Wahyudi pun kembali melontarkan pertanyaan balik, janji apa yang telah mereka ingkari. Segala persyaratan proyek pengerukan kalam labuh Labuhan Haji yang mereka kerjakan saat itu, sepenuhnya telah dipenuhi. Seperti mendatangkan kapal pengeruk, pipa dan fasilitas lainnya. ‘’ Tapi faktanya kan, pemda yang tidak siap untuk memberikan izin,” terangnya.
PT GKN tidak bisa melakukan pengerukan karena tidak mengantongi Surat Izin Kerja Keruk (SIKK) sebagai legalitas bagi perusahaan untuk bekerja di lapangan. Diakuinya, perusahaan mengantongi SIKK yang diterbitkan oleh Pemkab Lombok Timur bukan Pemprov NTB. Padahal penerbitan SIKK ini sepenuhnya menjadi domain Pemprov NTB dalam hal ini gubernur, bukan Pemkab Lombok Timur. Hal ini karena status pelabuhan itu, merupakan pelabuhan regional. Jadi, pemprov akan menerbitkan SIKK ini setelah proyek ini mengantongi Amdal. Masalahnya, proyek ini tidak mengantongi Amdal terbaru. Amdal yang digunakan yakni Amdal tahun 2005.
Dijelaskan Wahyudi, karena SIKK ini bermasalah juga, maka praktis perusahaan tidak bisa bekerja sesuai dengan kontrak kerja yang ada. Belakangan Pemkab Lombok Timur memutus kontrak kerja PT GKN dengan alasan tidak melaksanakan kontrak kerja. ‘’ Jadi kita bukan tidak mau bekerja. Kita tidak bisa bekerja, karena kita tidak punya izin keruk dan juga belum punya Amdal. Izin keruak (yang sudah dikantongi) itu ternyata dari bupati,” beber Wahyudi.
Pihak PT GKN sudah mendatangkan kapal keruk. Namun saat memulai bekerja, dihentikan oleh kepolisian karena tidak mengantongi izin keruk.
” Ketika kita mau pasang pipa, sempat datang dari Polda. Katanya belum ada izin keruk, akhirnya kita tarik lagi. Sementara kontrak terus berjalan. Jelas ini bukan kita yang salah,” tegasnya.