Rentan Terjadi Permainan

MATARAM–Kebijakan kejaksaan dan kepolisian yang tidak akan mempublikasikan penanganan kasus korupsi di tingkat penyelidikan dinilai sebagai sebuah kemunduran penegakan hukum.

Kebijakan ini akan membatasi akses masyarakat melakukan pengawasan dan mengkebirian hak publik untuk mendapatkan informasi secara utuh dan obyektif. ''Dengan semakin tertutupnya penegakan hukum dalam penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi, tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi. Lagi pula siapa yang bisa menjamin dengan tertutupnya penanganan kasus tidak akan ada permainan?,'' kata Direktur Lesa Demarkasi Hasan Masat, Minggu kemarin (24/7).

Pengawasan penanganan kasus tindak pidana korupsi justru akan lebih efektif dimulai dari awal termasuk dari proses penyelidikan.  Tahapan-tahapan inilah yang dianggap rawan karena sangat menentukan kelanjutan penanganan kasus korupsi.

Menurutnya, seyogyanya kinerja kepolisian  dan kejaksaan ditingkatkan, bukan malah menerapkan kebijakan-kebijakan sesat  yang akan mencoreng nilai demokrasi. '' Langkah mundur ini harus ditolak karena bagian dari pelemahan  civil society dalam memonitoring  dan mengawasi proses penegakan hukum yang bersih dan sehat,'' tegasnya.

Senada Bustami Taifuri dari LSM Suaka menegaskan, kebijakan ini akan membuat masyarakat semakin pesimis terhadap aparat penegak hukum terutama dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.  Sejauh ini, kasus-kasus yang berhasil dituntaskan baik kejaksaan maupun kepolisian masih terbilang sedikit, apalagi jika aparat penegak hukum semakin tertutup.'' Coba kita lihat belakangan ini, berapa sih kasus korupsi yang berhasil dituntaskan?. Malah yang banyak di-SP3,'' katanya.

Baca Juga :  Dikbud Mataram Tepis Isu Permainan Dana BOS

Kebijakan ini dinilainya sebagai kemunduran hukum. Hal semacam ini terjadi masa Orde Baru dimana proses penegakan hukum dilakukan serba tertutup. ''Ini bertentangan dengan azaz keterbukaan publik. Lagipula sikap tertutup ini akan memunculkan kekhawatiran rentannya terjadinya dugaan permainan dalam penanganan kasus,'' tegasnya.

Dikatakan Bustami, keterbukaan itu menjadi keniscayaan. Apalagi menyangkut penanganan kasus-kasus korupsi. Sudah menjadi kewajiban aparat hukum selalu terbuka kepada publik. '' Sikap tertutup ini justru akan melemahkan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Jika ini terjadi, maka implikasinya besar termasuk kemiskinan karena itu harus dilawan,'' ujarnya.

Sebelumnya, Kajati NTB  Tedjolekmono mengatakan,    tidak mengekspose kasus dugaan tindak pidana korupsi di  tingkat penyelidikan ke media.  Kebijakan ini sebagai tindaklanjut lima instruksi  Presiden RI kepada  aparat penegak hukum. Ekspose baru bisa dilakukan pada tingkat penuntutan. " Kalau ditahap lid (penyelidkan, red) tidak akan dipublikasikan. Nanti akan disampaikan di tahap penuntutan," ujarnya.

Baca Juga :  MI NW Penyengir Hidupkan Permainan Tradisional

Tedjolekmono berdalih  kejaksaan membatasi dan tidak menginformasikan pada saat proses penyelidikan karena belum menjadi kaidah demi hukum atau Undang-Undang (Pro Justicia). Dengan kata lain belum bisa menjadi konsumsi publik dan sifatnya masih rahasia. " SOP (standar operasional prosedur) di kejaksaan juga selama ini seperti itu," imbuhnya.

Dia meminta masyarakat untuk tidak menyalahkan kejaksaan karena dianggap menutup informasi dan tidak terbuka. " Kami bukannya tidak terbuka. Karena memang tidak semua informasi bisa diberikan kepada publik. Nanti pada tahapan penuntutan akan diinformasikan," bebernya.

Sebelumnya, Kabag Penum Div Humas Mabes Polri Kombes Pol Martinus Sitompul saat memberikan keterangan di Mapolda NTB mengatakan seluruh jajaran kepolisian diminta untuk menjalankan instruksi yang disampaiakn oleh Presiden tersebut.  Terhadap kasus tindak pidana korupsi yang ditangani kepolisian tidak diekspose ditingkat penyelidkan. Kasus tersbut baru bisa diekpose ditahap penuntutan. " Instruksinya seperti itu dan diminta kepada seluruh Polda diseluruh Indonesia untuk menjalankan," ujarnya.(yan)

Komentar Anda