REI Minta Pembahasan RTRW NTB Lebih Komprehensif dan Proporsional

H HERI SUSANTO
H HERI SUSANTO

MATARAM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB telah menyelesaikan penyusunan draft rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) NTB dan kini sudah masuk dalam pembahasan di legislatif. Dalam pembahasan Raperda RTRW tersebut, DPRD Provinsi NTB diminta agar betul betul matang dan jeli serta lebih konfrehensif sebelum disetujui nantinya menjadi Perda.

Ketua Real Estate Indonesia (REI) NTB H Heri Susanto mengingatkan DPRD NTB dalam pembahasan Raperda RTRW memperhatikan banyak aspek. Karena RTRW ini nantinya akan menyangkut berbagai lini kehidupan masyarakat. Mulai dari persoalan pangan, investasi banyak banyak hal lainnya. Jika RTRW ini nantinya tidak konfrehensif, maka bisa berdampak besar terhadap perjalanan berbagai sektor di NTB.

“Kita harapkan pembahasan RTRW ditingkat DPRD NTB agar konsepnya betul betul matang dan konfrehensif. Karena RTRW ini menyangkut berbagai lini kehidupan masyarakat, termasuk investasi dan lainnya,” kata Heri Susanto, Senin (28/9).

Menurut Heri, persoalan RTRW ini tidak hanya berkaitan dengan pengusaha developer, tapi juga berkaitan erat dengan persoalan ketahanan pangan, investasi di berbagai sektor hingga nasib masyarakat banyak di NTB. Karena itu, sudah semestinya, DPRD NTB bisa mendapatkan data yang akurat dan mengundang asosiasi berbagai pengusaha untuk menyamakan persepsi terkait dalam pembahasan RTRW NTB.

Pembahasan RTRW ini menjadi persoalan penting bagi semua elemen masyarakat, tidak hanya bagi pengusaha, tapi juga ditingkat bawah yakni petani itu sendiri dan masyarakat kecil lainnya. Heri memisalkan, ketika ada pengusaha yang berinvestasi membangun hotel, restoran, mall dan pertokoan lainnya, jika tidak ada kejelasan dengan RTRW ini, maka investasi tersebut akan terhambat. Begitu juga dengan masyarkat petani di bawah. Ketika seorang petani memiliki anak lima dan mendapatkan warisan tanah sawah masing –masing lima are, maka diantara anak-anaknya kemudian membangun rumah. Padahal, tanah sawah mereka itu, masuk dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan tidak boleh dibangun rumah. Namun, karena ketidaktahuan mereka, lahan sawah masuk dalam LP2B dialihfungsikan menjadi rumah. Kondisi ini bisa saja terjadi, kalau tidak dilakukan sosialisasi dan pemahaman yang sama, baik itu pemerintah, dewan, masyarakat dan juga pelaku usaha.

“Kami ingin kejelasan dalam RTRW itu agar benar benar konferehensif dan proporsional di setiap daerah,” ucapnya.

Begitu juga dengan persoalan pembangunan rumah subsidi dan komersil yang dilakukan oleh pengembang. Menurut Heri, tidak semua daerah di NTB konsumen tertarik untuk membeli rumah yang ada di daerah tertentu. Berbeda halnya dengan wilayah Lombok Barat sebagai penyangga dari ibu kota provinsi NTB yakni Kota Mataram, tentunya menjadi daya tarik bagi konsumen. Oleh karena itu, sudah semestinya pihak DPRD NTB dalam pembahasan RTRW tersebut bisa melihat secara proporsional keberadaan Lombok Barat sebagai penyangga Kota Mataram sebagai ibu kota provinsi NTB.

Hal serupa juga hendaknya diperhatikan untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah. Dalam pembahasan RTRW, di daerah lingkaran diluar KEK Mandalika sebagai penyangga kawasan pariwisata strategis nasional.

“Kita minta proporsional secara adil di tiap daerah dalam RTRW ini. Karena itu, kita minta kejelasan dan proporsional. Jangan sampai penetapan RTRW itu justru nanitnya menyulitkan semuanya. Investasi akan seret dan semuanya ikut bermasalah juga dikemudian hari,” ucapnya.

Kendati demikian Heri mengaku jika REI secara umum mendukung adanya pembahasan RTRW NTB, namun hendaknya dibahas secara detail dan teliti. Karena dengan keberadaan RTRW ini akan semakin membantu pengusaha, baik itu REI maupun usaha lainnya, bahwa lahan tempat berinvestasi itu sudah tidak abu-abu lagi. Bahkan, REI juga sangat mendukung jika nantinya ada dibuatkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), sehingga pengusaha berinvestasi dengan aman dan nyaman.

“Kalau tidak ada RTRW, maka akan menjadi abu abu dan dan akan mempersulit investasi. Karena investasi itu butuh kejelasan,” pungkasnya.

Komentar Anda