Provinsi NTB Belum Mampu Produksi Garam Industri

NTB Belum Mampu Produksi Garam Industri
TAMBAK GARAM: Salah satu petani tambak garam di wilayah Lotim sedang bekerja mengumpulkan garam di tambaknya. (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Sebagai daerah kepulauan, Provinsi NTB memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan produksi garam. Luas lahan yang terhampar di sepanjang pesisir pantai di dua pulau besar NTB, yakni Pulau Lombok dan Sumbawa, menjadi peluang produksi garam. Hanya saja, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTB belum mampu mengelola potensi usaha garam tersebut.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTB, H. Lalu Hamdi mengakui jika potensi produksi garam di Provinsi NTB sangat besar. Luas lahan yang bisa dimanfaatkan untuk produksi garam di Provinsi NTB lebih dari 9.000 hektar.

Hanya saja, dari luas lahan potensi tersebut, baru bisa dimanfaatkan untuk produksi garam sebanyak 2.300 hektar saja. “Produksi garam di NTB masih untuk garam rakyat, dan belum ada garam untuk produksi industri,” kata Lalu Hamdi, Jum’at kemarin (2/1).

Tidak hanya belum mampu memanfaatkan peluang produksi garam industri, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB juga belum bisa meningatkan kualitas produksi garam rakyat.

Baca Juga :  HET Permendag Tak Digubris Pedagang Beras

Minimnya perhatian dan pendampingan dari DKP Provinsi NTB menyebabkan capaian produksi dan kualitas jauh dari harapan. Belum lagi persoalan harga ketika anjlok disaat produksi melimpah akan sangat merugikan para petani swadaya.

Pada tahun 2017, produksi garam rakyat di Provinsi NTB hanya mampu tercapai sebanyak 104 ribu ton dari target DKP Provinsi NTB sebanyak 176 ribu ton. Sementara produksi untuk garam industri masih nihil.

Lalu Hamdi beralasan, belum adanya produksi garam industri lebih disebabkan karena investasi tidak ada yang berinvestasi di Provinsi NTB. Sementara petani dalam memproduksi garam industri masih terkendala dengan teknologi yang minim, serta sumber daya manusia (SDM) petambak garam masih menggunakan pola tradisional. “Persoalannya adalah untuk produksi garam industri ini cukup sulit, dan petani garam di NTB masih menerapkan pola tradisional,” dalihnya.

Dijelaskan, untuk memproduksi garam industri membutuhkan standar kualitas yang cukup ketat dan berat. Dimana garam industri yang dihasilkan itu harus memiliki standar NHcl minimal 97 persen. Sementara petani tambak garam NTB belum bisa untuk mencapai dan memenuhi standar kualitas tersebut.

Baca Juga :  Ratusan Pedagang Pasar Renteng Geruduk Gedung Dewan Loteng

Selain persoalan pemenuhan standar kualitas, juga terkendala masalah luas areal lahan. Diakui Lalu Hamdi, potensi luas lahan tambak garam sangat luas di NTB. Hanya saja, persoalanya adalah lahan tersebut dimiliki oleh masing-masing petani berkisar antara 10 are hingga 20 are.

Sementara untuk produksi garam industri yang dibutuhkan oleh investor adalah diatas lahan 500 hektar yang tersentra atau menyatu tidak terpisah-pisah. “Persoalan lahan yang terpisah-pisah ini juga menjadi kendala investor untuk berinvestasi produksi garam industri di Provinsi NTB,” ujarnya. (luk)

Komentar Anda