REI Sorot Komitmen Cagub NTB Soal Program Perumahan

rumah subsidi
RUMAH SUBSIDI: Tampak salah satu kompleks permahan subsidi yang ada di wilayah Kabupaten Lombok Barat

MATARAM–Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB telah menetapkan empat pasangan calon (Paslon) Gubernur-Wakil Gubernur NTB periode 2018-2023. Dari empat pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur NTB itu, belum ada satupun dalam visi misi mereka yang berbicara tentang nasib masyarakat NTB yang masih banyak belum memiliki rumah layak huni.

“Saya belum mendengar para calon gubernur ini berbicara tentang nasib warga NTB yang masih banyak belum memiliki rumah,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Provinsi NTB, H. Heri Susanto, Kamis kemarin (22/2).

Menurut Heri, dari sisi politik dan keberpihakan empat Paslon yang akan bertarung di Pilkada NTB ini, belum ada tercantum dalam visi misi mereka memberikan perhatian terhadap persoalan mendasar dalam kehidupan masyarakat/penduduk NTB, yakni masalah perumahan sebagai tempat tinggal. Padahal, persoalan kepemilikan rumah ini menjadi salah satu indikator vital kriteria dalam menilai kemiskinan di Provinsi NTB.

Justeru persoalan kebutuhan papan (rumah) di Provinsi NTB ini kondisinya jauh memprihatinkan dibandingkan kebutuhan makan. Sebab, pangan di Provinsi NTB telah jauh melampaui target produksi dari yang telah ditetapkan setiap tahunnya. Bahkan tingginya produksi pangan, dalam hal ini padi/beras, telah menjadikan Provinsi NTB sebagai lumbung pangan nasional, dan beras impor tidak bisa masuk ke Provinsi NTB.

Berbeda jauh halnya dengan kebutuhan rumah di Provinsi NTB yang cukup tinggi. Heri memaparkan berdasarkan data dari Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi NTB, bahwa jumlah Backlog (kebutuhan rumah yang belum terpenuhi) lebih dari 350 ribu di tahun 2017. Sementara jumlah rumah tidak layak huni di NTB mencapai 1,1 juta unit rumah.

Hampir 100 persen dari yang belum memiliki rumah tersebut adalah masyarakat NTB berpenghasilan rendah, yakni karyawan swasta, wiraswasta (UMKM), buruh dan pedagang kaki lima.

Baca Juga :  Asosiasi Pekerja Menolak Pembayaran THR Dicicil

Hanya saja, para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tersebut sulit dapat mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di lembaga perbankan, karena dinilai tidak bankable, alias tidak memenuhi syarat kelayakan perbankan. “Dengan backlog yang begitu besar di NTB, bahkan pertahunnya akan terus bertambah, tentu butuh penanganan serius dari pemerintah daerah,” ucap Heri.

Menurut Heri, sudah seharusnya para kandidat tersebut menjadikan masalah perumahan ini menjadi persoalan mendasar, dan dimasukan dalam visi misi program mereka jika nanti terpilih menjadi pemimpin Provinsi NTB lima tahun mendatang. Keberpihakan para calon kepala daerah yang tertuang dalam visi misi menjadi program strategis untuk perumahan, sekaligus menjadi harapan dari pengembang perumahan (depelover) yang tergabung dalam asosiasi REI NTB.

Dalam hal ini, REI menginginkan adanya komitmen para kandidat jika nantinya yang terpilih memberikan kemudahan bagi pengembang membangun perumahan. Dalam hal ini untuk rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBPR). Caranya, dengan kejelasan RTRW hingga mempermudah proses perizinan bagi perusahaan pengembang membangun perumahan, baik itu komersil, apalagi rumah bersubsidi.

Membangun perumahan, baik itu program rumah bersubsidi bagi MBR maupun rumah komersil, DPD REI, dalam hal ini perusahaan pengembang tidak bisa jalan sendiri. Melainkan harus bekerjasama dengan pemerintah daerah, melalui aturan dan kebijakan yang tidak dipersulit dalam merealisasikan program pemerintah pusat yakni membangun 1 juta unit rumah.

“Untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup manusia paling asasi, yakni perumahan, maka perlu keberpihakan dan aturan yang mudah untuk membantu masyarakat mendapatkan rumah ini,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi NTB, Gusti Bagus Sugihartha menyebut bahwa NTB masih mengalami kekurangan rumah (backlog) yang layak huni. Sedikitnya Provinsi NTB masih kekurangan rumah sebanyak 350 ribu unit yang tersebar di 10 kabupaten/kota. “Kebutuhan rumah layak huni sebagai tempat tinggal di NTB tergolong cukup tinggi,” kata Sugihartha.

Baca Juga :  HUT RI Bawa Berkah Bagi Pedagang Bendera

Ia menyebut jika mengacu jumlah penduduk di Provinsi NTB tahun 2017 sudah sebanyak 5 juta jiwa, maka rumah yang layak huni sebagai tempat tinggal sekitar 1,5 juta unit rumah. Hanya saja, rumah yang sudah ada di NTB baru di sekitaran angka 1,1 juta unit rumah saja.

Sebanyak 1,1 juta unit rumah yang sudah terbangun itu, tidak semuanya dalam kondisi tidak layak huni. Masih cukup besar 1,1 juta rumah itu yang masuk kategori tidak layak huni. Seperti bangunan seadanya, gubuk bedek reot, dan tak sedikit pula ukurannya hanya 2 meter persegi dan berlantai tanah.

Keberadaan program pembangunan 1 juta rumah dari pemerintah melalui rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, belum mampu memberi mengatasi kebutuhan rumah di Provinsi NTB. Terlebih program subsidi hampir dipastikan mustahil bisa didapatkan oleh masyarakat yang bekerja sebagai buruh lepas ataupun pekerja tidak tetap di lembaga/perusahaan. Sementara pekerja lepas, buruh bangunan, pedagang kecil dan lainya inilah yang sebagian besar tidak memiliki tempat tinggal (rumah) layak huni.

Karena itu lanjut Sugihartha, salah satu solusi untuk membantu masyarakat atau kepala keluarga agar memiliki rumah layak huni, melalui dana APBD NTB tahun 2017, digelontorkan dana rehab rumah senilai Rp 26 miliar, dengan jumlah sasaran renovasi rumah tidak layak huni sebanyak 1.073 unit rumah. “Di Provinsi NTB itu jumlah rumah tidak layak huni mencapai 248 ribu unit, dari jumlah rumah yang ada di NTB 1,1 juta unit,” pungkasnya. (luk)

Komentar Anda