PRAYA – Ratusan guru honor yang mengajar di sekolah dasar (SD) dan mengatasnamakan dirinya Forum Guru Tanpa Penempatan (FGTP) Lombok Tengah mendatangi kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, Rabu (20/9). Kedatangan mereka untuk meminta kejelasan untuk bisa diangkat menjadi pegawai pemerintahan dengan perjanjian kerja (PPPK).
Para guru honorer yang berjumlah 752 orang ini menuntut keadilan karena sudah puluhan tahun mengabdi. Sebelumnya dari 1500 tenaga guru honorer di Lombok Tengah yang mengikuti seleksi PPPK pada tahun 2022, sebanyak 742 yang telah dikeluarkan surat keputusan (SK ) penempatan dari Menpan-RB.
Sedangkan sebanyak 752 orang belum menerima SK atau tanpa status, meskipun mereka telah lulus dalam seleksi PPPK tersebut melalui penilaian yang dilakukan dinas, kepala sekolah, dan guru senior. Atas dasar itulah mereka merasa terzalimi, terlebih pada tahun 2023 ini ternyata formasi guru untuk PPPK hanya 119 orang. Padahal di daerah itu masih kekurangan guru hingga mencapai 810.
Sebagai bentuk kekecewaannya, para guru ini kemudian membakar SK pengangkatan mereka sebagai honorer. Mereka kecewa karena pemkab dianggap tidak mempedulikan mereka yang puluhan tahun mengabdi dengan gaji Rp 100.000 per bulan. Para guru juga nampak berlinang air mata sembari menyampaikan aspirasi mereka.
Ketua FGTP Lombok Tengah, Zulfan Hadi mengatakan, kedatangannya bersama ratusan guru ini tidak lain untuk mencari kejelasan terkait nasib mereka yang sampai saat ini tidak jelas untuk SK penempatan PPPK ini.
Padahal sebelumnya mereka juga sudah berangkat ke Jakarta untuk memperjelas permasalahan itu tapi tidak kunjung ada kejelasan. “Makanya kami datang meminta pertanggungjawaban masalah usulan-usulan yang ada, kenapa untuk PPPK kami tidak dibukakan formasi untuk guru SD. Sementara untuk SD setelah kita sanding data sama instansi terkait yang dulunya klaim kelebihan guru 290 untuk guru kelas dan 179 untuk guru agama ternyata terbantahkan. Hal ini dibuktikan bahwa ternyata masih kekurangan guru hingga 810 orang,” ungkap Zulfan Hadi saat melakukan aksi di Disdik Lombok Tengah, Rabu (20/9).
Dikatakan, pemerintah pusat sebenarnya sudah membuka keran agar pemkab bisa melakukan penambahan formasi. Tapi pemkab tidak mengindahkan itu, hal inilah yang membuat para guru merasa kecewa. Terlebih para guru ini sudah puluhan tahun mengabdikan diri untuk mencerdaskan anak bangsa. “Jadi nasib 752 guru ini belum ada kejelasan, sementara saat ini sudah mulai ada pembukaan formasi. Padahal kita sebelumnya sudah lulus tapi tanpa penempatan dan sebenarnya ini tidak terlalu sulit asalkan pemerintah membuka formasi. Padahal sudah jelas hajatan pemerintah untuk PPPK 80 persen untuk honorer dan 20 persen untuk umum,” sesalnya.
Sekretaris Dikbud Lombok Tengah, Didik Purwasetyaadi menjelaskan, Dikbud sebenarnya sudah mengusulkan sekitar 650 formasi untuk guru dan itu belum ditambah untuk usulan bagi guru dan kepala sekolah (kepsek) yang pensiun. 650 formasi guru ini diusulkan melalui BKPSDM sebagai OPD yang berwewenang mengajukan formasi ke Menpan-RB. “Dari usulan 650 itu setelah dilakukan verifikasi oleh BKPSDM, ternyata pemkab menyatakan kekurangan guru hanya 119. Sehingga 119 itulah yang diusulkan ke Menpan-RB tahun 2023 ini. Dengan usulan 119 orang ini berarti tidak mampu mengakomodir yang 752 ini,” terangnya.
Setelah 119 formasi yang diusulkan kemudian disetujui oleh Menpan-RB, maka timbul masalah kaitan dengan banyaknya yang belum terakomodir ini. Bahkan pihak Dikbud juga sudah dua kali ke DPRD saat hering para guru dan disepakati untuk dilakukan pendataan ulang dan dari pendataan itu ditemukan bahwa Lombok Tengah masih kekurangan 810 guru.
“Maka kekurangan itulah yang kita usulkan untuk penambahan dan sudah kita sampaikan ke bupati tembusan ke sekda dan BKPSDM. Termasuk perwakilan guru, dewan dan sekda sudah ke Jakarta dan hasilnya saya tidak tahu karena kami tidak ikut dan tidak dikabari. Sehingga ada juga dewan yang menanyakan saya hasilnya ke Jakarta, saya bilang saja kan dewan yang ikut,” cetusnya.
Ia menambahkan, formasi dari pemerintah pusat ini mencapai 1500. Dari Dikbud sebenarnya sudah mengusulkan ke BKPSDM mencapai 650 lebih. Hanya saja karena di BKPSDM inilah dilakukan verifikasi kaitan dengan berapa jumlah yang diusulkan. “Dari BKPSDM ternyata menganggap kita hanya butuh 119 dan itu kewenangan BKPSDM,” tandasnya. (met)