PT AMNT Nunggak Bagi Hasil Keuntungan ke NTB Rp 104,62 Miliar

Dr Pius Lustrilanang (IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi NTB, menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi NTB Tahun Anggaran 2022, dan Hasil Pemeriksaan Daerah (IHPD) Tahun 2022, dalam rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPRD Provinsi NTB, Kamis (8/6).

Dalam laporannya, Anggota VI BPK RI, Dr. Pius Lustrilanang mengungkapkan Pemprov NTB belum menerima bagi hasil keuntungan bersih dari PT. AMNT sejak tahun 2020. Padahal, sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 129 ayat (2), Pemerintah Provinsi berhak memperoleh bagi hasil keuntungan bersih sebesar 1,5% dari laba bersih PT AMNT sebagai pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

“Sejak memperoleh keuntungan bersih dari usaha pertambangannya tahun 2020, PT AMNT belum memberikan kontribusi kepada Pemerintah Provinsi NTB berupa bagi hasil keuntungan bersih. Bagi hasil keuntungan bersih tahun 2020 dan 2021 senilai US$6,71 juta atau Rp104,62 miliar,” ungkap Pius, dalam rapat paripurna DPRD Provinsi NTB, Kamis (8/6).

Adapun bagi hasil keuntungan bersih pada tahun 2022 juga belum dapat diketahui. Mengingat laporan keuangan PT AMNT tahun 2022 belum dipublikasikan. Namun diperkirakan bagi hasil keuntungan bersih tahun 2022 yang harus disetorkan PT AMNT jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI mendorong Gubernur NTB Zulkieflimansyah agar segera berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM dan PT AMNT, untuk memperoleh bagian keuntungan bersih yang menjadi hak keuangan Pemerintah Provinsi NTB. Hal itu sesuai dengan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

“Saya mengingatkan agar rekomendasi yang diberikan oleh BPK RI, agar segera ditindaklanjuti oleh Gubernur NTB beserta jajarannya, selambat-lambatnya 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan ini diserahkan,” katanya.

Tidak hanya itu, BPK juga menyoroti kebijakan Defisit Pemerintah Provinsi NTB TA 2022 yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. Disebutkan Pius, defisit yang ditetapkan dalam APBD-P TA 2022 senilai Rp646,66 miliar atau sebesar 11,40% dari total anggaran pendapatan. Tapi dalam realisasinya, defisit TA 2022 senilai Rp570,93 miliar atau sebesar 10,77% dari realisasi pendapatan. Sedangkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan ambang batas defisit sebesar 4,4%.

“BPK mendorong Gubernur bersama DPRD Provinsi NTB agar menyehatkan postur APBD TA 2023, dengan memperhatikan batas maksimal defisit APBD berdasarkan kapasitas fiskal daerah,” tegasnya.

Pius mengingatkan jika penentuan belanja daerah harus memperhatikan skala prioritas, serta mengalokasikan anggaran pembayaran sisa utang jangka pendek (utang belanja) pada APBD-P TA 2023 yang belum dianggarkan pada APBD TA 2023.

Permasalahan lain yang juga harus segera ditindaklanjuti Gubernur NTB, yakni tanah milik Pemprov NTB senilai Rp84,26 miliar, tidak dicatat sebagai tambahan modal oleh PT Bank NTB Syariah. Sehingga belum menambah penyertaan modal dan hak kepemilikan Pemprov NTB pada PT Bank NTB Syariah.

Diketahui, pada tahun 2022, Pemprov NTB dan DPRD NTB telah menerbitkan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi NTB pada Bank NTB Syariah berupa aset tetap tanah seluas 9.996 m2 senilai Rp84,27 miliar. Tanah tersebut telah diserahkan ke PT Bank NTB Syariah, dan telah digunakan untuk pembangunan gedung kantor beserta fasilitas pendukungnya.

Tanah tersebut telah dihapuskan, dan dikeluarkan dari pencatatan aset tetap Pemerintah Provinsi NTB. Namun demikian, tanah tersebut belum diakui dan dicatat sebagai tambahan aset tetap dan modal PT Bank NTB Syariah, dikarenakan PT Bank NTB Syariah menyatakan bahwa sertifikat tanah tersebut masih melekat HPL atas nama Pemerintah Provinsi NTB.

Karena itu, BPK mendorong Gubernur NTB untuk berkoordinasi dengan Direktur PT Bank NTB Syariah dan Kepala OJK Provinsi NTB, untuk memproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas status tanah. Sehingga PT Bank NTB Syariah dapat mengakui dan mencatat tanah tersebut, sebagai tambahan modal perusahaan. “BPK juga mendorong Pemprov NTB untuk meningkatkan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun sebelumnya,” tegasnya.

Sementara Gubernur NTB, H. Zulkieflimansyah menyambut positif laporan hasil pemeriksaan badan pemeriksa keuangan Republik Indonesia (LHP BPK-RI) atas laporan keuangan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2022. Dikatakan Pemprov NTB memiliki komitmen untuk bisa melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang amanah, dengan integritas serta komitmen bersih dan melayani yang sejalan dengan visi membangun NTB gemilang.

“Saya ingin mengingatkan dan berharap kepada seluruh jajaran Pemerintah Provinsi NTB, bahwasannya pengelolaan keuangan daerah merupakan amanah besar yang dititipkan rakyat kepada kita semua. Sehingga setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah harus bisa dipertanggungjawabkan dan bisa memberikan kemanfaatan besar bagi masyarakat,” tandasnya. (cr-rat)

Komentar Anda