Pemerintah Kabupaten Lombok Timur memiliki tim Search and Rescue (SAR). Sampai saat ini, SAR Unit Lotim masih eksis guna membantu masyarakat.
Jalaludin– Selong
Tim SAR Unit Lotim dibentuk tahun 2006 silam dengan anggota sebanyak 20 orang. Anggotanya dari beragam latar belakang seperti pecinta alam, pendaki, porter, guide, guru dan mahasiswa yang sama-sama memiliki kepedulian terhadap warga yang didera musibah. Dalam perjalanannya, tim SAR banyak membantu masyarakat yang tengah mendapatkan musibah atau kecelakaan. “Bermula dari pemikiran teman-teman yang selama ini eksis peduli yang berasal dari pecinta alam dan lingkungan, pendaki, guide dan porter dalam perjalannya sering terjadi hal-hal yang diluar perkiraan,” kata Ketua Unit SAR Lotim, H Lukmanul Hakim Kamis kemarin (30/3).
Saat itu, belum ada Basarnas di Lotim. Unit SAR Lotim tugas utamanya melakukan pencarian dan penyelamatan. Dalam melaksanakan tugas hanya mengandalkan tekad dan insting dan tidak didukung oleh ilmu yang memadai tentang bagaimana melakukan pencarian dan penyelamatan terhadap korban kecelakaan di gunung atau di hutan saat itu. “ Kemudian kami bekerja sama dengan Basarnas di Mataram dan pusat agar dilatih secara khusus tentang ilmu yang perlu kami miliki terkait bagaimana mencari dan menyelamatkan korban khususnya yang ada di Lotim,” ujarnya.
Tahun 2008, anggota tim SAR ini lalu mendapatkan pendidikan dan pelatihan (diklat) selama dua minggu . Diklat diikuti dua angkatan. Jumlah anggotanya bertambah menjadi 33 orang. Mereka mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) Nasional. Saat awal berdirinya, Unit SAR Lotim fokus pada vertikal resque (khusus penyelamatan korban di hutan dan gunung dan sejenisnya). Setelah mengikuti diklat, berkembang dari vertikal resque menjadi jungel resque (masih penyelamatan di sekitar hutan). Setelah itu mendapakan ilmu tentang teknik pemadaman kebakaran dan penyelamatan di dalam air. Dengan demikian maka Unit SAR Lotim seudah berhak menyandang predikat sebagai resquer (penyelamat) hingga bisa ikut di semua penyelamatan bersama dengan Basarnas di berbagai daerah di NTB dan Pos SAR Kayangan khusus di Lotim. “Kita merupakan satu-satunya unit SAR di NTB yang mendapatkan SK Bupati,” ungkapnya.
Di setiap aksi di lapangan, anggota SAR sering mendapat bantuan elemen lain. Keikutsertaan mereka, semata-mata karena berangkat dari rasa peduli terhadap sesama. “Rekrutmen personel ini atas kemauan mereka sendiri dan kami sama sekali tidak digaji. Kalau ada pergerakan kami lakukan dengan swadaya. Kami tidak pernah mengambil keuntungan dari keluarga korban baik berupa materi dan sebagainya,” paparnya.
Meski tidak digaji namun semangat mereka tetap tinggi untuk dapat menyelamtkan orang lain. Padahal, tidak jarang nyawa mereka sering dipertaruhkan dalam bertugas.
Baru pada tahun 2009 lembaga ini kemudian mendapat perhatian pemerintah. SAR Unit Lotim mendapatkan hibanh dari pemkab sebesar Rp 50 juta hingga Rp 100 juta pertahun melalui dana APBD. Namun dana ini tidak untuk membayar gaji melainkan untuk biaya operasional termasuk makan minum selama operasi, serta untuk pengadaan peralatan penyelamatan. Meski tidak cukup namun dana ini membantu bagi aktivitas dan operasional selama ini.
Namun demikian masih ada kendala yaitu masalah mobiliasi. Tim SAR sering terlambat dalam melaksanakan operasional lantaran sarana transportasi yang hampir tidak memadai. Dimana hanya didukung oleh satu unit kendaraan tua bekas mobil operasional Koperasi Listrik Pedesaan (KLP) Sinar Rinjani. Mobil diservis dan dirakit sehingga bisa digunakan mendukung operasional. “Anggota sering terpaksa cari tumpangan dan menggunakan kendaraan sendiri, karena kapasitas daya angkut yang terbatas,” jelasnya.
Setelah adanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), maka badan ini menjadi induk SAR Unit Lotim. Tim SAR ini juga mendapatkan dukungan peralatan yang memadai dan berstandar oleh Pos SAR Kayangan. Namun Lukman berharap ada perhatian yang memadai dari pemerintah sehingga operasional kedepan lebih baik dan cepat guna dapat membantu masyarakat yang terkena musibah.(*)