PU dan Pemilik Tanah Dimediasi Lagi

MATARAM – Mediasi   Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTB dengan pemilik tanah yang terkena proyek  jalan Penganta–Montong Ajan–Kuta belum membuahkan hasil.

Kasus ini sendiri berujung ke kepolisian. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTB, Wedha Magma Ardhi dilaporkan ke Polda NTB.   Berkali-kali mediasi  yang dilakukan belum menemui titik teran. Diakui Ardhi, sebelum dirinya dilaporkan ke  Polda sebenarnya sudah dilakukan upaya  penyelesaian masalah tersebut. Namun pihak  pelapor tidak sabar untuk menyelesaikan masalah  keinginan ganti rugi lahan itu secara baik-baik.  “Ya di ruangan Wagub sudah kita mediasi beberapa  kali, tapi gagal karena ada saja kendalanya,” ungkap Ardhi saat bertemu Radar Lombok Rabu kemarin (21/9).

Pelapor kasus ini adalah para pemilik lahan yang dilalui proyek  senilai  Rp  23.077.962.000,00  yang dikerjakan  PT Metro Lestari Utama. Namun  Ardhi tetap belum ingin membayar ganti rugi  sesuai permintaan pelapor karena merasa pihaknya  tidak memiliki kewajiban tersebut.

Dirinya mengakui pernah memenuhi panggilan Polda NTB beberapa waktu lalu. Namun yang harus dipahami menurutnya adalah kesepakatan awal antara pihaknya dengan masyarakat selaku pemilik lahan. “Kita harus runut masalah ini dari awal biar jelas,” katanya.

Pernyataan Polda NTB bahwa pihaknya tidak memiliki bukti tertulis atas lahan yang diklaim telah dihibahkan itu, tidak pula dibantah Ardhi. Sampai saat ini memang belum ada kesepakatan secara administrasi yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas hibah tersebut.

Baca Juga :  Dewan Minta Kasus Kadis PU Dilanjutkan

Namun terang Ardhi, yang harus diketahui adalah telah terjadi kesepakatan dengan pemilik lahan untuk dihibahkan. Terkait dengan proses administrasi akan dilakukan secara paralel bersamaan pengerjaan proyek tersebut. “Kita sudah sepakat dihibahkan, untuk bukti administrasinya sambil jalan. Tapi kenapa malah setelah proyek dikerjakan mereka minta ganti rugi,” ungkapnya.

Bukan hanya soal tidak adanya bukti hibah yang diakui Ardhi, adanya perbedaan antara dokumen proyek dengan realisasi di lapangan juga tidak dapat dibantahnya. Hal ini membuat posisinya semakin terjepit, seharusnya semua bisa diselesaikan secara baik-baik jika saat dilayangkan surat somasi Ardhi tidak meremehkan masalah ini.

Dijelaskan, dalam dokumen rancangan anggaran proyek ini hanya untuk peningkatan jalan. Persoalannya lokasi proyek jalan Pengantap – Montong Ajan – Kuta, banyak rumah penduduk yang sudah berdiri. Oleh karena itu, dilakukan trase jalan sekitar 1,2 kilometer. “Kita tidak bantah itu, tapi harus dirunut dari awal biar jelas,” terangnya.

Ardhi yakin Polda akan memberikan ruang untuk mediasi dan apapun hasilnya akan diikuti. Oleh karena itu, hari ini akan kembali dilakukan mediasi agar kasus ini tidak terus berlarut. Apalagi jika harus ada orang yang akan menjadi tersangka nantinya. “Makanya besok (hari ini – red) akan ada mediasi lagi, mediasi yang kemarin-kemarin itu belum ada titik temu. Kita bukannya tidak mau ganti rugi, tapi kan memang sudah ada kesepakatan dulunya,” kata Ardhi.

Baca Juga :  Masyarakat Sambelia Ancam Demo Kadis PU

Sementara itu, Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin menegaskan bahwa pemprov tidak akan memberikan ganti rugi seperti permintaan pihak pelapor. Jauh hari sebelum proyek jalan dimulai, telah ada kesepakatan antara pemerintah dengan pemilik lahan. Semuanya sudah sepakat menghibahkan lahannya demi kepentingan bersama. “Terus tiba-tiba tuntut ganti rugi, anehnya lagi hampir ada 17 sertifikat baru yang terbit tahun 2016. Ini kan aneh, kok tiba-tiba bisa banyak sertifikat baru,” ungkap Amin.

Dia  meminta kepada aparat  penegak hukum untuk tidak memandang hitam-putih persoalan ini. Penegak hukum diminta tidak aktif memproses kasus ini karena banyak hal yang harus dipertimbangkan. “Ini kan jalan untuk kemajuan masyarakat sendiri, kok malah dipersulit. Saya bukannya mau intervensi penegak hukum, tapi ini kan juga pidana umum dan bukan pidana khusus. Jadi harus lihat secara teliti dan bijaksana,” katanya.

Kasus ini bermula dari Dinas PU yang dinilai sewenang-wenang  karena melaksanakan proyek pembangunan jalan di atas lahan milik masyarakat tanpa melakukan ganti rugi terhadap PT Ircocitra Grahanusa, Irwan Sanusi dan Badriah warga Bintaro Kecamatan Ampenan Kota Mataram. (zwr)

Komentar Anda