Rencana Kereta Gantung Rinjani Ditolak

Rencana Kereta Gantung Rinjani Ditolak
KERETA GANTUNG : Inilah animasi kereta gantung dengan latar tempat start di Karang Sidemen, Loteng.( DINAS LHK FOR RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pemerintah Provinsi NTB di bawah kepemimpinan Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi), mendukung penuh rencana pembangunan kereta gantung ke gunung Rinjani. Rencana tersebut dinilai akan memajukan sektor pariwisata NTB. Berbeda halnya pada masa kepemimpinan TGB M Zainul Majdi dan Muhammad Amin (TGB-Amin). Rencana pembangunan kereta gantung ditolak dengan tegas. Pasalnya, hal itu dinilai akan lebih banyak mudharatnya, terutama bagi masyarakat sekitar. 

Ketua Asosiasi kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Kabupaten Lombok Timur, Royal Sembahulun menolak keras rencana pembangunan kereta gantung tersebut. Dirinya bersama pegiat pariwisata, sejak awal memunculkan wacana kereta gantung, sudah menyatakan sikap penolakan. “Saya tetap menolak,” tegasnya kepada Radar Lombok, Selasa (21/1).

Wacana adanya kereta gantung ke Rinjani, telah muncul sejak beberapa tahun lalu. HM Suhaili FT selaku Bupati Lombok Tengah, sangat menginginkan terwujudnya kereta gantung. Namun TGB M Zainul Majdi selaku gubernur saat itu, tidak memberikan lampu hijau. Kini, Pemprov dan Pemda Lombok Tengah sangat kompak mendukung rencana tersebut. “Kalau masalah lingkungan, saya kira tidak ada masalah. Karena ini ramah terhadap lingkungan. Tapi ini bicara tentang kesejahteraan masyarakat di sekitar Rinjani,” ucap Royal. 

Pemerintah, kata Royal, tidak boleh melupakan bahwa masyarakat sekitar Rinjani telah menjalankan usaha pendakian sejak puluhan tahun silam. Apabila kereta gantung dibangun, tentu saja akan menggerus usaha masyarakat. Hasil dari usaha masyarakat tersebut, wilayah Senaru dan Sembalun berkembang pesat. Miliaran rupiah uang mengalir dari aktivitas pendakian Rinjani tersebut. 

Untuk bisa mengoptimalkan dampak ekonomi tersebut, pemerintah seharusnya mendorong pintu-pintu pendakian lainnya agar bisa ramai. Promosi dilakukan lebih gencar lagi, sehingga semakin banyak masyarakat yang bisa menikmati manfaatnya. Bukan justru membawa investor yang akan menggerus eksistensi masyarakat setempat. 

Menurut Royal, selama ini banyak pihak yang asal bicara tentang kereta gantung. Mereka berusaha membantu opini bahwa kereta gantung menyasar segmentasi pasar yang berbeda. “Saya menilai mereka hanya asal bicara, namun tanpa pakai data dan reprensensi yang jelas. Atau lebih tepatnya hanya berasumsi saja,” ucap pria yang pernah mendapat penghargaan sebagai tokoh penggerak pariwisata NTB ini. 

Apabila kereta gantung memang tidak akan membawa dampak buruk bagi masyarakat, Royal meminta satu saja contohnya. “Mestinya mereka memaparkan contoh kisah sukses sebuah perusahaan atau negara mengelola pendakian manual dan kereta, tapi tidak saling mengganggu satu dengan yang lainya,” kata Royal. 

Bagi Royal, adanya kereta gantung hanya akan menguntungkan investor semata. Sementara masyarakat, harus gigit jari dijadikan sebagai tumbal investasi. “Siapa yang paling diuntungkan? Sudah jelas investor. Pemerintah tidak boleh hanya berpikir mendongkrak PAD atau PNBP, tapi akan mengorbankan masyarakatnya sendiri,” ujar Royal. 

Di negara Australia, papar Royal, perjalanan menggunakan kereta gantung menggunakan tarif sekitar Rp 400 ribu per jam. Kemudian di wilayah Langkawi negara Jiran Malaysia, tarifnya sekitar Rp 150 ribu per jam. Semua itu hanya menguntungkan pengelola saja. Padahal, kondisi aktivitas pendakian di Rinjani sangat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat. “Dengan pola trekking manual, satu tamu minimal bayarnya Rp 1,5 juta untuk paket sharing. Kemudian Rp 2,7 juta untuk paket private. “Uang-uang tersebut beredar di masyarakat, mulai pemilik hotel, kendaraan, restaurant, porter, homestay, pedangag dan lain-lain,” ungkapnya. 

Oleh karena itu, Royal bersama pegiat pariwisata lainnya, bukan menolak rencana kereta gantung tanpa alasan. “Kita menolak bukan primitif menolak kemajuan, tetapi lebih kepada bagaimana mengakomodir kepentingan masyarakat yang menjalankan bisnisnya di sekitar Rinjani,” jelasnya. 

Hal yang patut menjadi perhatian juga, rencana pembangunan kereta gantung akan dibangun dari Lombok Tengah. “Jika hanya pintu masuknya dari satu kabupaten saja yaitu Lombok Tengah, maka pasti juga akan menimbulkan gesekan masyarakat antar kabupaten yang merasa dirugikan,” katanya. 

Sejauh ini, lanjutnya, pemerintah juga belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Royal sendiri hanya mendapatkan informasi bahwa pembangunan kereta gantung ke Rinjani akan segera dimulai. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Madani Mukarom yang dimintai keterangannya menyampaikan, investor pembangunan kereta gantung ke Rinjani telah mengantongi izin prinsip. Saat ini berbagai izin lainnya yang dibutuhkan masih dalam proses. “Prosesnya masih panjang, yang ada baru izin prinsip kepada investor,” terangnya. 

Izin prinsip tersebut, akan digunakan investor untuk mengurus berbagai izin lainnya. Saat ini, investor juga sudah bisa melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait. Selain melakukan sosialisasi, investor juga harus mengajukan kesesuaian tata ruang kepada Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD). “Kemudian harus melakukan kajian lingkungan untuk memperoleh izin lingkungan,” imbuh Mukarom. 

Langkah selanjutnya, investor menyusun desain teknis atau master plan pembangunan kereta gantung. Kemudian melakukan penataan batas areal dan pemetaan, dan menyusun Rencana Pengelolaan Wisata Jangka Panjang (RPWJP). Setelah semua itu dilakukan, barulah investor akan mendapat izin pembangunan sarana dan prasarana (Sarpras). Kemudian izin usaha pemanfaatan jasa wisata dan berbagai izin lainnya yang harus dikeluarkan pemerintah daerah (Pemda). “Perkembangan saat ini, sudah ditentukan tempat pemberhentian kereta gantung. Ada juga animasi kereta gantung,” terang Madani Mukarom. 

Direncanakan, kereta gantung akan dibangun sepanjang 10 kilometer. Titik pijakan berada di Karang Sidemen Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, bibir Danau Segara Anak sebagai tempat pemberhentian. (zwr) 

Komentar Anda