MATARAM — Ratusan warga Lombok Timur (Lotim) yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPL), menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Gedung Kantor Gubernur NTB, dan Polda NTB, Kamis (31/10). Aksi itu dilakukan, untuk menuntut penutupan tambang galian C yang dinilai telah merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat setempat.
Menurut perwakilan warga Korleko, Selpi Indrawan, aksi ini merupakan akumulasi kekecewaan masyarakat yang sudah terdampak aktivitas tambang galian C ilegal selama 12 tahun. “Kami datang kesini karena banyak tuntutan. Tuntutan kami, tutup tambang ini. Kami tidak meminta swasembada pangan atau nasi. Tutup tambang, selesai. Kami aman beribadah, aman bertani,” ujar Selpi, yang ditemui disela-sela aksi.
Dijelaskan Selpi, setelah pihaknya beberapa kali mediasi dengan pihak penambang, tidak ada hasil yang memuaskan. Para pengusaha pertambangan ini terus mengeruk isi alam, mulai dari batu, kayu, hingga mineral yang ada di sepanjang sungai, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan. Air kini berubah hitam legam, dan tak bisa digunakan untuk mandi, ibadah, bahkan bertani. “Kami hanya ingin air yang jernih untuk beribadah, mandi, bertani, berkebun,” tegasnya.
Dari data yang dikumpulkan warga, setidaknya ada 175 lebih perusahaan tambang galian C di Lombok Timur. Namun yang memiliki izin operasional hanya segelintir perusahaan saja. Keberadaan tambang-tambang ini berdampak langsung pada sekitar tujuh desa, seperti Desa Tirtanadi, Teko, Anggaraksa, Korleko Selatan, Korleko Induk, Mudung, Landok, dan Tanak Gadang.
Kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah, dengan hasil pertanian menurun drastis dan panen yang sering kali gagal. Warga menyampaikan bahwa selama 12 tahun terakhir, mereka sudah tidak bisa menanam padi ataupun tembakau.
“Yang ada hasilnya cuma kelapa saja.
Namun kalau biasanya dapat 1000 butir, sekarang cuma 100 dalam sehari. Berapa sudah kerugian itu. Belum di kebun, belum pertanian, banyak yang gagal panen. Bahkan kami sudah 12 tahun tidak pernah menanam padi. Tembakau juga tidak pernah. Makanya kami menginginkan kemerdekaan,” ungkap Selpi.
Dalam aksi itu, masyarakat meluapkan kekecewaan dengan mendorong pintu gedung kantor Gubernur, karena Penjabat (Pj) Gubernur NTB tidak kunjung menampakkan batang hidungnya untuk menemui massa.
Sebaliknya, yang hadir adalah Asisten II Setda NTB, Fathul Gani, sebagai perwakilan pemerintah provinsi.
Warga pun mengancam jika permasalahan ini tidak segera ditindaklanjuti, maka mereka akan membawa kasus ini ke pemerintah pusat. “Mau bagaimana lagi, masyarakat dianggap sampah. Giliran mau nyalon, baru semua turun (ke masyarakat),” ujar Selpi kecewa.
Senada, Koordinator Umum Aksi, Sapardi Rahman Zain, menegaskan bahwa keberadaan tambang galian C telah menimbulkan dampak buruk pada lingkungan, termasuk pencemaran air, degradasi lahan, dan risiko bencana alam seperti longsor.
Masyarakat sudah berulang kali menyampaikan keluhan, tetapi tidak ada tindakan konkret dari pemerintah. “Keberadaan tambang ini tidak hanya merusak alam saja, tetapi juga merugikan kehidupan sosial dan ekonomi warga setempat,” ujar Sapardi.
Selain mendesak Gubernur NTB menutup total dan permanen semua tambang galian C ilegal di Lombok Timur, warga juga mengajukan berapa tuntutan utama kepada Pemprov NTB. Diantaranya penindakan terhadap oknum pejabat yang terlibat dalam aktivitas tambang ilegal di Dinas ESDM dan DLHK NTB. Kepastian hukum dalam 2×24 jam terkait penghentian aktivitas tambang ilegal.
Selanjutnya penertiban dan pencabutan izin bagi penambang yang melanggar SOP dan AMDAL. Mendesak Gubernur mereklamasi lingkungan yang rusak akibat aktivitas tambang galian. Termasuk juga memberikan sanksi hukum dan denda bagi pelaku sesuai peraturan yang berlaku. “Ganti rugi bagi desa-desa terdampak oleh limbah tambang selama 12 tahun terakhir,” tuntutnya.
Sementara itu Asisten II Setda NTB Fathul Gani yang menemui aksi menyatakan komitmennya bahwa pemerintah akan menindaklanjuti tuntutan tersebut dengan serius. Ia berjanji bahwa pekan depan Pemprov NTB akan turun langsung ke lokasi tambang galian C di Lombok Timur, dan memastikan Aparat Penegak Hukum (APH) akan mengawal aktivitas tambang ilegal.
“Terkait apa yang sudah saya tanda tangan itu mengandung konsekuensi. Tetapi masalah waktu penutupan tambang galian c, tentu tidak bisa dilakukan dalam 2 kali 24 jam. Paling tidak minggu depan kita konkret,” tegasnya.
Sebelumnya, ketika beraksi di Polda NTB, massa aksi ditemui Kasubdit II Ditreskrimsus Polda NTB, AKBP I Komang Satra, yang menyatakan aspirasi yang disampaikan akan menjadi atensi Polda NTB. Demikian mengenai laporan dugaan pidana galian c ilegal itu juga akan ditindaklanjuti. “Tugas kami melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dengan dugaan tindak pidana itu. Kami akan menindaklanjuti apa yang menjadi laporan,” kata Komang.
Kesempatan itu, pihaknya juga meminta pelapor kasus ini untuk memberikan data yang akurat, dan lebih lengkap. Termasuk ketika penyidik meminta dokumen yang berkaitan, agar masyarakat menyerahkan. “Sebagai pelapor, harus memberikan data yang akurat dan memberikan dokumen yang dibutuhkan penyidik. Langsung serahkan ke penyidik yang bersangkutan,” tandas Komang. (rat/sid)