Saksi Ungkap Mantan Kades Barejulat Beli Avanza dan Truk

BERSAKSI: Jaksa penuntut menghadirkan 4 orang perangkat Desa Barejulat sebagai saksi. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Korupsi Dana Desa Barejulat tahun 2019-2020 kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Rabu (7/8). Dalam sidang lanjutan tersebut, jaksa penuntut menghadirkan empat  perangkat desa sebagai saksi untuk terdakwa Selim, mantan Kepala Desa (Kades) Barejulat dan mantan Kaur Keuangan Barejulat Ahmad Hurairi.

Masing-masing saksi itu ialah Rozi Arpan selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Barejulat, Kaur Perencanaan bernama Saleh Hambali, Kasi Kesejahteraan bernama Hanipah. Saksi terakhir ialah Asri Yusup selaku Kasi Pemerintahan.

Dalam kesaksian, terungkap bahwa terdakwa Selim sudah dapat membeli sebuah mobil Avanza dan satu dump truk selama periode dua tahun itu. “Kalau yang saya lihat, Pak Selim beli mobil Avanza dan truk,” kata saksi bernama Rozi Arpan dan Saleh Hambali saat memberikan kesaksian, Rabu (7/8).

Kedua saksi menyatakan demikian usai menjawab pertanyaan yang dilontarkan salah satu perwakilan jaksa penuntut. Berkaitan dengan melihat penambahan kekayaan terdakwa Selim, seperti mobil saat menjabat sebagai kades pada tahun 2019-2020.

Selain membeli mobil pada dua tahun itu, jaksa penuntut juga menanyakan saksi soal penambahan kekayaan Selim dari segi tanah dan sapi. Saksi juga tak mengelak jika terdakwa Selim memiliki tanah dan sapi pada tahun 2019 dan 2020. “Iya, ada,” kata saksi.

Sedangkan untuk terdakwa Ahmad Hurairi, para saksi mengaku tidak mengetahui pasti apakah kekayaan Ahmad Hurairi bertambah atau tidak. Para saksi hanya melihat bahwa terdakwa Ahmad Hurairi pernah merenovasi dapur rumahnya, saat itu.  “Cuma pernah lihat renovasi dapur rumahnya saja,” ungkap saksi.

Baca Juga :  Tiga Rekanan dari KSB Diklarifikasi Kasus Masker Covid-19

Sebelumnya, jaksa penuntut saat membacakan dakwaan terungkap bahwa banyak kegiatan desa yang difiktifkan oleh kedua terdakwa pada tahun 2019-2020. “Perbuatan kedua terdakwa dalam melakukan penyusunan APBDes banyak memasukkan kegiatan fiktif. Ada juga melebihi pembayaran kegiatan,” kata jaksa penuntut umum yang diwakili Sainrama Pikasani Archimada saat membacakan dakwaan.

Perbuatan kedua terdakwa tersebut bertentangan dengan pasal 2 ayat 1 Permendagri nomor 20 tahun 2018. Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 505 juta, berdasarkan hasil audit kerugian negara oleh Inspektorat Loteng dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.

Awalnya Sainrama menyebut terdakwa Selim memerintah terdakwa Ahmad Hurairi selaku Kaur Keuangan Desa Barejulat, untuk mencairkan dana APBDes dari rekening kas desa di Bank NTB Syariah, Cabang Praya.

Pencarian itu dilakukan tanpa mekanisme yang berlaku pada tahun 2019 lalu. “Terdakwa Selim sempat meminta surat pembayaran penggunaan uang yang dibuat oleh Ahmad Hurairi dengan perintahnya (terdakwa Selim),” ungkapnya.

Dalam pencarian anggaran tahun 2019-2020 sebesar Rp 2,3 miliar itu tidak dilakukan verifikasi terlebih dahulu oleh petugas desa. Itu berdasarkan atas perintah kedua terdakwa.

Perbuatan kedua terdakwa itu bertentangan dengan Pasal 30, Pasal 51, Pasal 53, Pasal 54, dan 55 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tata Kelola Keuangan Desa. “Pencairan APBDes tahun 2019-2020 tanpa prosedur yang sah,” ungkapnya.

Baca Juga :  Sudah Ada Calon Tersangka Korupsi Proyek Jalan Gunung Tunak

Dikatakan, terdakwa Ahmad Hurairi memberikan uang tunai ke terdakwa Selim tanpa dilakukannya pencatatan dalam buku kas desa. Juga tidak didukung pengeluaran yang sah dari rekening kas desa. Tidak hanya itu, terdakwa Ahmad Hurairi dalam pembuatan rencana anggaran biaya (RAB) dari setiap kegiatan desa tanpa sepengetahuan terdakwa Selim.

Berdasarkan hasil audit kerugian negara oleh Inspektorat Loteng dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB tanggal 10 Juli 2023, keseluruhan anggaran yang dikeluarkan tidak dilaksanakan sepenuhnya untuk kegiatan desa yang telah dilaksanakan sesuai rancangan APBDes tahun 2019-2020.

“Digunakan untuk kepentingan pribadi. Kedua terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 505 juta, sebagaimana surat hasil audit BPKP NTB Nomor PE.03.03/ST/33./25/2023 tanggal 10 Juli 2023,” ujarnya.

Ada juga kegiatan yang sama sekali tidak dilaksanakan langsung oleh kedua terdakwa. Bahkan, ada juga kegiatan yang belum dibayar atau masih terutang yang dilakukan tidak sesuai dengan APBDes yang dilampirkan dalam laporan keuangan.

“Dibuat seolah-olah kegiatan tersebut telah lunas kepada penyedia barang dan jasa. Selain itu, perbuatan kedua terdakwa dalam melakukan penyusunan APBDes banyak memasukkan kegiatan fiktif,” ucap dia.

Atas perbuatannya, kedua terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (sid)

Komentar Anda