Rekonstruksi Bongkar Praktik Jahat Kakak Jual Adik ke Pengusaha

REKONSTRUKSI: Inilah dua pelaku eksploitasi anak saat menjalani rekonstruksi di dua hotel berbeda.(NASRI/RL)

MATARAM – Polda NTB menggelar rekonstruksi kasus eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur, Jumat (20/6) di tiga tempat kejadian perkara (TKP), termasuk dua hotel berbeda di Kota Mataram.

Perkara memilukan ini menyeret dua tersangka: ES (22), kakak kandung korban, dan MAA, seorang pengusaha lokal yang diduga sebagai pengguna jasa. “Rekonstruksi ini untuk memperkuat fakta peristiwa sebagai bagian dari proses penyidikan,” ujar Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati.

Rekonstruksi dimulai sekitar pukul 13.40 WITA oleh tim Subdit IV Renakta. Kedua tersangka memperagakan puluhan adegan yang menggambarkan pola eksploitasi seksual anak secara terstruktur dan terencana.

Lokasi pertama rekonstruksi adalah Hotel Lombok Raya di Kota Mataram. Dalam reka adegan, ES terlihat membonceng adiknya, AP (14), menuju hotel, lalu menyerahkannya kepada MAA yang telah menunggu di kamar.

Lokasi kedua adalah Hotel Kenda yang disebut menjadi tempat transaksi seksual sebanyak dua kali. Pola kejahatan tetap sama: ES mengantar korban dan menyerahkannya kepada MAA. Dari adegan yang diperagakan, terungkap bahwa ES, yang seharusnya melindungi korban, justru menjadi fasilitator utama dalam eksploitasi ini. ES bahkan menerima imbalan uang dari MAA atas perbuatannya.

Baca Juga :  Pria asal Pujut Kedapatan Memiliki Delapan Paket Sabu

Kuasa hukum MAA, M. Sapoan, menyebut kliennya sempat menjadi korban pemerasan oleh ES alias Memei asal Gunungsari, yang tak lain adalah kakak korban. Menurut Sapoan, sebelum kasus ini dilaporkan ke polisi, kliennya telah memberikan uang kepada ES senilai Rp125 juta melalui 21 kali transfer dan sebagian tunai.

“Kami memiliki bukti transfer, kwitansi, bahkan pembayaran uang muka rumah. Selain Memei, kakaknya yang berinisial H juga menerima uang Rp25 juta,” ujarnya, Sabtu (21/6).

Uang tersebut diduga diminta dengan dalih untuk menyelesaikan kasus lewat jalur Lembaga Perlindungan Anak (LPA). Namun, setelah MAA tak lagi sanggup memberikan uang, barulah laporan ke polisi dilayangkan. “Jadi klien kami merasa diperas,” kata Sapoan.

Pernyataan tersebut dibantah keras oleh Ketua LPA Mataram, Joko Jumadi. Ia menegaskan, lembaganya tidak pernah meminta atau menerima uang dari pihak mana pun terkait penanganan kasus ini. “Setiap pertemuan dilakukan minimal oleh dua orang petugas. Kami pastikan tidak pernah ada penerimaan uang,” tegasnya.

Joko juga menanggapi insiden saat rekonstruksi, di mana MAA sempat melempar secarik kertas berisi pesan tudingan pemberian uang. “Itu tudingan sepihak dari tersangka kedua, bukan bukti hukum yang sah,” imbuhnya.

Baca Juga :  Ditangkap di Kapal, Peredaran 500 Gram Sabu Digagalkan

Ia membenarkan pernah ada pertanyaan dari pihak tertentu tentang penyelesaian kasus, tetapi tidak pernah ada pembicaraan soal uang atau upaya damai.

Kasus ini terungkap pada Juni 2024, setelah korban melahirkan dalam usia muda. Setelah penyelidikan, polisi menetapkan dua tersangka: ES dan MAA. Modus kejahatan dimulai dengan janji hadiah telepon genggam kepada korban. Setelah setuju, ES mengatur pertemuan antara korban dan MAA di hotel.

Dalam transaksi pertama, MAA yang merupakan owner PT Baling Baling Bambu memberikan Rp8 juta kepada ES. Namun, pada transaksi berikutnya, nilai turun menjadi Rp1 juta hingga Rp2 juta. Penyidik mendalami kemungkinan MAA merupakan pelaku pedofilia karena eksploitasi dilakukan berulang terhadap anak di bawah umur.

Keduanya dijerat dengan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara. Namun, ES tidak ditahan karena memiliki bayi berusia dua bulan, sedangkan MAA telah resmi ditahan. LPA dan Dinas Sosial kini mendampingi korban agar dapat melanjutkan pendidikan dan mendapatkan pengasuhan yang layak.

“Kami pastikan korban tetap sekolah. Untuk anak korban juga sedang disiapkan program pendidikan dan pengasuhan lanjutan,” tutup Joko. (rie)