Rekam Medis Tak Ditemukan, CCTV Tidak Berfungsi

Arya Wiguna (M Haeruddin/Radar Lombok)

PRAYAOmbudsman RI Perwakilan NTB menemukan adanya berbagai persoalan terkait meninggalnya Lailan Mahsyar Zainuddin, anak berusia empat bulan asal Desa Aik Berik Kecamatan Batukliang Utara, yang diduga meninggal dunia setelah ditolak pihak RSUD Praya.

Dari hasil investigasi yang dilakukan Ombudsman, ternyata tidak ditemukan adanya rekam medis terkait dengan pelayanan kepada pasien. Ironisnya, Ombudsman juga mendapatkan adanya CCTV yang tidak berfungsi di RSUD Praya yang bisa menunjukan apakah pasien mendapat penanganan medis atau tidak.

Kepala Keastitenan Bidang Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan NTB, Arya Wiguna menyatakan, pihaknya sudah melakukan serangkaian investigasi terkait dengan adanya pemberitaan yang viral tentang meninggalnya bocah yang diduga akibat tidak mendapat pelayanan di RSUD Praya. “Kami lakukan investigasi dari Senin-Jumat lalu dan kami memiliki beberapa catatan untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan kepada pihak RSUD, khsususnya yang berkaitan dengan pelayanan kedawat daruratan,” ungkap Arya Wiguna saat ditemui usai bertemu dengan Wakil Bupati Lombok Tengah, HM Nursiah, Rabu (26/10).

Baginya apa yang menimpa almarhum Lailan Mahsyar Zainuddin memang menjadi atensi dari pemda juga, terlebih melihat angka kematian ibu dan bayi di Lombok Tengah juga masih cukup tinggi. Sehingga upaya pencegahan termasuk dengan perbaikan pelayanan di RSUD Praya harus dilakukan. “Pemda juga sudah sepakat untuk sama-sama melakukan perbaikan di bidang kesehatan, sehingga masalah ini menjadi pintu masuk kita untuk sama- sama melihat apa persoalan pelayanan di RSUD Praya dan nanti ada acuan dari pemda untuk melakukan evaluasi dan perbaikan,” terangnya.

Ia mengaku, pertemuan dengan Wakil Bupati Lombok Tengah, HM Nursiah lebih pada tahap pembuka untuk memberikan beberapa catatan hasil pertemuan yang nanti juga ada hasil tindak lanjut sampai nanti laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) yang akan disampaikan Ombudsman ke pemda untuk bisa ditindaklanjuti. “Namun secara umum dari fasilitas atau sarana dan prasarana RSUD ini menjadi RS tujuan rujukan termasuk di IGD. Sehingga kondisinya sering over load dan di RSUD ada 25 bed dan inklut dengan oksigen central dan terdapat satu oksigen yang mobail. Kita lihat dengan jumlah kunjungan kegawat daruratan cukup tinggi,” terangnya.

Namun, yang terpenting bahwa pasien atau almarhum Lailan Mahsyar Zainuddin ternyata tidak ada dalam catatan rekam medis di RS yang berkaitan dengan penanganan. Padahal jika mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) setiap pasien yang ditangani maka wajib untuk dibuatkan rekam medis. “Rekam medis ini penting agar ada riwayat pasien jam berapa masuk, penanganan atau tindakannya apa, artinya secara administrasi harus tercatat, dan tidak ada juga ringkasan pulang dari pasien, sehingga kenapa dia (almarhum, red) pergi ke RS lain. Di satu sisi menyarankan ke RS lain tidak dikenal dalam pelayanan kegawat daruratan maupun sistem rujukan,” terangnya.

Sehingga sebenarnya pilihannya ada dua yakni melayani pasien di RSUD Praya dengan mencari tempat yang betul-betul ada fasilitas dasar seperti oksigen, sehingga seharusnya pihak rumah sakit selain di IGD maka bisa cari alternatif lain apakah di mobil ambulan yang ada fasilitas oksigen atau di ruangan lain yang ada oksigen. “Pilihan lainnya merujuk baik secara pertikal atau merujuk ke RSU tipe lebih tinggi dari RSUD Praya atau bisa juga RS yang tipenya sama. Jadi tidak ada pilihan untuk menyarankan itu, meski dalam SOP mereka ada diterangkan apabila penuh maka dapat disarankan mencari RS lain dan memang SOP-nya tidak sesuai dengan Permenkes terkait dengan sistem rujukan maupun pelayanan kegawat daruratan,” terangnya.

Pihaknya mengaku meski pihak RSUD Praya mengkelaim sudah memberikan penanganan awal, namun perlu dibedakan yang kaitan dengan tindakan medis lebih pada tekhnis di penanganan. Pihaknya tidak mau berdebat dalam hal kelaim apakah RSUD Praya sudah memberikan penanganan itu, namun yang jelas dari Ombudsman masuk dalam ranah administratif yang tidak menemukan adanya bukti pelayanan. “Kalau ada pelayanan medis maka harus ada catatan atau harus dituangkan dalam bentuk rekam medis, dan ini tidak ada. Padahal di Permenkes harus ada rekam medis. Sementara informasi yang kita terima jika CCTV juga tidak berfungsi. Tapi kami tidak mengetahui dari kapan CCTV tidak berfungsi, karena kaitan dengan CCTV ini kami tidak menjadikan dokumen utama,” tambahnya. (met)

Komentar Anda