Revisi UU Pemilu, Panwaslu Diusulkan Permanen

ILUSTRASI PANWASLU

MATARAM—Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) Nomor 8 Tahun 2012 sedang dilangsungkan di DPR RI. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten kota diusulkan tidak lagi menjadi lembaga adhoc, tapi menjadi lembaga permanen.

"Dengan keberadaan Panwaslu permanen dapat menghasilkan pengawasan yang efektif. Baik dalam proses pengawasan tahapan pemilu maupun dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dana hibah," kata Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) NTB, Muhammad Khuwailid, kepada Radar Lombok, kemarin (18/1).

Dikatakan, saat ini Panwaslu kabupaten kota masih bersifat adhoc (panitia), bukan lembaga permanen. Hal itu berbeda dengan  Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang secara struktural telah permanen sampai tingkat kabupaten kota.

Karena itu, dalam revisi UU Pemilu sedang digodok di DPR RI terus diupayakan memperkuat kelembagaan Bawaslu.  Menurutnya, dengan pengawasan dilangsungkan efektif, maka hal itu akan menjadi masukan positif bagi pembentuk undang-undang untuk mempertimbangkan Panwaslu di tingkat kabupaten kota menjadi permanen. 

Baca Juga :  Bappeda Tarik Draf Revisi Perda RTRW

“Kami tidak henti-hentinya memperjuangkan kesetaraan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu,” ucap mantan Ketua KPU Lombok Tengah itu.

[postingan number=3 tag=”panwaslu”]

Sesuai Undang-Undang Pemilu pembentukan Panwaslu kabupaten kota dilakukan satu bulan sebelum tahapan pilkada digelar serta  pembubaran dua bulan usai pelantikan kepala daerah terpilih. Dengan kondisi Panwaslu bersifat adhoc, acap kali mempersulit kerja bagi Bawaslu. Pasalnya, banyak laporan pengawasan pilkada harus disampaikan Panwaslu diambil alih pertanggung jawaban penyampaian oleh Bawaslu.

Dikarenakan, sesuai  UU Pemilu Panwaslu harus dibubarkan dua bulan usai pelantikan kepala daerah terpilih. Selain itu, diusulkan pula dalam revisi UU Pemilu penganggaran bagi Bawaslu tidak lagi berasal dari APBD, tapi sepenuhnya anggaran bagi Bawaslu ditanggung APBN.

Baca Juga :  Jelang Pemilu, Permintaan Amplop Meningkat

Pasalnya, dari berbagai pengalaman pilkada sebelumnya, keterlambatan pencairan anggaran berdampak terhadap tidak optimalnya fungsi pengawasan. "Belum lagi kalau anggaran Bawaslu di politisasi makin membuat kerja Bawaslu makin sulit dan rumit. Sehingga penganggaran APBN sebagai solusi terbaik bagi Bawaslu," jelasnya.

Meskipun dalam pilkada serentak 2015 sudah ada perubahan mekanisme pengelolaan dan pertanggung jawaban dana hibah yang diperuntukkan bagi Bawaslu maupun Panwaslu kabupaten kota dalam rangka pengawasan pilkada mengikuti pola pertanggung jawaban dana hibah dari APBN. Namun hal itu belum cukup jika alokasi penganggaran pengawasan tetap bersumber dari APBD.

"Sekali-kali biaya pengawasan bersumber dari APBN," pungkasnya. (yan)

Komentar Anda