Ruslan Diduga Melanggar Kode Etik DPRD

Mori Hanafi (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Ulah anggota DPRD Provinsi NTB, Ruslan Turmuzi dari partai PDI-P diduga telah melanggar kode etik sebagai wakil rakyat. Pasalnya, Ruslan dianggap telah menyebarkan informasi yang tidak benar kepada publik melalui media massa dan media sosial. Masalah ini, berawal dari perjalanan dinas dua pimpinan DPRD NTB dan beberapa anggota komisi II bersama Dinas Pariwisata dan serta Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB ke Jerman belum lama ini. Ruslan menuding perjalanan tersebut melanggar aturan.  Menurut Ruslan, perjalanan anggota DPRD NTB tersebut tidak memiliki izin. Kemudian, sumber dana yang digunakan berasal dari BPPD. Padahal menurut Ruslan, tidak boleh wakil rakyat melakukan perjalanan dinas tanpa izin. Apalagi, sumber dana yang digunakan berasal dari dana hibah BPPD, hal itu jelas melanggar aturan.

Pimpinan DPRD NTB yang berangkat ke Jerman yaitu Hj Baiq Isvie Rupaedah dan Mori Hanafi

sangat menyesalkan ulah Ruslan Turmuzi yang menyebarkan informasi tidak benar. “Apa salahnya bertanya dulu, secara etika Pak Ruslan sudah langgar,” ucap Mori Hanafi kepada Radar Lombok, Minggu  kemarin (19/3).

[postingan number=3 tag=”mataram”]

Ditegaskan Mori, kunjungan ke Jerman sudah jelas ada izinnya dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sedangkan sumber pembiayaan perjalanan bukanlah dari BPPD, tetapi DPRD diajak oleh Dinas Pariwisata NTB sehingga semua biaya ditanggung oleh dinas tersebut.

Mori bersama anggota DPRD NTB yang telah berangkat ke Jerman, berencana untuk melaporkan masalah ini kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB. Mengingat, telah merusak nama baik wakil rakyat, apalagi dianggap pergi pelesiran atau jalan-jalan dengan uang Negara. “Sudah kita pikirkan untuk melapor ke BK, karena secara etika dia sudah melanggar,” ujarnya.

Baca Juga :  Tidak Transparan, Penjualan Saham Dipersoalkan

Meskipun ada rencana akan membawa masalah ini ke BK, Mori sendiri ingin membicarakannya terlebih dahulu dengan anggota lain yang ikut berangkat.  Mori tidak ingin mempertontonkan nuansa kisruh  para wakil rakyat ke publik.

Oleh karena itu, dirinya akan menunggu perkembangan lebih lanjut. Apabila Ruslan masih terus menyebarkan informasi yang tidak benar, maka melaporkan masalah ini ke BK adalah langkah yang akan diambil. “Kita terus diskusikan masalah ini dengan teman-teman yang ikut, insya Allah besok akan kita diskusikan lagi untuk putuskan langkah yang akan diambil,” kata Mori.

Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB, H Burhanuddin dari partai Hanura mengaku sudah mendengar adanya kisruh yang terjadi di internal DPRD. Bahkan, ia sendiri yang duduk di komisi II sempat dicatut namanya telah pergi ke Jerman.

Menurut Burhanuddin, masalah ini akan dibahas di internal BK terlebih dahulu. Mengingat, BK merupakan sebuah lembaga yang tidak bisa diwakili pernyataannya oleh satu orang. “Soal dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Pak Ruslan, saya harus internalisasi dulu. Besok Senin kita bicarakan dengan ketua BK juga, apalagi saya yang tidak pergi disebut sudah pergi juga,” ucapnya.

Selain melakukan internalisasi, dia menilai akan lebih baik jika ada  laporan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan.  Adanya laporan akan menguatkan BK dalam melakukan pendalaman dan penindakan. “Kita tunggu laporannya juga kalau ada yang dirugikan, pasti kita tindaklanjuti,” tegas Burhan.

Sementara itu, Ruslan Turmuzi tetap kokoh dengan pendapatnya. Politisi yang duduk di komisi IV tersebut yakin bahwa perjalanan pimpinan DPRD  NTB dan anggota komisi II ke Jerman telah melanggar aturan.

Baca Juga :  Imam Kafali Segera Dilantik Sebagai Ketua DPRD Lobar

Ditegaskan Ruslan, pimpinan dan anggota DPRD yang telah pergi ke Jerman melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2006 tentang Perubahan kedua atas PP nomor 24 tahun 2004 tentang Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD.

Menurut Ruslan, DPRD boleh melakukan kunjungan keluar negeri asalkan dianggarkan melalui sekretariat DPRD. Apabila anggaran perjalanan bersumber dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), maka itu melanggar aturan. “Kalau dianggarkan oleh SKPD, itu tidak boleh. Apalagi dianggarkan oleh BPPD yang merupakan dana hibah,” terangnya.

Selain mempersoalkan kunjungan DPRD ke Jerman, Ruslan juga akan mendorong aparat penegak hokum (APH) untuk melakukan audit khusus terhadap Dinas Pariwisata dan BPPD NTB. “Aturan itu untuk dijalankan, bukan dilanggar,” ujar Ruslan.

Sumber anggaran perjalanan pimpinan DPRD NTB dan anggota komisi II, sudah jelas bukan berasal dari sekretariat, namun dibiayai oleh Dinas Pariwisata NTB. Terkait hal itu, beberapa pakar hukum NTB menilai bukan sebuah pelanggaran.

Guru Besar bidang hokum di Universitas Mataram, Prof Galang Asmara memberikan pendapatnya. “Kalau mengatasnamakan DPRD tidak bisa (tidak sah – red), tapi kalau dia diundang oleh SKPD, tidak apa-apa jadi tanggungan SKPD,” jawab Prof Galang.

Perjalanan ke Jerman, bisa dianggap pelanggaran jika hanya DPRD NTB yang berangkat, namun dibiayai oleh SKPD. Apabila anggota DPRD NTB ikut ke Jerman karena diundang atau diajak oleh Dinas Pariwisata, tentunya diperbolehkan biayanya ditanggung Dinas Pariwisata. (zwr)

Komentar Anda