MATARAM—Sesuai arahan Kementerian Pariwisata RI, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, yang kemudian ditindaklanjuti dengan bersurat ke Gubernur NTB, maka Pemerintah Provinsi NTB telah mengajukan surat ke Kementerian BUMN, agar perusahaan-perusahaan plat merah seperti perbankan, dana CSR-nya dialokasikan untuk melakukan penataan dan pembangunan berbagai fasilitas publik di lokasi obyek wisata di NTB.
Titik fokus kita tahun ini adalah penataan dan kebersihan di kawasan Gunung Rinjani. Untuk itu, berdasarkan kesepakatan Disbudpar NTB dengan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), ada dua hal yang dipastikan akan dilaksanakan. Pertama jangka pendek yaitu pembenahan terstruktur untuk kawasan Gunung Rinjani. Sedangkan kedua adalah pembenahan infrastruktur dasarnya.
“Termasuk giat jangka pendek, Minggu pagi kemarin, kami (Disbudpar NTB, BTNGR dan Dinas Kehutanan NTB), juga telah melepas 60 pendaki atau porter dari Sembalun dan Senaru, untuk melaksanakan aksi bersih (clean up) Gunung Rinjani,” kata Kepala Disbudpar NTB, HL Moh. Faozal, ketika menggelar diskusi dengan BTNGR, Dinas PU, Perbankan, Pengurus Geopark Rinjani, dan lainnya, Selasa kemarin (28/6).
Berdasarkan surat Gubernur ke Kementerian BUMN sambung Faozal, ada tiga usulan yang diajukan Pemerintah Provinsi NTB, yaitu membuat regulasi (aturan) untuk Tour Operator (TO) yang melayani jasa trekking ke Gunung Rinjani. Dimana dari 24 TO yang ada, ternyata tidak satupun yang mengantongi lisensi atau ijin. “Inilah yang nantinya akan kita tertibkan,” jelas Kadisbudpar.
Berikutnya kedua melakukan aturan tentang deposit sampah secara permanen. Mengingat selama ini persoalan sampah yang ditinggalkan para pendaki di Gunung Rinjani menjadi permasalahan tersendiri yang cukup pelik diselesaikan. Dan ketiga yaitu membentuk volunter (relawan) untuk Ranger Rinjani, yang tugasnya adalah mengecek sampah milik pengunjung, mengelola uang deposit pengunjung, dan melakukan clean up di jalur-jalur pendakian Gunung Rinjani.
“Rencananya, ada 10 tenaga kebersihan yang rutin menangani persoalan sampah di Gunung Rinjani, yang gajinya dianggarkan melalui APBD NTB. Kesepuluh tenaga outshourcing ini sedang kami usulkan ke Gubernur NTB, semoga dalam waktu dekat bisa direalisasikan,” harap Faozal.
Sementara Kepala BTNGR, Agus Budi menyampaikan, bahwa persoalan sampah di Gunung Rinjani ini mau tidak mau memang harus segera dituntaskan. Menurutnya, dengan jumlah personel BTNGR yang hanya sebanyak 39 orang saja, termasuk diantaranya adalah mereka yang ada di Kantor di Mataram, tentu tak sebanding dengan luas pengawasan yang harus dilakukan di Taman Nasional Gunung Rinjani.
“Karena itu, kedepan harus ada aturan baku yang akan mengikat bagi seluruh pengunjung Taman Nasional Gunung Rinjani. Seperti misalnya soal sampah bawaan pendaki harus didata, dan ketika turun juga harus sesuai dengan data yang ada. Kalau tidak, maka bisa saja nantinya diberikan sanksi denda atau lainnya,” jelas Agus.
Keterbatasan personel TNGR sambungnya, juga ikut berpengaruh terhadap pengawasan soal sampah yang dibawa para pendaki ini. Apalagi jalur pendakian di Rinjani juga banyak jalan tikusnya, sehingga kian mempersulit pengawasan. “Karena itu, agar pengawasan bisa maksimal dilakukan, Pos TNGR yang ada di Senaru, rencananya akan dipindahkan di Jebak Gawah (pintu hutan) yang merupkan satu-satunya akses keluar dari Gunung Rinjani,” tutur Agus.
Mengapa di Jebak Gawah? “Karena jalur turun Gunung Rinjani sebelum mencapai Jebak Gawah tidak ada jalan tikus (alternatif). Sehingga menjadi satu-satunya akses jalan keluar dari Taman Nasional Gunung Rinjani,” tendas Agus.
Demikian para pengunjung, untuk memudahkan pengawasan dan pembatasan jumlahnya, sesuai daya dukung dan kapasitas TNGR, maka kedepan mereka yang hendak mendaki diharuskan mendaftar terlebih dahulu melalui fasilitas booking online. “Mungkin jumlah pendaki lebih sedikit setelah semua aturan ini dijalankan. Namun kami memang tidak mengejar target jumlah pendaki, tetapi kualitas pendaki yang lebih diutamakan,” tegas Agus.
Sedangkan Asdep Wisata Alam Kemenpar RI, Azwir Maloan, yang juga hadir menyampaikan bahwa saat ini kepariwisataan di Provinsi NTB sedang gencar dipromosikan oleh Pemerintah Pusat. Termasuk dalam waktu dekat akan merangkul BUMN agar mau membangun berbagai fasilitas publik di lokasi obyek wisata, seperti pembangunan toilet dan lainnya.
“Khusus soal pembangunan toilet di kawasan TNGR, baik jalur Sembalun, Senaru atau jalur pendakian resmi lainnya, agar Dinas PU, dalam hal ini BWS segera melakukan survey untuk menentukan titik-titik mana saja di kawasan TNGR yang ada airnya, dan cocok untuk didirikan bangunan toilet yang layak dan berstandar internasional,” pinta Azwir.
“Termasuk Kemenpar dengan difasilitasi BTN, juga akan mengalokasikan dana untuk membangun 100 home stay yang terbagi 50 home stay di Sembalun, dan 50 lainnya di Senaru. Yang jelas, tanah untuk lokasi pembangunan home stay harus milik masyarakat, sehingga apa yang dilakukan pemerintah ini bisa membawa manfaat bagi warga sekitar Gunung Rinjani,” beber Azwir.
Senada, Is Mugiyono, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Hutan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan, untuk pengelolaan manajemen pendakian yang bagus, Disbudpar atau TNGR bisa melakukan studi banding ke Taman Nasional Gunung Pangrango di Jawa Barat. (gt)