Relaksasi Menjadi Solusi Meringankan Ditengah Pandemi

FARID-FALETEHAN
Kepala OJK Provinsi NTB Farid Faletehan (lukmanul hakim/radarlombok)

MATARAM – Pandemi Corona (COVID-19) telah memporak porandakan perekonomian masyarakat. Tidak hanya pelaku usaha, dampak pandemi COVID-19 dirasakan hampir semua kalangan usaha, baik mikro hingga besar dan berujung pada daya beli masyarakat yang semakin lesu. Bahkan, tak sedikit pelaku usaha harus terpaksa menutup usaha hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan, sebagai salah satu upaya efisiensi untuk menghindari keterpurukan dampak dari pandemi COVID-19 yang terus berkepanjangan.

Kondisi usaha yang semakin tidak menentu dampak dari pandemi COVID-19 ini mendapat perhatian serius dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas di bidang keuangan dan perbankan. OJK menghadirkan regulasi, berupa relaksasi restrukturisasi sebagai salah satu cara memberi keringanan, baik itu kepada masyarakat, pelaku usaha maupun industri keuangan.

OJK mulai mengeluarkan aturan relaksasi kepada pelaku usaha terdampak pandemi COVID-19 pada Maret 2020. Ketika itu, kasus positif virus Corona cukup mengkhawatirkan dan pemerintah menerapkan kebijakan Lockdown untuk membatasi pergerakan masyarakat, sehingga banyak pelaku usaha terpaksa menutup usaha mereka. Begitu juga dengan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) semakin terpuruk dan berujung pada daya beli semakin lesu. Sementara itu, di industri pariwisata, baik itu hotel, travel agent dan pusat belanja oleh – oleh yang ada mulai tutup, karena sepinya wisatawan yang datang ke NTB. Perusahaan melakukan kebijakan untuk merumahkan karyawan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai salah satu solusi pelaku usaha melakukan efisiensi ditengah kondisi buruk karena pandemi COVID-19.

Kehadiran OJK dengan memberikan program relaksasi restrukturisasi menjadi salah satu keringanan bagi pengusaha dan pelaku UMKM. Program relaksasi berupa tunda bayar angsuran kredit di bank, finance hingga asuransi disambut baik pelaku usaha disaat bisnis dalam keadaan terpuruk.

Kepala OJK Provinsi NTB Farid Faletehan mengatakan program relaksasi restrukturisasi kredit dan pembiayaan bagi masyarakat yang terdampak COVID-19, sebagai salah satu upaya OJK memberikan kemudahan dan melindungi masyarakat dalam hal ini nasabah dan juga industri keuangan, baik itu perbankan maupun lembaga pembiayaan.

“Program relaksasi ini untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun akibat wabah virus Corona, sehingga bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan,” kata Farid Faletehan, Selasa (3/11).

Farid mengatakan program relaksasi sebelumnya dikeluarkan OJK pada bulan Maret 2020 melalui Peraturan OJK (POJK)Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekenomian Nasional sebagai Kebijakan Counterciycle Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, yang mulai berlaku 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021. OJK kembali mengeluarkan aturan untuk memperpanjang program relaksasi restrukturisasi selama setahun dan mulai berlaku Oktober 2020 hingga 2021 mendatang.

Baca Juga :  OJK NTB Minta Masyarakat Waspadai Penipuan Modus Mengirim Link Undangan Pernikahan

“Perbankan dapat proaktif mengidentifikasi debiturnya yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan segera menerapkan POJK stimulus dimaksud,” kata Farid.

Farid menjelaskan perpanjangan program relaksasi resktrukturisasi mengenai stimulus perekonomian ini dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun akibat wabah virus Corona yang belum ada kepastian kapan selesainya ini, sehingga bisa meningkatkan risiko kredit berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan.

Melalui kebijakan stimulus ini, perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas, sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debiturnya. Perpanjangan program stimulus restrukturisasi ini juga diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona, sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard).

Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari, penilaian kualitas kredit/ pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit sampai dengan Rp 10 miliar dan kedua restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa batasan plafon kredit. Relaksasi pengaturan ini berlaku untuk debitur Non-UMKM dan UMKM, dan akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan.

“Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur,” jelas Farid.

Dengan demikian, lanjut Farid, kebijakan OJK ini untuk membantu debitur ditengah wabah virus Corona yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia dan sudah menjadi masalah global, maka OJK telah membuat kebijakan relaksasi, untuk debitur, diantaranya bank bisa memberikan relaksasi berupa restrukturisasi kepada debitur UMKM dan non UMKM yang terdampak virus Corona. Restrukturisasi kredit bisa diberikan selama 1 tahun sesuai kondisi kedepan. Adapun kebijakan untuk membantu bank, seperti setiap proses restrukturisasi diberikan status lancar, beberapa laporan keuangan bank ke OJK diberikan kelonggaran waktu penyampaian 14 hari sampai dengan 2 bulan.

Baca Juga :  OJK Terbitkan Aturan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan

Sementara itu, berdasarkan data OJK NTB untuk realisasi program relaksasi restrukturisasi kredit di NTB hingga September 2020 sudah mencapai Rp 1,6 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 28 ribu orang. Program relaksasi itu diberikan oleh bank umum konvensional, bank umum syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional dan syariah dan juga lembaga pembiayaan syariah dan asuransi.

“Untuk proses restrukturisasi diserahkan ke masing –masing bank. Inilah upaya OJK untuk membantu masyarakat dan perbankan menyikapi kondisi saat ini,” kata Farid.

Kebijakan perpanjangan batas waktu program relaksasi restrukturisasi disambut baik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) NTB dan juga Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) dan asosiasi UMKM NTB. Pasalnya, perpanjangan program relaksasi kredit yang dikeluarkan oleh OJK menjadi harapan mereka untuk memiliki kesempatan menata ulang kondisi keuangan usaha ditengah pandemi COVID-19 belum ada titik terang sampai kapan berakhir.

Ketua Apindo NTB Ni Ketut Wolini mengatakan program relaksasi kredit bagi pengusaha tentu saja menjadi stimulus yang diharapkan ditengah kondisi bisnis semakin terpuruk entah sampai kapan, karena belum adanya kepastian COVID-19 mereda.

“Perpanjangan program relaksasi ini sangat membantu pengusaha ditengah kondisi usaha terpuruk, karena pandemi COVID-19,” ucapnya.

Wolini menyebut jika hampir semua sektor usaha merasakan langsung dampak pandemi COVID-19, usaha terpuruk, daya beli masyarakat anjlok hingga keputusan harus menutup bisnis untuk sementara dan ada pula yang terpaksa merumahkan karyawan hingga melakukan PHK. Kehadiran perpanjangan program relaksasi sebagai salah satu kebijakan yang bisa membantu meringankan beban pelaku usaha disaat kondisi keuangan perusahaan semakin sekarat.

“Paling tidak untuk sementara waktu pelaku usaha bisa bernafas lega tidak dikejar setoran ke bank, karena kondisi pendapatan hampir tidak ada,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Dewan Kehormatan PHRI NTB I Gusti Lanang Patra mengaku industri perhotelan dan restoran sangat terbantu dengan perpanjangan program relaksasi restrukturisasi kredit oleh OJK. Karena, hingga saat ini hotel maupun restoran masih terpuruk akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan.

“Industri hotel dan restoran paling terdampak dengan COVID-19 ini. Selama pandemi COVID-19, hampir semua hotel tutup operasional, karena tidak ada tamu yang menginap,” imbuhnya. (luk)

Komentar Anda