Mandalika Sejahtera. Karena itu, kami memanggil Kepala BPN, Kadis Perizinan, dan Kadis PUPR untuk memberikan klarifikasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, masyarakat tidak memahami detail soal sertifikat tanah, yang terpenting bagi mereka adalah bisa menaruh perahu di tempat yang selama ini digunakan.
“Pemerintah harus tegas. Kalau ini fasilitas publik, maka harus bisa digunakan masyarakat. Karena itu, semua pihak kami hadirkan dalam pertemuan ini,” tegasnya.
Menurut Abubakar, substansi masalah sebenarnya cukup sederhana. Warga hanya meminta ruang untuk parkir perahu dan menyimpan mesin, namun pengembang tidak memberikan akses tersebut.
Dalam pertemuan tersebut belum ada kesepakatan antara masyarakat dan pihak pengembang.
“Karena belum ada titik temu, pekan depan akan kita jadwalkan pertemuan lanjutan. Sebab sebagian besar lahan di kawasan itu telah dikavling oleh PT Bumi Mandalika Sejahtera,” tandasnya.
DPRD juga berkomitmen memfasilitasi mediasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan perusahaan demi mencari solusi yang adil.
Sementara itu Humas PT Bumi Mandalika Sejahtera, Lalu Marjawan, menyatakan pihaknya terbuka untuk berdialog.
“Intinya nanti akan diatur agar masyarakat nelayan tetap bisa beraktivitas. Kami siap memfasilitasi,” ungkapnya.
Kepala DPMPTSP Lombok Barat, Hery Ramadhan, juga meminta agar perusahaan memberikan ruang bagi nelayan.
“Kami minta agar PT Bumi Mandalika Sejahtera memberikan tempat parkir kapal bagi para nelayan. Persoalan ini sebenarnya sederhana,” tandasnya.(adi)