MATARAM – Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, melontarkan kritik keras terhadap buruknya realisasi fisik pekerjaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2024. Sebagai inisiator hak interpelasi terhadap pengelolaan DAK tersebut, Hamdan menegaskan perlunya tindakan tegas dan evaluasi menyeluruh agar permasalahan serupa tidak terus berulang setiap tahun.
“Ini sudah bulan April, tetapi banyak sekali pekerjaan-pekerjaan fisik masih jauh dari selesai. Ini buruk sekali,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (16/4).
Hamdan menyoroti kondisi di lapangan yang dinilainya memprihatinkan, dimana berbagai proyek fisik yang dibiayai melalui DAK masih mangkrak atau belum menunjukkan progres signifikan.
Menurutnya, keterlambatan ini tidak hanya menjadi cerminan lemahnya perencanaan dan pengawasan, tetapi juga merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat penerima manfaat langsung dari proyek-proyek tersebut. “Banyak pihak dirugikan atas buruknya pengelolaan DAK 2024 ini,” tegasnya.
Hak interpelasi yang digulirkan DPRD NTB disebut Hamdan bukan semata-mata sebagai bentuk kritik, tetapi lebih sebagai sarana evaluasi agar pengelolaan DAK di masa mendatang dapat berjalan lebih optimal dan akuntabel.
“Kami tidak ingin potret buruk pengelolaan DAK ini kembali berulang. Interpelasi ini penting untuk perbaikan. Jangan sampai kejadian seperti ini menjadi pola tahunan,” tambah legislator dari Fraksi Golkar tersebut.
Hamdan juga menegaskan bahwa inisiatif interpelasi ini merupakan bagian dari dukungan Fraksi Golkar kepada Gubernur NTB, H. Lalu Muhammad Iqbal, dalam menjalankan roda pemerintahan secara bersih dan profesional.
“Pengawasan dan evaluasi pengelolaan DAK melalui hak interpelasi ini adalah cara kami membantu Gubernur. Ini bisa menjadi bahan evaluasi dan perbaikan. Apalagi 2025 merupakan tahun pertama pelaksanaan APBD sepenuhnya di bawah kendali Gubernur Iqbal,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang mencoba mempertahankan kondisi status quo dalam pengelolaan DAK. Menurut Hamdan, jika kondisi tersebut terus dibiarkan, akan sangat merugikan Gubernur NTB sendiri di masa mendatang.
“Jangan sampai ada pihak yang justru ingin pengelolaan DAK ini tetap dalam kondisi status quo, agar bisa terus bermain di air keruh. Jika ini terus berlangsung, maka yang paling dirugikan adalah Gubernur ke depan,” tutupnya.
Sementara itu, Anggota DPRD NTB, M. Nashib Ikroman mengungkapkan bahwa usulan hak interpelasi telah memenuhi syarat sesuai Tata Tertib DPRD NTB, yakni didukung oleh minimal 10 anggota dari lebih dari satu fraksi.
Ia menegaskan bahwa hak interpelasi adalah hak individual anggota dewan, bukan melekat pada fraksi atau alat kelengkapan dewan (AKD). Hanya saja Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaedah belum merespons secara tegas usulan tersebut, sehingga menuai kritik keras dari para pengusul.
“Hingga kini, usulan yang sudah memenuhi syarat hukum itu belum juga diproses. Entah ditolak atau diterima, seharusnya dibahas melalui sidang paripurna. Itu yang kami tuntut,” ujarnya.
Acip sapaan akrabnya, menyayangkan sikap pimpinan dewan yang belum mengambil langkah konkret terhadap usulan tersebut. Hal ini, kata dia, bisa menimbulkan kecurigaan dari publik terhadap independensi dan transparansi lembaga legislatif.
“Tidak masalah kalau mau ditolak. Tapi tolong ditolak secara prosedural, lewat forum resmi, yaitu sidang paripurna. Jangan hanya dibicarakan di luar sidang,” tegasnya. (rat)