
MATARAM – Rencana Bulog mendatangkan beras dari Jawa Timur (Jatim) ditentang Dinas Perdagangan (Disdag) NTB, terutama untuk tambahan sebanyak 17 ribu ton. Disdag menyebut, ketersediaan beras di NTB saat ini masih aman.
“Harus dipikir kembali oleh Bulog kalau memang akan mendatangkan kembali 17 ribu ton. Ini yang diluar rencana 17 ribu ton awalnya. Waduh ngeri, kita lihat kondisi awal tahun lah,” kata Kepala Disdag NTB Baiq Nelly Yuniarti.
Jumlah beras yang rencananya didatangkan Bulog sebanyak 17 ribu ton. Kemudian ditambah lagi 17 ribu ton untuk tahap kedua, yang dinilai Nelly terlalu banyak.
Menurutnya, sesuai pengalaman awal tahun, jika hanya untuk penekanan inflasi hanya butuh 200 ton untuk waktu satu bulan. Karena itu, kedatangan 17 ribu ton pada tahap kedua, harus dipikirkan untuk apa saja pendistribusiannya.
“Nggak banyaklah untuk intervensi inflasi. Pengalaman, yang dikeluarkan Bulog untuk operasi pasar sebanyak 200 ton untuk Januari dan Februari se-NTB,” terangnya.
Menurutnya, jika beras yang didatangkan dengan tujuan dibagikan ke masyarakat, otomatis pada awal tahun beras sudah ada di tangan masyarakat. Padahal, di awal tahun 2024 akan ada panen raya.
“Masyarakat sudah dibagikan beras, kemudian panen. Kebayang gak nasib petani kita nanti. Harapan kami ya didatangkan sekali saja dulu. Jangan berturut turut. Kalau berturut-turut kasihan petani,’” ujarnya.
Nelly memastikan ketersediaan beras di NTB tidak pernah kurang. Hanya saja, permasalahan harga beras yang masih tinggi menjadi pertanyaan.
“Kita tidak pernah kesulitan beras, harganya yang mahal. Penyebabnya bukan barang tidak ada. Banyak beras di toko dan pasar,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Taufieq Hidayat mengatakan, walaupun beras masuk dari luar NTB bukan berarti petani lokal tidak berproduksi. Kedatangan beras dari luar NTB akan mengantisipasi kekurangan pangan menghadapi musim tanam dan panen berikutnya.
“Tugas kami di pertanian itu meningkatkan produksi mengikuti harga baik, agar petani tetap sejahtera,” kata Taufieq.
Kondisi produksi petani saat ini 1,38 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) per Oktober. Dan konsumsi NTB hanya 530 ribu ton. Artinya dalam kondisi ini terjadi surplus.
“Di kondisi surplus kenapa harga naik. Berarti ada mekanisme pasar atau tata niaga yang kurang baik. Ini yang perlu dicari,” ucapnya.
Pimpinan Wilayah Bulog NTB David Susanto mengatakan, 17 Desember masuk beras (move in) dari Jatim sebanyak 7.000 ton. Kedatangan akan dilakukan secara bertahap. Kemudian akan datang lagi 7.000 ton pada pertengahan Januari nanti.
“Itu untuk kebutuhan bahan pangan, SPHP, golongan anggaran, cadangan bencana alam, CPP, tidak ada yang kebutuhan yang khusus,” kata David.
Masuknya beras dari Jatim, disebut David karena sudah tidak ada opsi lain. Apalagi saat panen April nanti juga akan ada lebaran. Otomatis harga juga akan masih tinggi dengan permintaan dan kebutuhan masyarakat yang bertambah.
“Apa ada nanti misal panen di Maret beras atau gabah harga segitu. Ini bukan masalah panen tidak panen. Kita yakini di panen panen awal tahun harga beras masih tinggi,” ucapnya. (rie)