Puluhan Petani Minta Izin SAN dan ESL Dicabut

HEARING : Puluhan petani dari Lombok Timur mengadukan nasibnya ke Dinas LHK Provinsi NTB, Jumat kemarin (24/3) (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Puluhan petani dari Kecamatan Sembalun, Sambelia dan Desa Sekaroh Kabupaten Lombok Timur, mendatangi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) provinsi NTB, Jumat siang  kemarin (24/3).

Kedatangan mereka, untuk mengadukan nasibnya akibat lahan garapan mereka diserobot oleh pihak lain. Para petani yang didampingi oleh Serikat Tani Nasional (STN) tersebut, diterima oleh Pejabat Pelaksana Tugas (Plt) Kadis LHK Madani Mukarom dan jajaran. “Kami kehilangan pekerjaan kami gara-gara PT Sadhana, dimana pemerintah untuk melindungi petani?,” ujar Tamrin perwakilan petani dari Sambelia saat berlangsung hearing di kantor Dinas LHK.

Keberadaan PT Sadhana Arif Nusa (SAN) dinilai telah membuat petani melarat di desa Senanggalih, Padak, Bagik Manis, Sambelia dan desa Dara Kunci. Petani merasa dibohongi oleh perusahaan yang merubah lahan mereka menjadikan hutan tanaman industri cadangan energy (HTI-CE).

[postingan number=3 tag=”lotim”]

Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak lagi memiliki mata pencaharian karena lahannya diambil. Banyak anak-anak yang terpaksa putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi. “Dulu desa kami aman, tapi sekarang banyak pencuri. Ini karena tidak ada lagi pendapatan masyarakat disana, makanya mencuri,” ungkap Tamrin.

Perwakilan dari kecamatan Sembalun, Royal Sembahulun menyampaikan, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) telah mengusir penduduk yang sudah lama berada di kampungnya. Para petani yang berada di desa Sembalun Lawang, Sembalun Timba Gading, Sembalun dan desa Sajang, kondisinya saat ini cukup memprihatinkan.

Baca Juga :  Kegirangan Petani Tembakau Rajang Menyambut Musim Panen

Diungkapkan, kawasan TNGR terus diperluas. Jika pada tahun 1997 hanya seluas 40 ribu hektar, tiba-tiba pada tahun 2015 menjadi 41.330 hektar. “Petani disana sudah mulai garap lahannya sejak 1960, tapi sekarang mereka tidak diberi akses. Bagaimana bisa pemerintah membiarkan petani kehilangan pekerjannya yang menjadi sumber penghidupan,” kesal Royal.

Lain lagi yang disampaikan oleh perwakilan dari Desa Sekaroh atas nama Budi Mulyawan. Dirinya mengaku pernah dipenjara gara-gara memperjuangkan dan mempertahankan lahan yang selama ini digarapnya. Budi juga kerap mendapatkan tindakan kekerasan dari investor disana.

Menurut Budi, dirinya pernah dihadang oleh orang-orang dari PT Eco Solution Lombok (ESL) saat mau berangkat kerja ke lahan yang digarapnya. “Tapi malah saya dihadang, terus saya disentrum oleh orang PT ESL.  Mereka juga minta KTP saya, seharusnya kami warga Sekaroh yang minta lihat KTP mereka,” ungkapnya.

Sekretaris STN NTB, Lukmanul Hakim menegaskan, pemerintah harus bersikap atas semua masalah yang dihadapi petani. Jangan sampai para pemegang modal membuat petani melarat. “Sikap kami jelas menuntut izin untuk PT Sadhana dan PT ESL dicabut,” tegas Lukman.

Plt Kepala Dinas LHK NTB, Madani Mukarom menyampaikan, pihaknya tidak berwenang untuk mencabut izin para investor. Izin-izin tersebut dikeluarkan oleh kementerian, baik itu izin untuk PT SAN maupun PT ESL. Sementara pemprov sendiri sifatnya hanya memberikan rekomendasi.

Baca Juga :  Distan NTB Optimis Produksi Padi Sesuai Target

 Diakui Madani Mukarom, pemerintah memang salah telah mengeluarkan izin kepada para investor di lokasi yang telah digarap masyarakat. Namun dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. “Kalau saudara-saudara minta agar izin dicabut, itu tidak mungkin. Tapi saya bisa berikan solusi, saya siap fasilitasi masyarakat agar bisa bermitra dengan pihak investor atau perusahaan,” jawabnya.

Persoalan di kawasan hutan lindung Sekaroh, memang cukup pelik. Apalagi BPN telah mengeluarkan sertifikat hak milik (SHM). Hal ini tentunya suatu kesalahan. “BPN keluarkan sertifikat juga, itu kan untuk orang-orang kaya yang bisa beli sertifikat. Kalau soal PT ESL, saya juga tidak suka dengan perusahaan itu, sering kerjain kita. Tapi saya tetap kok bangun komunikasi dan siap bantu masyarakat agar bisa bermitra juga dengan PT ESL,” ujarnya.

 Direksi PT ESL, Tony Raharjo saat dimintai tanggapannya mengaku belum bisa memebrikan komentar. Pasalnya, Tony belum mendapatkan laporan dari Dinas LHK terkait isi hearing yang telah dilakukan. “Sementara belum bisa saya tanggapi, karena belum dapat laporan dari pihak kehutanan,” kata Tony.(zwr)

Komentar Anda