Ratusan Sopir Truk Demo Tuntut Hentikan Operasi ODOL

DEMO SOPIR TRUK: Deretan kendaraan truk mengular di sepanjang Jalan Udayana, sementara ratusan sopir truk melakukan aksi demo di depan Gedung DPRD NTB, menuntut penghentian operasi ODOL.( FAHMI/RADAR LOMBOK )

MATARAM—Ratusan sopir truk di wilayah pulau Lombok melakukan aksi demo di kantor DPRD Provinsi NTB, Senin (23/6). Deretan ratusan kendaraan truk milik para sopir terlihat mengular terparkir di sepanjang Jalan Udayana Kota Mataram, hingga depan Gedung DPRD Provinsi NTB.

Massa yang melakukan aksi merupakan gabungan dari berbagai kelompok DBS (Driver Batur Sasak), PDLB (Paguyuban Driver Lombok Bersatu), DSTS (Driver Sabolong Tode Samawa), dan CDTL (Comunitas Dum Truck Lombok). Dalam tuntutannya, para sopir truk meminta agar aturan tentang ODOL (Over Dimension Over Load) dihentikan.

Ari, salah satu peserta aksi mengungkapkan adanya penertiban ODOL ini merugikan para sopir, karena banyak kerugian yang dapatkan oleh para sopir. Untuk itu, para sopir meminta agar undang-undang ODOL itu dihapuskan. “Kami meminta agar undang-undang ODOL itu dihapus,” pintanya.

Para sopir memaparkan, sudah banyak kendala yang dihadapi dengan adanya ODOL ini. Misalnya para sopir angkutan harus masuk jembatan timbang, kemudian di tengah jalan sering mendapatkan tindakan pemerasan dari oknum pegawai yang terlibat di jalan. “Kita harus bayar setiap lewat,” paparnya.

Baca Juga :  Lombok Peringkat Lima Destinasi Alam Terbaik Dunia

Untuk di Jembatan Timbang, memang besaran pembayaran yang dibebankan sesuai dengan berat muatan kendaraan, dimana bayarannya mulai dari Rp 20 ribu untuk satu kali timbang. “Pokoknya setiap kali lewat harus timbang,” katanya.

Ia berharap agar undang-undang yang diberlakukan tidak mempersulit para sopir, dan berharap agar ada ketegasan dari undang-undang. “Harapan kami, kalau memang boleh, bolehkan sekalian. Tetapi kalau memang tidak boleh, tidak boleh sekalian,” harapnya.

Dalam demo ini, beberapa tuntutan massa yaitu meminta untuk dihentikan operasi ODOL, kejelasan regulasi ongkos angkutan logistik, revisi UU LLAJ No 22 Tahun 2009, perlindungan hukum kepada supir, berantas premanisme dan Pungli, serta kesetaraan perlakuan hukum.

Sementara itu, Anggota DPRD Provinsi NTB, Hamdan Kasim yang menerima para sopir truk menyatakan, beberapa isi tuntutan para sopir truk yang meminta agar tarif upah dari sopir agar layak.

“Selama ini dari pengakuan para sopir, untuk beban angkutan 1 ton kalau diangkut dari Sumbawa ke Lombok, kalau sedang musim ramai dibayar Rp 400 ribu. Tapi kalau lagi sepi dibayar Rp 200 ribu sampai Rp 250 ribu per ton,” jelasnya.

Baca Juga :  Hosting Fee Belum Jelas, MotoGP 2024 Tetap Digas

Karena kecilnya ongkos, lanjut Hamdan, maka para sopir ini pada akhirnya menambah muatannya. “Inilah yang membuat muatan para sopir truk menjadi oper kapasitas. Mereka (para sopir truk) maunya supaya tarifnya layak, sehingga mereka memuat sesuai standar dan aturan,” ujarnya.

Selanjutnya, pihak DPRD NTB akan memanggil Dinas Perhubungan Provinsi NTB, untuk menanyakan ke Dishub, mengapa tidak ada tarif standar, atau tidak ada standarisasi tarif terhadap ongkos sopir truk? “Kalau ada, berapa, dan mana aturannya. Kalau tidak ada, kenapa sampai tidak ada,” ucap Hamdan.

Saat ini, sedang dibahas RUU tentang LLAJ, dan sedang dilakukan revisi undang-undang tentang LLAJ. Diantara yang dibahas di RUU ini, yakni membahas tentang ODOL, membahas tentang keselamatan sopir.

Ditengah revisi ini, ada larangan untuk truk beroperasi selama pembahasan RUU ini. Namun mereka meminta supaya dibiarkan beroperasi, sampai RUU diketok menjadi UU. “Makanya besok kami akan mengundang Dishub, Prindag, dan Polda  NTB untuk duduk bersama menyikapi persoalan ini,” tutup Hamdan. (ami)c