MATARAM – Rencana proyek pembangunan jalan port to port yang menghubungkan Pelabuhan Lembar (Lobar) dan Pelabuhan Kayangan (Lotim), terancam tertunda, akibat kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memangkas Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar Rp588 miliar untuk tahun 2025. Dari jumlah tersebut, Rp480,8 miliar merupakan anggaran proyek yang bersumber dari DAK Fisik.
Pemangkasan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden Prabowo Subianto terkait efisiensi anggaran. Dampaknya, proyek port to port tidak masuk dalam skala prioritas yang harus segera direalisasikan.
“Aspek perencanaan yang baik adalah yang bisa dieksekusi dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Pelaksanaannya harus dilihat dari skala prioritas,” ujar Asisten II Setda NTB, Fathul Gani, saat dikonfirmasi Radar Lombok pada Senin (10/10).
Menurutnya, proyek port to port adalah program jangka panjang yang dapat dikesampingkan untuk sementara. Pemerintah saat ini lebih memprioritaskan penanganan infrastruktur yang terdampak bencana, seperti perbaikan jalan dan jembatan yang putus akibat banjir di dua kecamatan di Kabupaten Bima.
“Soal port to port itu itu kan program jangka Panjang. Artinya kalau seperti itu maka bisa dikesampingkan. Artinya mari kita lihat skala prioritas,” ujarnya.
Pemangkasan anggaran yang mencapai Rp80 miliar di Dinas PUPR NTB jelas berpengaruh terhadap pembangunan daerah. Namun, Kepala Daerah memastikan perencanaan pembangunan akan disesuaikan dengan skala prioritas yang telah ditetapkan. “Saat ini, rehabilitasi dampak banjir menjadi prioritas utama,” tegasnya.
Adapun proyek pembangunan yang telah berjalan seperti rehabilitasi Masjid Islamic Center diklaim tetap akan berlanjut. Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB memastikan anggaran untuk proyek prioritas masih tersedia, terutama yang telah dimulai pada 2024.
“Insha Allah target penyelesaian Februari 2025. Progresnya sudah mencapai 90 persen, terutama dengan pemasangan lift yang sudah dilakukan,” ungkapnya.
Gubernur dan Wakil Gubernur NTB terpilih, Lalu Muhammad Iqbal-Indah Damayanti, disebut nantinya akan menyesuaikan program unggulan mereka dengan kondisi anggaran yang tersedia. “Nanti akan dibahas lebih teknis,” ujarnya.
Pj Gubernur NTB, Hasanudin, menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak berarti pemerintah berhenti membangun. Efektivitas dan efisiensi harus berjalan beriringan agar pengelolaan anggaran lebih optimal.
“Disini terkandung makna hemat itu tidak berarti kita pelit dan kaku dengan kacamata kuda. Dan juga kalau kita berkegiatan sosial tidak identik kita royal dan foya-foya. Jadi kita bisa pilah mana yang urgensi. Jangan kaku dengan kalimat efisiensi, jangan sampai mana program yang utama malah tidak dikerjakan. Karena bersembunyi dibalik kata efisiensi. Tapi sebaliknya pemerintah harus bisa memilah-milah mana yang menjadi sekala prioritas,” ungkapnya.
Pemerintah daerah akan tetap menjalankan program sesuai perencanaan yang telah disusun secara komprehensif. Hasanudin juga menekankan bahwa perencanaan yang baik adalah yang bisa diimplementasikan, bukan sekadar rencana di atas kertas. “Banyak perencanaan yang akhirnya tidak bisa dieksekusi. Oleh karena itu, harus ada kesinambungan dan akuntabilitas dalam perencanaan,” lanjutnya.
Selain itu, transparansi dalam pengelolaan anggaran juga menjadi sorotan. Hasanudin menekankan bahwa transparansi bukan berarti membuka semua informasi tanpa batas, melainkan memberikan kejelasan kepada masyarakat terkait kebijakan yang diambil.
Terkait proyek jalan port to port, pemerintah daerah akan mempertimbangkan efek jangka panjangnya. Proyek ini dinilai memiliki multiplier effect yang luas terhadap ekonomi dan konektivitas antarwilayah di NTB. “Saya lihat ada dampak jangka panjang yang signifikan dari proyek ini. Namun, kita tetap harus menyesuaikan dengan skala prioritas yang ada,” tutup Hasanudin.
Meskipun proyek ini belum masuk dalam prioritas utama tahun 2025, pemerintah tetap berkomitmen untuk mencari solusi agar pembangunan tetap berjalan tanpa mengabaikan kebutuhan mendesak masyarakat. (rat)