Pungli e-KTP Masih Terjadi

MATARAM – Hasil investigasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memperlihatkan praktik pungli dalam pengurusan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), masih terjadi di  NTB.

Selain NTB, ada 11 provinsi lainnya yakni  Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan. "Itu lahan pungutan liar. Misalnya, tidak ada petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis maupun standar operasional pelaksanaan (SOP) berapa hari proses (pencetakan e-KTP,red) selesai," ujar anggota ORI Ahmad Suaedy, di Kantor ORI,  Senin kemarin (7/11).

Kepala Ombudsman Perwakilan NTB, Adhar Hakim mengaku pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik termasuk di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).

Asisten Bidang Laporan Ombudsman NTB, Sahabudin menambahkan tidak kaget dengan pernyataan Ombudsman pusat yang menganggap banyak terjadi pungli di NTB terutama dalam hal pengurusan e-KTP pada dinas dukcapil. Fakta tersebut sejak lama telah terendus dan parahnya masih terjadi sampai saat ini di salah satu wilayah di NTB.

Sahabudin sendiri tidak ingin menyebut kabupaten/kota mana yang melakukan praktek pungli. Namun ia memastikan berada di Pulau Lombok. “Ini di pulau Lombok ya, sampai saat ini masih terjadi kok pungli. Modus yang digunakan sangat banyak,” ungkapnya.

Dijelaskan, berbagai modus dilakukan  oleh oknum-oknum yang tdiak bertanggung jawab. Permainan ini tidak lepas dari dukungan oknum pegawai setempat. “Kami pernah temukan ada calo yang bagi hasil pungli dengan oknum pegawai dukcapil, tapi saya tidak bisa sebutkan di kabupaten mana,” bebernya.

Baca Juga :  Belum Ada Surat Minta Penangguhan Penahanan

Modus yang kerap kali digunakan yaitu sengaja memperlambat proses pembuatan dokumen seperti e-KTP, Kartu Keluarga (KK) dan lain sebagainya. Hal itu dilakukan agar pemohon atau masyarakat mau mengeluarkan uang untuk bisa diprioritaskan.

Adanya kesengajaan memperlambat tentunya dilakukan oleh oknum pegawai dukcapil yang seringkali bersekongkol dengan calo. “Malah sering masyarakat dibuat bingung, dioper sana-sini, tapi kalau ada uangnya cepat jadi,” kata Sahabudin.

Selain dengan modus memperlambat, alasan klasik yang seringkali digunakan oleh oknum pegawai yaitu menyembunyikan blanko. “Mereka bilang ke masyarakat blanko habis, padahal itu bohong. Kalau ada uang di masyarakat katanya akan diupayakan, ini modus lama yang masih sering terjadi,” ungkapnya.

Jumlah pungli biasanya beraneka ragam dengan nominal paling kecil Rp 50 ribu. Pungli ini akan semakin mudah terjadi ketika akses informasi ke masyarakat minim. Oleh karena itu, Sahabudin menyarankan kepada seluruh pemerintah daerah yang serius ingin memberantas pungli untuk memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi NTB, H Ahsanul Khalik tidak membantah jika ada praktek pungli. “Saya pernah langsung turun ke Lotim untuk memantau, memang tidak saya temukan pungli waktu itu. Tapi saya masih melihat adanya kemungkinan terjadinya pungli karena sistem dan alur pelayanan yang belum bagus,” ungkap Khalik.

Baca Juga :  Kades Sekotong Barat Jalani Sidang Perdana

Selain itu lanjutnya, calo juga masih berkeliaran bebas di di sekitar loket pelayanan. Khalik juga mengaku telah ada laporan dari masyarakat yang masuk ke pihaknya. Meskipun begitu, ia menilai saat ini sudah ada upaya-upaya yang dilakukan untuk perbaikan. Terlebih lagi telah ada komitmen dari Kabupaten/Kota untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.

Untuk mengantisipasi pungli dalam pengurusan e-KTP, ORI kata   Ahmad Suaedy, merekomendasikan agar pemerintah membuat loket khusus pelayanan disertai fasilitas dan sumberdaya manusia (SDM) yang cukup layak, untuk memudahkan pengawasan petugas dan pendataan, dalam pengurusan e-KTP.

ORI juga merekomendasikan agar pemerintah menggalakkan penindakan dan pemberian sanksi tegas sesuai peraturan perundang-undangan, terhadap oknum yang berupaya mencari dan memanfaatkan celah.Sehingga dapat merugikan pengguna layanan maupun menguntungkan pelaku maupun kelompoknya."Dalam hal ini kerja sama Kemendagri secara aktif dengan tim sapu bersih pungli yang telah dibentuk oleh presiden (juga sangat diperlukan,red)," ujar Suaedy. (zwr/gir/jpnn)

Komentar Anda