Rasyidi Sangkal Selundupkan Anggaran Kantor Bupati

H Lalu Rasyidi ST (DHALLA/RADAR LOMBOK)

PRAYA-Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Energi Sumber Daya Mineral (PUESDM) Lombok Tengah, H Lalu Rasyidi menanggapi kecurigaan dewan yang menduga adanya penyelundupan anggaran pembangunan kantor bupati.

Rasyidi menyangkal telah menggelapkan anggaran sebesar Rp 10 miliar yang dituduhkan anggota dewan itu. Dia menjelaskan, nilai rencana pembangunan kantor bupati baru sebesar Rp 217 miliar. Keseluruah anggaran ini akan dibayarkan selama empat tahun dengan menggunakan tahun jamak atau multiyears. Yakni, pembayarannya akan dilakukan selama bertahap selama empat tahun.

Untuk tahun 2017, rencananya akan dianggarkan Rp 50 miliar. Nah, dalam APBD murni sekarang ini dianggarkan Rp 28 miliar. Tetapi, nilai ini terlalu sedikit karena akan menambah Rp 22 miliar pada APBD perubahan nanti. Karenanya, kemudian ditambah lagi Rp 10 miliar sehingga berjumlah Rp 38 miliar.

Jumlah ini, terang Rasyidi kurang dari anggaran pokok sebesar 20 persen jika dilakukan pembangunan. Terlebih, kemudian lokasi rencana pembangunan berubah di PTP Puyung berdasarkan desakan anggota dewan setempat saat rapat komisi. Karenanya, jika pembangunan itu betul dilakukan di PTP Puyung, maka membutuhkan anggaran tambahan lagi.

Ini juga menjadi salah satu penyebab penambahan anggaran dalam angka Rp 10 miliar tersebut. Peruntukannya redesign (Detail Enginnering Design/DED) sebesar Rp 500 juta, pematangan lahan Rp 5 miliar, dan analisis dampak lingkungan (Amdal) Rp 500 juta. ‘’Penambahan ini karena tidak dibahas sebelumnya maka diperlukan untuk tahap awal,’’ jelas Rasyidi kepada Radar Lombok, kemarin (8/12).

Rasyidi menjelaskan, nilai Rp 217 miliar merupakan nilai konstruksi saja. Nilai itu memang sudah diakui  dalam nota kesepahaman antara pemkab dan DPRD Lombok Tengah. Nilai inilah yang kemudian bisa ditahunjamakkan sesuai kesepakatan tersebut. 

Jika kemudian ada nilai tambahan seperti redesign, pematangan lahan dan amdal, maka baginya perlu. Sebab, ketiga item itu tidak masuk dalam nota kesepahaman yang harus ditahunjamakkan. ‘’Kan yang tiga item ini tidak bisa ditahunjamakkan. Kalau kemudian ada tambahan, maka tidak masalah juga,’’ jelasnya.

Lebih jauh dipaparkan Rasyidi, jika pun kemudian dewan menganggap itu dana tambahan. Maka, pembahasan tahun perubahan bisa dibahas lagi. Artinya, dewan cukup memberikan sisanya sesuai nota kesepahaman tersebut. ‘’Kenapa mesti bingung, kenapa mesti saling tuduh. Kita ndak mungkin lah selundupkan anggaran. Kita ini tidak main-main juga soal anggaran, apa gila kita mau ditangkap mainkan anggaran,’’ sesal Rasyidi menanggpi tuduhan anggota dewan.

Tapi, RAPBD itu tanpa tanda tangan unsur pimpinan, apakah itu sah? Rasyidi mengaku tak masalah. Jika hasil evaluasi gubernur nantinya anggaran itu lolos, berarti tidak masalah. Yang jelas, semua pembahasan anggaran itu sudah dilakukan sesuai mekanismenya.

Diakuinya, saat pembahasan Banggar dan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) anggaran Rp 10 miliar itu memang tidak dibahas. Anggaran itu kemudian keluar setelah keluar Instruksi Presiden (Inpres) soal alokasi anggaran pemerintah pusat ke daerah. Barulah kemudian anggaran itu muncul dan dibahas di rapat komisi.

Pihaknya bersama komisi III kemudian membahas rencana tersebut berdasarkan kesepakatan bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Pembahasan ini legal karena diketahui semua pihak. ‘’Bukan karena tidak dibahas di banggar dan KUA-PPAS kemudian anggaran ilegal. Tidak. Ini legal karena yang namanya KUA-PPAS itu sifatnya sementara karena namanya juga sementara. Jadi bisa berubah sesuai kebutuhan dan perubahan anggaran yang masuk dan keluar,’’ papar mantan Kepala BMPD ini.

Saat ini, tambah Rasyidi, pihaknya sedang menunggu keputusan hibah dari Gubernur NTB. Jika dasar itu sudah keluar, maka akan langsung dilakukan redesign, pemantapan lahan, dan penyusunan amdal. Tanpa itu, pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa saat ini.

Bagaimana kemudian jika pembangunanya gagal di PTP Puyung? Tidak ada masalah, kata Rasyidi. Jika pembangunan dilakukan di lokasi semula, maka pihaknya tinggal melakukan tender. Tidak ada ada lagi biaya tambahan untuk DED, pemantapan lahan maupun amdal karena semua sudah jadi. ‘’Kalau di lokasi semula, kita tinggal tender. Selesai. Tapi pembangunan di PTP Puyung ini atas desakan dewan juga,’’ pungkasnya.

Wakil Ketua DPRD Lombok Tengah, Ahmad Ziadi sebelumnya mengkritik habis-habisan soal penambahan anggaran rencana pembangunan kantor bupati Rp 10 miliar ini. Dia bahkan sangat tidak setuju dengan penambahan karena bertentangan dengan nota kesepahaman. Terlebih, tidak dibahas di banggar dan KUA-PPAS sebagai landasan kebijakan menentukan anggaran. ‘’Kalau itu penambahan di luar anggaran Rp 217 sesuai yang telah ditentukan, maka itu ilegal,’’ tegasnya.

Anggota Komisi I DPRD Lombok Tengah, Suhaimi juga mengaku demikian jika anggaran itu di luar angka Rp 217 miliar. Karena sebelumnya, pihaknya sudah bertanya kepada TAPD terkait anggaran itu. Oleh TAPD kemudian dijelaskan, bahwa anggaran itu merupakan penambahan di luar angka Rp 217 miliar sesuai nota kesepahaman.  

Dalam hal ini, Suhaimi mengingatkan perlu asas kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran. Jangan sampai hal-hal semacam itu disepelekan. Terlebih, jika benar itu di luar angaran yang telah ditentukan, maka pasti akan ada konsekuensinya. ‘’Ini soal anggaran. Harus ada kejelasan dasar hukumnya. Kita memerlukan asas kehati-hatian,’’ imbuhnya. (dal)

Komentar Anda