MATARAM – Sengketa antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) dan PT Lombok Plaza, terkait pengelolaan aset seluas 3 hektare di Jalan Bung Karno, Kota Mataram, memasuki babak baru.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB telah menetapkan mantan Direktur PT Lombok Plaza periode 2012-2016, DC, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama pemanfaatan lahan untuk pembangunan NTB Convention Center (NCC).
Meski status tersangka telah disematkan, Pemprov NTB tetap menagih kerugian yang dialami akibat penyimpangan kerja sama tersebut. Total kerugian ditaksir mencapai lebih dari Rp36 miliar.
“Kami tetap menagih juga uang jaminan pelaksanaan,” ujar Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudi Gunawan, di Mataram, Rabu (8/1/2025).
Pada 2013, Pemprov NTB dan PT Lombok Plaza menandatangani memorandum of understanding (MoU) pengelolaan aset tersebut.
PT Lombok Plaza dipilih sebagai pemenang beauty contest untuk membangun NTB Convention Center, dengan nilai investasi lebih dari Rp400 miliar. Namun hingga kini, tidak ada progres signifikan dari pembangunan tersebut.
Kerugian Pemprov NTB dalam kasus ini mencapai Rp36 miliar lebih, yang berasal dari beberapa komponen. PT Lombok Plaza tidak membayar kontribusi senilai Rp9 miliar lebih kepada Pemprov NTB dari 2016 hingga 2024.
Dalam kontrak, PT Lombok Plaza seharusnya membangun fasilitas Labkes dan Gedung PMI dengan nilai Rp12 miliar lebih. Namun, yang terealisasi hanya senilai Rp6 miliar, sehingga ada selisih Rp6 miliar.
PT Lombok Plaza tidak membayarkan uang jaminan pelaksana sebesar Rp21 miliar. Dalam perjanjian, uang jaminan ini dapat diambil kapan saja jika terjadi wanprestasi. “Tapi ternyata sampai tahun 2024 sampai sekarang tidak pernah dibayarkan,” herannya.
Pemprov NTB telah melayangkan somasi sebanyak tiga kali kepada PT Lombok Plaza. Namun, tidak ada respons konkret dari pihak perusahaan. Bahkan, pada somasi ketiga, PT Lombok Plaza justru meminta pengurangan nilai proyek sebesar Rp40 miliar, yang langsung ditolak Pemprov.
“Nilai itu tidak bisa ada perubahan. Alasan lain lagi Covid-19. Padahal Covid sudah lama berlalu. Setelah Covid-19 kemana,” ujar Rudi.
Rudi menduga gugatan yang diajukan PT Lombok Plaza terhadap Pemprov NTB adalah upaya untuk mengalihkan fokus dari tindak pidana korupsi menjadi perkara perdata.
“Dia menggugat wanprestasi, tapi tidak pernah mensomasi Pemprov sebelumnya. Ini hanya upaya menghambat. Kami melihat ada pihak-pihak tertentu yang berdiri di belakang mereka,” ujarnya.
Rudi juga mempertanyakan bonafiditas PT Lombok Plaza. Ia menilai perusahaan ini tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk memenuhi kewajibannya.
“Kalau sekarang mereka bilang ada investor baru yang mau membangun, itu artinya perusahaan ini hanya makelar. Saat memenangkan tender, seharusnya mereka sudah punya modal, bukan mencari investor baru setelahnya,” katanya.
Meski menghadapi berbagai tantangan, Pemprov NTB menegaskan akan terus menuntut PT Lombok Plaza untuk memenuhi kewajibannya dan menyelesaikan proyek sesuai kontrak. Langkah hukum tetap menjadi opsi yang akan diambil jika perusahaan tersebut tidak menunjukkan itikad baik.
“Sehingga lucu kalau sekarang dikatakan begitu mau membangun dia mau mencari investor baru. Berarti perusahaan tersebut makelar,” ujarnya. (rat)