Rekanan Proyek ICU RSUD KLU Dituntut Delapan Tahun

BERANJAK KELUAR: Para terdakwa dan penasihat hukumnya masing-masing beranjak ke luar dari ruang persidangan PN Tipikor Mataram, setelah mendengar tuntutan yang dibacakan jaksa. (RASYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kasus dugaan korupsi pengadaan ruang operasi dan ICU pada RSUD Kabupaten Lombok Utara (KLU) tahun anggaran 2019, yang menyeret empat orang sebagai tersangka, tiba pada agenda pembacaan tuntutan, Senin (10/10) kemarin.

Ke empat orang terdakwa tersebut, masing-masing Kepala RSUD KLU, dr Syamsul Hidayat, Pejabat Pemuat Komitmen (PPK), E Bakri, rekanan Darsito dan konsultan pengawas Sulaksono. “Para terdakwa dinyatakan secara terbukti dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dakwaan primair,” ucap Ema Muliawati selaku perwakilan jaksa penuntut yang membacakan tuntutan, kemarin.

Dalam dakwaan primair, para terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) Junto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1  KUHP.

Dari keempat terdakwa, Darsito selaku rekanan pada proyek tersebut dituntut paling lama oleh jaksa penuntut. Darsito dituntut pidana penjara selama 8 tahun, dikurangi selama terdakwa ditahan. “Terdakwa dibebankan membayar denda sebesar Rp 300 juta, subsidair empat bulan kurungan,” tuntutnya.

Selain itu, Ema turut membebankan kepada terdakwa Darsito untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,3 miliar. Dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah tuntutan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti.

Baca Juga :  Nilai Tiga Besar Calon Kadis Tidak Diumumkan

“Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dapat diganti dengan pidana penjara selama empat tahun,” katanya.

Sedangkan untuk terdakwa Samsul Hidayat, E Bakri dan Sulaksono, berdasarkan fakta hukum tidak menerima aliran dana korupsi tersebut, untuk memperkaya diri. Sehingga mereka dituntut pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan. “Menuntut pidana terhadap terdakwa Samsul Hidayat,  E Bakri dan Sulaksono dengan pidana penjara masing-masing selama tujuh tahun enam bulan, dikurangi selama para terdakwa ditahan,” sebutnya.

Terhadap ketiga terdakwa ini, Ema tidak menyertakan uang pengganti kerugian negara, melainkan hanya dituntut membayar denda sebesar Rp 300 juta subsidair empat bulan kurungan. “Terhadap para terdakwa agar tetap ditahan,” pintanya kepada Ketua Majelis Sri Sulastri.

Sebelum tuntutan tersebut dibacakan, Ema terlebih dahulu membacakan yang mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan. Termasuk juga pemulihan kerugian negara yang dilakukan oleh para terdakwa.

Baca Juga :  Pembahasan UMK Masih Menunggu Petunjuk Kementerian

Hal yang memberatkan, tidak mendukung pemerintah dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa juga berkaitan dengan dana pemulihan pasca gempa.

Sedangkan yang meringankan, para terdakwa sebelumnya belum pernah melakukan perbuatan melawan hukum serta pertimbangan keluarga.

Para terdakwa yang mendengar tuntutan jaksa, sepakat untuk mengajukan pembelaan. Sementara Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri yang mendengar permintaan para terdakwa, akan kembali menjadwalkan persidangan dengan agenda pembelaan atau pledoi pada Senin, (17/10) mendatang.

“Sidang akan diagendakan pada Senin 17 Oktober mendatang,” katanya sembari mengetuk palu.

Diketahui, pada kasus tersebut menjerat  Kepala RSUD KLU dr Syamsul Hidayat, Pejabat Pembuat Komitmen Bakri, rekanan Darsito, dan konsultan pengawas Sulaksono. Dalam pelaksanaan proyek tersebut muncul persoalan. Pekerjaan itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan mencapai Rp 212 juta. Namun, dari proses penyidikan dan hasil audit yang dilakukan Inspektorat NTB muncul kerugian negara Rp 1,57 miliar.

Proyek ICU tersebut dibangun PT Apromegatama dengan total anggaran Rp 6,4 miliar. Proyek tersebut sudah dilakukan provisional hand over (PHO). Berdasarkan berita acara Nomor 61/PPK-Konstruksi/RSUD.KLU/II/2020, tertanggal 24 Februari 2020 lalu. (cr-sid).

Komentar Anda