
MATARAM – Perum Bulog Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatatkan lonjakan signifikan dalam pengadaan beras hingga pertengahan Mei 2025, mencapai 131.000 ton gabah setara beras. Angka ini menjadi rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir, melampaui rata-rata pengadaan tahunan yang biasanya berkisar 77.000 hingga 100.000 ton.
Keberhasilan ini menumbuhkan optimisme terhadap ketahanan pangan di wilayah tersebut, namun sekaligus menyoroti tantangan klasik dalam pengelolaan pasokan dan kapasitas penyimpanan.
Wakil Pemimpin Wilayah Bulog NTB, Musazdin Said, mengungkapkan bahwa capaian ini telah menyentuh 200 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024. Lebih mengesankan lagi, volume 131.000 ton ini berhasil diserap hanya dalam 4,5 bulan, dari Januari hingga pertengahan Mei 2025.
“Ini pencapaian rekor yang fenomenal. Kami optimistis dapat mencapai bahkan melampaui target pusat sebesar 174.300 ton untuk NTB,” ujar Musazdin, Jumat (16/5).
Menurut Musazdin, keberhasilan ini tak lepas dari melimpahnya produksi pertanian seiring dengan program Kementerian Pertanian, sinergi kuat dengan pemerintah daerah dan Dinas Pertanian, serta dukungan Babinsa TNI. Selain itu, strategi “jemput gabah” yang diterapkan tim Satgas Bulog di lapangan, didukung oleh mitra-mitra pangan pengadaan (MPP) yang masif, turut berkontribusi besar. Lombok Tengah menjadi penyumbang terbesar, menyumbang hampir 70 persen dari total pengadaan.
Capaian penyerapan yang tinggi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi petani. Musazdin menegaskan bahwa mitra pengadaan diwajibkan membeli gabah dari petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 6.500 per kilogram, dengan pengawasan ketat dari tim Satgas dan TNI. Jika ditemukan pembelian di bawah HPP, Bulog akan langsung turun tangan melakukan pembelian. Kebijakan ini krusial untuk memastikan petani mendapatkan harga yang layak di tengah musim panen raya.
Dengan stok saat ini mencapai 77.000 ton, Bulog NTB memastikan ketahanan pasokan beras mampu mencukupi kebutuhan penyaluran selama 7-8 bulan ke depan. Kebutuhan rutin seperti bantuan pangan, Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), serta kebutuhan instansi seperti TNI, rata-rata mencapai 9.000 ton per bulan. “Ini sangat mencukupi,” tegas Musazdin. Bulog NTB juga berperan dalam mendukung wilayah lain yang defisit beras melalui mekanisme move stok atas permintaan kantor pusat, menegaskan peran NTB sebagai lumbung pangan.
Bulog NTB tidak menampik adanya kendala. Keterbatasan ruang penyimpanan di gudang menjadi perhatian utama. Musazdin mengakui pihaknya terus berupaya mencari solusi dengan berkoordinasi dengan dinas terkait dan TNI untuk memanfaatkan gudang-gudang idle yang dapat disewa. Kapasitas penyimpanan yang terbatas dapat berujung pada menurunnya kualitas gabah atau beras jika tidak tertangani dengan baik.
Selain itu, dijelaskan bahwa sebagian besar komoditas yang diserap masih dalam bentuk gabah yang sedang diproses menjadi beras oleh mitra Bulog melalui mekanisme maklon. Proses ini, meski efisien dalam penyerapan gabah basah dari petani, memerlukan pengawasan kualitas yang ketat agar beras yang dihasilkan sesuai standar dan siap untuk disalurkan.
Keberhasilan Bulog NTB ini menjadi indikator positif bagi upaya menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan beras di tingkat regional maupun nasional. Namun, pelajaran dari rekor penyerapan ini juga menegaskan pentingnya penguatan infrastruktur penyimpanan dan pengawasan yang berkelanjutan demi keberlanjutan swasembada pangan dan kesejahteraan petani. (luk)