Sanding Data tanpa Hasil, Warga Lingkar KEK Mandalika Kecewa

SANDING DATA: Suasana pertemuan penyandingan data antara masyarakat dengan PT. ITDC, terkait sengketa lahan yang berlangsung di Gedung Sangkareang, Kompleks Kantor Gubernur NTB, Selasa (6/12). (FAISAL HARIS/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Puluhan warga lingkar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika mengaku kecewa dengan pertemuan penyandingan data yang difasilitasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, antara warga dengan PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), terkait klaim sengketa lahan di KEK Mandalika yang kini menjadi lokasi Sirkuit Mandalika.

“Kami kecewa sama atas pertemuan ini. Tidak ada hasil sama sekali. Lebih baik kita kembali kuasai lahan, kalau prinsipnya seperti ini,” sesal Sibawaih, salah satu warga yang mengklaim tanahnya belum dibayar usai pertemuan di Gedung Sangkareang Kompleks Kantor Gubernur NTB, Selasa (6/12).

Dalam pertemuan tersebut, kata Sibawaih, pihak ITDC memaparkan bahwa dia punya dokumen kepemilikan yang sah sesuai putusan pengadilan. Tetapi menurutnya, apa yang menjadi putusan pengadilan itu harus dilihat kondisi riil di lapangan. Jangan hanya mengaku bahwa memiliki data, tapi tidak bisa dibuktikan secara rill di lapangan.

“Makanya ini perlu kita sandingkan data yang kami miliki, dengan data yang dimiliki ITDC, dengan mengecek ke lapangan. Berapa luasan riilnya yang dipertahankan oleh warga. Putusan pengadilan berapa luasannya, itu yang perlu dicek ke lapangan,” katanya.

Sebab, menurut Sibawaih, jangan sampai hanya mengandalkan hasil putusan dari pengadilan, yang kemudian mengisukan ke publik bahwa masyarakat tidak memiliki hak atas lahan tersebut. Pasalnya, secara fisik di lapangan masih banyak masyarakat yang belum menerima pembayaran atas lahan yang diklaim PT. ITDC.

Termasuk lahan yang dimilikinya seluas seluas 6 hektare. Baik lahan yang berada didalam Sirkuit Mandalika maupun yang berada diluar sirkuit. “Jadi itu kita pertahankan. Luas lahan saya ada enam hektar, sementara putusan inkracht pengadilan ada sekitar 40 are. Makanya perlu dicek di lapangan, karena itu faktanya. Dan sama sekali belum ada bayaran serupiah pun,” ungkapnya.

Hal sama juga disampaikan Juru Bicara Aliansi Pejuang Lahan KEK Mandalika, M. Samsul Qomar, yang mengaku sangat kecawa atas pertemuan yang tidak ada hasil sama sekali. Untuk itu, ia meminta Pemprov NTB, dalam hal ini Biro Hukum Setda NTB supaya mengadakan kembali pertemuan. Mengingat tidak ada titik temu yang dihasilkan. “Jadi kita minta Kepala Biro Hukum Setda NTB untuk menjadwalkan kembali pertemuan ini. Jadi harus ini. Karena sama sekali tidak ada hasil pertemuan,” ujarnya.

Baca Juga :  Bulldozer Bandara Mogok, Empat Pesawat Gagal Mendarat

Dikatakan Qomar, dalam pertemuan tersebut, pihak PT. ITDC tidak siap soal data. Bahkan ia menduga jika PT. ITDC tidak memiliki data atas lahan yang diklaim selama ini yang sudah dibayarkan kepada warga. “Kalau warga kan sudah jelas memiliki data, dan sudah diserahkan,” katanya.

Ia menyebut jumlah warga yang telah menyerahkan data sebanyak 79 Kepala Keluarga (KK), dengan luas lahan sekitar 109 hektar. Namun tidak menutup kemungkinan ada tembahan sekitar 10 sampai 15 warga yang akan menyerahkan data. “Jadi totalnya sekitar seratusan orang. Intinya kami sangat kecewa atas pertemuan ini, yang seharusnya bisa disandingkan data antara data yang dimiliki warga dengan data yang dimiliki ITDC,” ucapnya.

Sementara Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTB, Lalu Rudy Gunawan mengatakan bahwa mengenai teknis pelaksanaan sanding data akan dilakukan dengan mengumpulkan data dari masyarakat. Kemudian pihak ITDC akan melakukan jawaban atas data yang dikemukakan oleh masyarakat tersebut.

“Memang sengaja kami agendakan acara ini sanding data. Dimana data dari masyarakat kami kumpulkan, setelah itu kita rekap. Selanjutnya data yang sudah kita rekap ini disampaikan kepada ITDC, dan ITDC juga ada persiapan merekap juga dari datanya untuk kemudian menyandingkan data dari masyarakat tadi,” katanya.

Ia menjelaskan, pada pertemuan awal ini, pihak ITDC akan menyandingkan data masyarakat berupa data awal nama dokumen, selanjutnya akan dilakukan pembuktian data fisik. “Ini sanding data dulu, belum ke arah fisik. Misalkan Amaq Kemin datanya pakai ABC, maka ITDC menyampaikan ABC juga. Data ini kita lihat fisiknya mana. Besok kita minta data fisiknya mana, sehingga disandingkan secara langsung,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa akan ada pertemuan tertutup pihak ITDC dengan masyarakat yang mengklaim atas lahan yang belum dibayar. Sebab, data yang akan disandingkan tersebut merupakan data negara yang tidak bisa dibuka secara publik.

“Jadi kalau dibuka di forum umum data fisik enggak bisa dong, karena mereka (ITDC) punya aturan sendiri, rahasia negara. Tapi nanti akan ada waktunya, siap untuk membuka fisik data. Tapi nanti secara tertutup yang berkepentingan saja, pengklaim dan pihak ITDC secara bergiliran,” ucapnya.

Sementara itu, Vice President Legal and Risk Management ITDC, Yudhistira Setiawan mengatakan, bahwa pada prinsipnya untuk pembukaan data atau penyandingan data secara hukum, pihak ITDC hanya memiliki tanggung jawab membuka data tersebut di pengadilan, bukan untuk diketahui publik.

Baca Juga :  Dewan Kritisi Penanggulangan Kemiskinan

“Secara  hukum sebenarnya kami tidak punya kewajiban untuk penyandingan data atau pembukaan data dokumen. Karena itu data dokumen rahasia negara. Tidak dapat kapanpun dibuka untuk publik. Karena ini sifatnya tertutup persandingan data ini. Kami sebenarnya memiliki pendirian, apabila pembukaan data itu seharusnya di persidangan,” ungkapnya.

Namun karena ada itikad baik untuk segera menyelesaikan persoalan lahan di KEK Mandalika, maka pihaknya bersedia dilakukan penyandingan data. Dengan harapan ke depannya, tidak ada lagi klaim-klaim yang muncul di kemudian hari.

“Kami beritikad baik, bahwa permasalahan ini harus segera diselesaikan. Dalam artian bahwa setelah nanti kami melakukan penyandingan data dengan pihak masyarakat yang difasilitas oleh Satgas. Kami harap ini penyelesaian secara menyeluruh,” katanya.

Ia juga mengatakan bahwa ITDC tidak bisa dipaksa bayar di meja perundingan, dan harus melalui putusan pengadilan. Karena kalau tidak bayar semuanya lahan yang diklaim tersebut, maka KPK akan turun. “Bukan saja kami yang membayar, tapi yang menerima juga akan diperkarakan oleh hukum,” terangnya.

Dijelaskan juga, untuk pembayaran lahan yang diklaim oleh masyarakat tidak serta merta dapat dilakukan setelah dilakukannya adu data tersebut. Jika dari hasil sanding data, bukti kepemilikan ITDC tidak kuat, sebaliknya data kepemilikan warga yang lebih kuat, maka akan diselesaikan lewat pengadilan.

“Jadi yang  harus dilakukan ketika masyarakat memiliki bukti yang kuat setelah melakukan verifikasi, silakan ajukan gugatan di pengadilan,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan, bahwa ITDC sekalu pengelola KEK Mandalika pernah kalah dalam sengketa lahan KEK Mandalika HPL 73. Dimana dalam putusan pengadilan ITDC melepaskan HPL 73 kepada pemilik aslinya. Namun ketika akan dilakukan eksekusi, ada kesepakatan dengan pihak yang dimenangkan oleh pengadilan untuk dilakukan ganti rugi. Sehingga, ITDC baru dapat membayar ganti rugi lahan HPL 73 tersebut.

“Ganti rugi kepada masyarakat terkait dengan tumpang tindih sertifikat hanya dengan putusan pengadilan. Tidak bisa kita (selesaikan) di forum seperti ini, duduk sama-sama, kemudian ITDC bayar. Semua itu harus dengan prosedur pengadilan. Kalau kami (ITDC) kalah di pengadilan, kami bayar,” tegasnya. (sal)

Komentar Anda