Rumah Mantan Direktur RSUD Sumbawa Digeledah

Tersangka Dugaan Suap dan Gratifikasi

Indra Zulkarnaen (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa menggeledah rumah mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa, dr. DHB tersangka dugaan korupsi pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Sumbawa tahun 2022.

Rumah tersangka yang digeledah tersebut bertempat di Lingkungan Jurulane, Kelurahan Brang Bara, Kecamatan Sumbawa. “Penggeledahan berdasarkan surat dari Pengadilan Negeri (PN) Sumbawa,” kata Kasi Pidsus Kejari Sumbawa Indra Zulkarnaen, Senin (31/7).

Surat penetapan penggeledahan dari PN Sumbawa itu dengan nomor 49/penpid.B -GLD/2023/PN Sbw dan surat permohonan penyidik nomor B-1078/N.2.13/fd.2/07/2023 tanggal 14 Juli 2023. “Sebelumnya kami sudah memperoleh izin menggeledah. Sebelumnya juga pernah di RSUD Sumbawa,” sebutnya.

Tujuan penggeledahan, guna melengkapi dokumen penyidikan dalam kasus tersebut. Salah satu fokus penggeledahan mengenai status kepemilikan tempat tinggal. “Menurut keterangan dari istri tersangka bahwa surat-menyurat yang berkaitan dengan objek tersebut, berada di deposit box di BSI,” ujarnya.

Dari kesepakatan bersama penasihat hukum tersangka, surat tempat tinggal akan diserahkan dalam waktu dekat. “Melalui kuasa hukumnya, yang bersangkutan bersedia menyerahkan kepada kami di hari kemudian, jika sudah diambil di deposit box BSI Sumbawa,” sebutnya.

Baca Juga :  Dugaan Penerimaan Fee DAK 2022, Kabid SMA Dikbud NTB Diklarifikasi Polda

Mengenai dokumen lain, Indra meyakini tidak ada yang diamankan dari rumah tersangka. “Tidak ada,” timpalnya.

Menyinggung akankah penyidik melakukan penyitaan terhadap barang milik tersangka, belum disimpulkan secara pasti. “Kami dapatkan dulu berkasnya, diserahkan dulu baru kita tahu apa yang akan disita,” bebernya.

Penyidik menetapkan DHB sebagai tersangka karena menerima fee hampir Rp 2 miliar dari sejumlah rekanan pengadaan barang dan jasa di RSUD Sumbawa. Penerimaan fee itu disebut ada unsur paksaan. Unsur paksaan itu juga diakui rekanan dan juga menurut ahli bahasa.

Fee yang diterima tersangka tidak diambil sendiri. Melainkan melalui seseorang berinisial Z. Perantara ini, informasinya orang kepercayaan tersangka.

Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 dan 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 65 ayat (1) KUHP yang akan dialternatifkan dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga :  Penanganan Kasus Bibit Sapi Pokir DPRD Lobar Belum Tuntas

Berdasarkan informasi, pengadaan barang dan jasa yang dilelang menggunakan mekanisme penunjukkan langsung. Proyek itu di antaranya pengadaan alkes DRX Ascend System dengan nilai Rp1,49 miliar dan Mobile DR senilai Rp1,04 miliar. Hal ini berbenturan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Nomor 16/2015 tentang PBJ pada BLUD RSUD Sumbawa dan Perpres Nomor 16/2018 tentang PBJ Pemerintah.

Ada juga penyimpangan anggaran jasa pelayanan kesehatan (jaspelkes). Di mana Direktur RSUD, diduga mendapatkan keistimewaan sekian persen. Katanya, itu mengacu pada Peraturan Direktur RSUD Sumbawa Nomor: 82/2021 tentang Pembagian Jaspelkes pada RSUD Sumbawa.

Dalam Peraturan Direktur RSUD Sumbawa itu, sejumlah unsur pimpinan mendapat remunerasi jaspelkes dengan total 5 persen. Pembagiannya 3 persen untuk kinerja direktur; 0,77 persen kinerja kabag TU; 0,73 persen kinerja kabid pelayanan; dan 0,5 persen kinerja kabid keperawatan.

Sisi lain, pengaturan jaspelkes harus mengacu pada Permendagri Nomor 79/2018 tentang BLUD yang berisi tentang Aturan Pembagian Remunerasi yang menggunakan peraturan kepala daerah, bukan peraturan Direktur RSUD Sumbawa. (sid)