MATARAM – Buntut adanya aduan dari warga negara asal Amerika Serikat, James Edward Omeara dan istrinya Markiani asal Lombok Barat, sejumlah anggota polisi yang bertugas di Lombok Utara dipanggil Propam Polda NTB. “Iya, kita dengarkan keterangan mereka hari ini,” ucap Wassidik Polda NTB AKBP I Putu Bagiartana, Jumat (15/12).
Yang dipanggil itu ialah Kasatreskrim Lombok Utara, Kapolsek Pemenang, Kanitreskrim Polsek Pemenang dan sejumlah penyidik Polsek Pemenang. Jika ditemukan adanya pelanggaran dalam menangani perkara yang dihadapi pasangan suami istri (pasutri) tersebut, maka pihaknya akan mengambil tindakan yang berlaku. “Kita tindak lanjut,” sebutnya.
Begitu pun sebaliknya, jika tidak ditemukan suatu yang melanggar seperti yang diadukan James dan Markiani, maka tidak akan dilanjutkan. “Jadi, kita lihat bagaimana keterangan mereka,” katanya.
James dan Markiani mengadu ke Propam Polda NTB Kamis (14/12) kemarin. Pengaduan itu tercatat dalam Surat Penerimaan Surat Pengaduan Propam dengan Nomor SPSP2/19/XII/2023/Bidpropam.
Saat ditemui di Polda NTB usai melayangkan pengaduan, Markiani mengaku dirinya dan suaminya merasa mendapat tindakan diskriminasi dari aparat penegak hukum Polsek Pemenang. Apa yang dialaminya itu berkaitan dengan prosedur penetapan suami bulenya menjadi tersangka kasus dugaan penggelapan speed boat.
“Pelapor melapor 19 Juni 2023, dan tanggal 3 Juli 2023 suami saya ditetapkan sebagai tersangka. Hanya berjarak dua minggu setelah menerima laporan, suami saya ditetapkan sebagai tersangka,” ucapnya.
Dalam proses menetapkan suaminya sebagai tersangka, menurutnya banyak hal yang janggal. Mulai dari adanya surat perintah penyelidikan, penyidikan, surat pemberitahuan terlapor hingga pemanggilan saksi. “Kami dikriminalisasi oleh salah satu oknum penyidik di Polsek Pemenang,” ujarnya.
Dugaan penggelapan dengan terlapor suaminya, seharusnya dirinya ikut menjadi saksi. Ia mengaku pernah dijadwalkan pemeriksaanya untuk dimintai keterangan oleh penyidik. Akan tetapi, Markiani mengaku pemeriksaan dirinya sebagai saksi dibatalkan hingga suaminya ditetapkan sebagai tersangka.
Sisi lain, dirinya sudah menyiapkan sejumlah dokumen yang menguatkan bahwa suaminya tidak bersalah. Harusnya persoalan ini bisa diselesaikan secara mediasi. Karena baginya, persoalan itu bukan perbuatan tindak pidana. “Saya bersama suami saya siap ganti rugi Rp 50 juta untuk menyelesaikan persoalan ini,” bebernya.
Dalam kasus yang menjerat suaminya, dilaporkan seorang warga KLU bernama Maswajik atas perintah bule bernama Brendan Muir asal Australia yang merupakan mitra bisnis speed boat suaminya.
Diceritakan, bisnis speed boat yang berlokasi di Teluk Nare, Kecamatan Pemenang, KLU itu merupakan bisnis kerja sama dengan 6 orang warga asing lainnya. Dan dalam menjalankan bisnis itu, speed boat-nya sempat mengalami kerusakan. Atas kerusakan itu, suaminya mengeluarkan uang Rp 65 juta untuk memperbaiki.
Sementara enam orang lainnya mengeluarkan uang masing-masing Rp 20 juta. Menjalankan bisnis itu, mereka sepakat untuk membagi hasil. Akan tetapi, selama tiga bulan, usahanya itu tidak mendapatkan keuntungan. “Tidak mendapatkan keuntungan, justru biaya operasionalnya lebih besar dari pendapatan,” ucapnya.
Berawal dari sana perdebatan bersama mitra bisnisnya terjadi. Padahal apa yang dialami itu rutin dilaporkan ke mitra kerja. Pada akhirnya, semua mitra itu meminta agar speed boat dikembalikan. Di satu sisi, Markiani dan James meminta agar uang untuk perbaikan speedboat itu dikembalikan. “Permintaan kami itu ditolak,” sebutnya. (sid)