Program Zero Waste Jadi Sorotan Fraksi DPRD NTB

PARIPURNA: Sidang paripurna DPRD NTB dengan agenda pembahasan nota keuangan dan RAPBD TA 2020. (dok/radarlombok.co.id)

MATARAM—Program andalan zero waste (nol sampah) yang dicanangkan Gubernur NTB dan Wakil Gubernur NTB, Zul-Rohmi, mendapatkan sorotan tajam Fraksi-Fraksi DPRD NTB, saat sidang peripurna ke dua, dengan agenda penyampaian pandangan Umum (PU) Fraksi-Fraksi DPRD NTB terhadap nota keuangan dan RAPBD Tahun Anggaran (TA) 2020, Jumat (23/8/2019).

Dalam nota keuangan dan RAPBD TA 2020, untuk empat program unggulan dialokasikan anggaran sebesar 41 persen dari total APBD 2020. Diantaranya untuk program infrastruktur dialokasikan anggaran sebesar Rp 442,67 miliar lebih, program industrialisasi sebesar Rp 197,76 miliar lebih, program revitalisasi Posyandu dan stunting sebesar Rp 77,14 miliar lebih, dan program zero waste dengan alokasi anggaran sebesar Rp 31,40 miliar lebih.

Kesempatan itu, Ketua Fraksi PKS DPRD NTB, Johan Rosihan selaku juru bicara dalam penyampaian pandangan umum meminta penjelasan lebih rinci terkait program zero waste, apa bentuk kegiatannya dan target yang diinginkan. Sehingga publik mengetahui dengan gamblang maksud dari program unggulan ini. “Hal ini penting kami sampaikan, karena program ini menurut kami bukan hanya soal kegiatan formal pemerintah saja. Tetapi harus dijadikan sebagai sebuah gerakan masyarakat yang bersifat massif,” ujarnya.

Karena itu, pihaknya memandang sangat baik kalau program zero waste ini disampaikan dalam forum paripurna dewan. Mengingat kata Johan, yang merupakan kolega satu partai di PKS dengan Gubenur NTB, Dr. Zukieflimansyah ini, slogan kampanye atas program zero waste, dan gambaran detail capaian yang diinginkan dari program ini, masyarakat perlu mengetahui.

Selain itu, dalam pembahasan RAPBD 2020, baik dalam dokumen perencanaan maupun diskusi-diskusi, Fraksi PKS juga memandang kurangnya perhatian pemerintah terhadap penguatan dan pengembangan pariwisata. “Padahal Gubernur NTB sudah menetapkan 99 Desa Wisata, dan kita juga sudah memiliki kalender even pariwisata 2020. Namun sektor ini terdelete (terhapus) dalam program prioritas lain seperti infrastruktur, industrialisasi, Posyandu dan stunting, serta zero waste,” sebutnya.

Sorotan program zero waste juga disampaikan oleh Fraksi Partai Gerindra dalam pandangan umumnya, yang disampaikan Ketua Fraksi Gerindra, M. Sabirin, S.IP. Bahwa program zero waste yang dicanangkan Pemprov NTB, sebaiknya difokuskan pada suatu wilayah sebagai pilot project.

“Fraksi Partai Gerindra menyarankan anggaran tersebut disesuaikan dengan pemerintah kabupaten/kota yang memiliki volume sampah terbesar, dengan lokasi tempat pembuangan sampah yang minim. Dimana dalam pelaksanaannya nanti, melakukan penyiapan masyarakat, mulai dari pembentukan kelompok peduli lingkungan berbasis masyarakat, dan lainnya,” ujarnya seraya menyarankan Kota Mataram sebagai pilot project program zero waste.

Sementara Fraksi Partai Demokrat, yang dibacakan oleh Nasihuddin Badri, mempertanyakan komitmen Pemprov NTB dalam melawan kemiskinan, agar juga digambarkan pada RAPBD 2020. Kemudian kedua, sejauh mana terobosan percepatan penanganan pasca bencana, dan ketiga apa dukungan konkret pada RABD 2020 terhadap program tersebut. “Tiga hal ini bagi Partai Demokrat sangat krusial untuk dipastikan agar benar-benar tergambarkan dengan proporsional dan progresif di nota keuangan dan RAPBD 2020,” tegasnya.

Mengingat alokasi anggaran untuk melawan kemiskinan yang disebut dalam RAPBD 2020 mencapai 40 persen dari total anggaran APBD 2020. Sementara tantangan melawan kemiskinan di NTB ini, bukan hanya mengentaskan orang miskin saja, tetapi juga mencegah orang hampir miskin jatuh menjadi miskin. “Fraksi Partai Demokrat melihat jaring sosial pengamanan kemiskinan ini perlu dipertajam dalam rancangan alokasi RABPD,” tegasnya.

Ditempat terpisah, Ketua Fraksi PDIP DPRD NTB, Ruslan Turmuzi menyatakan pandangannya tentang program zero waste, sebagai sebuah gerakan bagaimana kebersihan bisa terkendali. Sementara di lain sisi, pemerintah kabupaten/kota juga punya kewenangan sebagai pemilik wilayah. “Pemerintah Provinsi punya kewenangan bersifat koordinatif. Dalam program zero waste ini, hanya satu kewenangan Pemerintah Provinsi NTB, yaitu pengelolaan sampah di TPA Kebon Kongo (Lobar). Kalau yang lainnya belum ada,” ujarnya.

Karena itu sambung Ruslan, program zero waste ini seharusnya dilimpahkan kewenangannya ke pemerintah kabupaten/kota. Karena dalam hal ini provinsi tidak punya wilayah. Provinsi hanya bersifat koordinatif, untuk melakukan sosialisasi. “Maka (zero waste) ini jadi pertanyaan dengan anggaran yang begitu besar,” sentil Ruslan.

Sebaiknya program zero waste ini difokuskan untuk Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat, yang TPA-nya dimiliki oleh Pemprov NTB. “Karena masih banyak program lain yang harus dianggarkan, dan lebih berpihak terhadap kepentingan rakyat banyak,” saran Ruslan. (sal)

Komentar Anda