Putri Tak Ingkar Janji, Mangku Tebarkan Dusta

KECEWA: Inilah pengunjung, menunjukkan kekecewaannya terhadap tidak adanya nyale atau cacing laut yang ia dapatkan.( CR-AP/RADAR LOMBOK)

PRAYA-Ribuan pengunjung pantai Seger Desa Kuta Kecamatan Pujut Lombok Tengah (Loteng), harus gigit jari dan kecewa, setelah apa yang dinanti-nantikan tidak kunjung datang.

Bukan hanya pengunjung yang berasal dari pulau Lombok, namun para wisatawan asing, juga pastinya kecewa, sebab Nyale atau cacing laut direncanakan bakal tumpah di malam Jum’at tanggal 20 bulan 10 kalendar Sasak versi mangku empat penjuru angin, hingga fajar menyingsing, tidak kunjung banyak. Padahal prediksi dari para pemangku adat empat penjuru angin di malam puncak nyale bakal tumpah, tetapi malah sebaliknya, nyale yang dicari, yang ditemukan tidak banyak.

[postingan number=3 tag=”nyale”]

Catatan Radar Lombok, kesalahan mangku dalam menentukan puncak bau nyale, bukan kali pertama, namun kesalahan serupa juga terjadi pada dua tahun sebelumnya, yakni tahun 2015 dan tahun 2016. Beberapa kesalahan tersebut, ternyata selama ini pemerintah Loteng, tidak menjadikannya pembelajaran, sehingga tahun ini menjadi kekecewaan bagi masyarakat dan wisatawan, yang datang ke lokasi bau nyale.

Melihat fenomena ini, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Lalu Satriawangsa menyebutkan, kesalahan semacam ini sebenarnya tidak pernah terjadi jika semua pihak dilibatkan. Apalagi, dalam prosesi bau nyale yang seharusnya dilaksanakan setiap tanggal 20 bulan 10 kalender Sasak atau rowot Sasak. “Putri Mandalika itu tidak pernah ingkar janji, kalau dulu dia katakan tanggal 20 bulan 10 untuk menyapa rakyatnya, berarti setiap tahun akan terus seperti itu,” bebernya via ponsel Jum’at kemarin (17/2).

Baca Juga :  Pemkab Lombok Tengah Matangkan Persiapan Bau Nyale

Yang menjadi masalah saat ini, beberapa ahli tidak semuanya dikumpulkan untuk memberikan pendapat. Hanya beberapa orang saja, padahal ahli di Lombok Tengah pada khususnya sangat banyak yang mengerti tentang penanggalan Sasak semacam ini. “Apalagi kalau kita tanya para orang tua, mereka kebanyakan paham mengenai penanggalan semacam ini,” tambahnya.

Hanya saja, mereka para ahli perbintangan yang ada di bagian selatan, malah tidak diundang, termasuk dirinya juga tidak tahu, kapan dan dimana penentuan bau nyale itu dilaksanakan.

Dikatakan, selang dua hari setelah prosesi penentuan tersebut dilakukan, barulah ada imformasi yang ia terima melalui media massa, kalau tanggal 20 bulan 10 kalender sasak jatuh pada tanggal 16-17 malam Jum’at. Hanya saja, setelah ia bersama sejumlah sesepuh ada melakukan hitungan, ternyata hasil penentuan yang dilakukan oleh budayawan empat penjuru angin, salah dan yang benar puncak nyale itu, jatuh pada tanggal 15 Februari atau malam Kamis lalu. “Jadi kami bersama msyarakat selatan, malah lebih banyak turun tangkap nyale malam Kamis dan buktinya banyak yang tertangkap,” bebernya.

Baca Juga :  Ribuan Warga Padatai Pantai Kaliantan Tangkap Nyale

Sehingga, pada malam Jum’at itu pihaknya tidak ikut menangkap nyale, sebab pihaknya sudah tahu kalau nyale bakalan tidak akan ada dan itu benar. “Saya malah tidak ke lokasi melainkan diam di rumah, sebab saya sudah yakin kalau malam Jum’at itu tidak ada nyale,” terangnya.

Terhadap beberapa kesalahan ini, semestinya pemkab Loteng harus melakukan evaluasi penentuan, sebab jika ini tetap akan salah, pihaknya malah mengkhawatirkan ini akan berimbas terhadap kunjungan wisatawan, yang ingin datang melihat perayaan event bau nyale ini. “Kesalahan penentuan ini, memang tidak seratus persen berimbas terhadap wisatawan namun sedikit tidak, kesalahan yang lalu, bisa dijadikan pelajaran oleh pemkab, terutama dalam menentukan puncak nyale,” tutupnya. (cr-ap)

Komentar Anda