MATARAM — Satreskrim Polresta Mataram telah merampungkan berkas perkara dugaan pungutan liar (Pungli) di SMKN 3 Mataram, yang menjerat Kabid SMK Dikbud NTB, AM. Berkas perkara dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tersebut, telah diserahkan ke kejaksaan untuk diteliti.
Dengan telah dilimpahkan, Kasatreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili mengungkap tidak adanya kemungkinan akan dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP) tambahan terhadap tersangka untuk menggali keterlibatan pihak lain, terutama keterlibatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Aidy Furqan yang pernah disebutkan tersangka.
“Iya (kemungkinan tidak ada BAP tambahan terhadap tersangka). Kita hanya bisa mencari bukti lain untuk pengembangan terkait dengan dana penggelapan di Dikbud,” kata Kasatreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, Minggu (19/1).
Dugaan adanya penggelapan dana di lingkup Dikbud NTB tersebut, nanti masuk ke perkara lain, atau terpisah dengan kasus yang telah menjerat AM. “Iya, benar sekali (masuk perkara lain). Kita cari bukti lain, kita bikin laporan lagi. Baru kita bisa,” ucapnya.
Diakui Regi, dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT), sulit untuk memasukkan keterlibatan orang lain tanpa adanya alat bukti. Meskipun tersangka AM menyebutkan adanya keterlibatan Kadis Dikbud NTB Aidy Furqan dan pihak lain yang menjeratnya.
“Kalau keterlibatan kepala dinas dan lainnya itu tersangka menyebutkan ada terlibat. Tapi kan kita tidak mungkin serta merta menangkap yang bersangkutan, hanya sebatas lisan saja. Karena kita berhubungan bukan kerugian orang, tapi kerugian negara. Jadi harus ada administrasi lengkap dari negara, dan itu sangat lama sekali. Jadi kemarin kita fokusnya bagaimana caranya OTT ini bisa selesai dulu, baru kita kembangkan setelah itu,” sebut Regi.
Seperti diberitakan sebelumnya, permintaan BAP tambahan itu datang dari kuasa hukum AM, Asmuni. Ia menyebut adanya pihak lain yang terlibat dalam kasus tersebut, yang juga harus bertanggung jawab.
Disampaikan Asmuni, biang kerok asal-usul terjadinya tindak pidana pungutan liar (Pungli) sebesar Rp 50 juta itu berawal dari adanya sebuah proyek “siluman” berupa pembangunan sekolah taman kanak-kanak tanpa adanya anggaran dari pemerintah.
“Ini mutlak dari klien saya yang saya sampaikan. Ada proyek yang sudah dikerjakan oleh seorang kontraktor berinisial A, dan proyek itu tidak ada anggarannya. Proyeknya dimana? Proyek di instansi aparat penegak hukum,” kata Asmuni, Rabu (15/1) lalu.
Karena proyek yang dikerjakan kontraktor berinisial A tidak ada anggarannya dari pemerintah, maka kontraktor tersebut mendatangi kantor Dikbud NTB. Disana, kontraktor A bertemu dengan Kepala Dinas Dikbud NTB Aidy Furqan, AM selaku Kabid SMK, dan seorang pejabat Dikbud NTB berinisial LS alias C.
Pertemuan dilakukan di salah satu ruangan Dikbud NTB, dimana kontraktor tersebut meminta agar Dikbud NTB membayar proyek yang telah dikerjakan, nilainya Rp 700 juta. “Yang megang proyek tersebut mengancam Dikbud NTB, kalau tidak dibayar segera oleh Dikbud NTB, saya (kontraktor inisial A) akan bongkar semua. Ini kata Pak AM yang menyampaikan kepada saya,” ungkap Asmuni.
Ditanyakan soal rahasia Dikbud NTB apa yang akan dibongkar kontraktor tersebut? Asmuni mengaku belum mendapatkan keterangan lengkap dari kliennya. Namun usai mendapatkan ancaman, Aidy Furqan kemudian memerintahkan AM dan LS alias C, mencari uang untuk menanggulangi pembayaran proyek yang telah dikerjakan kontraktor tersebut.
“Akhirnya Pak AM dan salah seorang berinisial C diperintahkan (oleh Aidy Furqan) untuk menyelesaikan yang Rp 700 juta tersebut. Bagi dua,” ujar Asmuni.
Mendengar perintah atasannya, AM kebingungan dan mencari cara untuk mematuhi perintah atasannya itu. AM melihat adanya peluang di SMKN 3 Mataram yang sedang ada pembangunan toilet, ruang kelas baru dan ruang laboratorium. Proyek ini anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) 2024.
Dari pihak pelaksana proyek berinisial HA, AM mendapatkan uang kali pertama sebesar Rp50 juta. Pemberian uang pertama itu aman. Kemudian diserahkan ke kontraktor berinisial A, yang mengerjakan taman kanak-kanak di instansi aparat penegak hukum tersebut.
AM kembali kebingungan mencari uang untuk pembayar sisa permintaan pembayaran proyek taman kanak-kanak tersebut. Terpaksa AM mengeluarkan uang pribadinya sebesar Rp 100 juta. Total AM telah menyetorkan uang ke kontraktor berinisial A sebesar Rp 150 juta.
Namun uang itu belum cukup, sehingga AM kembali memutar otak agar bisa menyelesaikan pembayaran ke kontraktor inisial A, seperti yang diperintahkan atasannya, Aidy Furqan.
Pada akhirnya, AM kembali meminta ke pelaksana proyek berinisial HA sebesar Rp 50 juta, dan diantarkan ke kantor Dikbud NTB. Hanya saja kali ini usai menerima uang Rp 50 juta itu, AM tertangkap tangan oleh Satreskrim Polresta Mataram pada 11 Desember 2024 lalu, di ruangannya.
“Nah inilah apesnya.
Jadi jangan bilang bahwa Pak AM bermain sendiri, tidak. Ada alurnya. Kemana uang itu (Rp 50 juta). Uang itu bukan untuk Pak AM, bukan. Tapi uang itu untuk membayar proyek yang diperintahkan oleh si kepala dinas menyelesaikan ini (proyek taman kanak-kanak) yang tidak ada anggaran itu. (Uang itu) untuk membayar proyek yang sudah selesai di instansi penegak hukum. Tidak ada anggarannya itu, diminta bayar oleh Dikbud NTB,” jelas Asmuni.
Bukti perintah dari Aidy Furqan itu, ada pada hp milik AM yang saat ini disita oleh penyidik sebagai salah satu kelengkapan alat bukti dalam perkara tersebut. “Selain melakukan pemeriksaan tambahan kepada klien saya, periksa juga HP klien saya yang disita itu. Di sana ada WhatsApp, ada bukti percakapan, ada perintah dari Kadis Dikbud NTB, ada juga komunikasi dengan kontraktor A, buka semua,” pintanya.
Sementara Kepala Dinas Dikbud NTB Aidy Furqan yang disebut dalang dibalik kasus ini, ogah mengomentari tudingan terhadap dirinya tersebut. “No coment deh, karena saya tidak mengalami itu,” singkatnya.
Dalam kasus ini, Satreskrim Polresta Mataram telah menetapkan AM, selaku Kabid SMK Dikbud NTB sebagai tersangka dugaan pungutan liar (Pungli) yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Rabu (11/12) sore di ruangannya.
AM ditangkap sesaat setelah menerima uang sebesar Rp 50 juta dari supplier bahan bangunan untuk pembangunan toilet, ruang laboratorium dan ruang kelas baru (RKB) di SMKN 3 Mataram. Proyek tersebut sumber dananya dari dana alokasi khusus (DAK) 2024 sebesar Rp 1,3 miliar. Tersangka memeras supplier tersebut dengan meminta uang fee sebesar 5 sampai 10 persen. Jika tidak diberikan, maka tidak dicairkan anggaran proyek tersebut.
Sebagai tersangka, AM dijerat Pasal 12 hurup e subsider pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999. (sid)