Program Tuntas, Proyek Belum Terbayar

H Muzihir (AHMAD YANI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Sejumlah program yang terdapat dalam program murni 2022 dan sudah tuntas pengerjaan terutama fisik, baik program regular dan pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD NTB yang belum terbayarkan dengan nilai besaran program mencapai Rp 500 miliar. “Per Agustus ini, sejumlah program tahun anggaran 2022 yang sudah tuntas pengerjaan, tetapi belum terbayarkan besaran capai Rp 500 miliar,” kata Wakil Ketua DPRD NTB, Muzihir kepada awak media di ruang kerjanya, kemarin.

Diungkapkan, program yang sudah tuntas pengerjaan hingga per Agustus 2022 tersebut, akan tetapi belum terbayarkan bersumber dari program regular dan pokir 65 anggota DPRD NTB. “Sementara pengerjaan sudah tuntas 100 persen,” terang politisi PPP tersebut.

Direncanakan semula pemprov sudah mulai mencicil pada pekan ini. Namun itu belum bisa dilakukan, karena ada dinamika antara eksekutif dan legislatif terkait besaran nominal pembayaran terhadap program yang sudah tuntas pengerjaan 100 persen. Pasalnya, untuk membayar seluruh program yang sudah tuntas pengerjaan, sangat mustahil bisa dilakukan lantaran tidak ada anggaran yang mencukupi. “Apakah akan dibayarkan sebesar 30 persen atau 40 persen dulu. Itu sedang kita telaah,” ucap Ketua DPW PPP NTB tersebut.

Baca Juga :  116 Ribu Ton Menumpuk, Beras Bulog Diusulkan Jadi BPNT

Jika pun nanti ditemukan kesepakatan pembayaran dilakukan dulu sebesar 30 persen dari nilai total seluruh besaran program yang sudah tuntas pengerjaan. Maka sisa 70 persen untuk pembayaran akan dilakukan pada tahun depan yakni 2023. Dengan begitu, pemprov bisa mulai membayar yang disesuaikan dengan kondisi  keuangan daerah. “Sisanya Rp 350 miliar nanti dibayarkan di APBD 2023 dengan pengakuan utang di APBD 2023. Sehingga tidak diperlukan ada peraturan kepala daerah,’’ jelasnya.

Lebih lanjut, pihaknya berkaca dari pengalaman pada 2021, di mana semua utang dibayarkan pada tahun 2022 dengan tidak dimasukkan dalam pengakuan utang di APBD. Dampaknya  pembayaran harus dilakukan melalui peraturan kepala daerah. “Hal ini mau kita hindari,” imbuhnya.

Dia berharap, dengan kondisi keuangan daerah relatif berat. Baik pemprov dan eksekutif sebaiknya mengurangi program-program masing-masing. Dia menilai, selama ini terkesan pemprov bermegah-megahan dengan program yang dibuat, namun tidak disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah minim. Sehingga akibatnya program itu tidak terbayarkan. “Hal ini kemudian memunculkan utang,” sesalnya.

Baca Juga :  Masyarakat NTB Diimbau Waspada Cuaca Ekstrem

Dia juga berharap, agar legislatif juga mengurangi berbagai program pokirnya. Sehingga itu tidak memunculkan utang akibat tidak terbayarkan. “Baik eksekutif dan legislatif sebaiknya menahan diri dengan tidak memunculkan banyak  program yang akhirnya tidak terbayarkan,” tandasnya.

Sementara itu, anggota Banggar TGH Mahalli Fikri mengungkapkan, sudah ada kesepakatan antara eksekutif dan legislatif jika dibayarkan 30 persen atau sebesar R 150 miliar dari total program yang sudah tuntas pengerjaan per Agustus 2022. Sedangkan sisa 70 persen atau sebesar 350 miliar akan dibayarkan pada APBD 2023. “Ini agar pasca 2023 tidak ada utang lagi. Karena semua bisa diselesaikan di APBD 2023,” ucap politisi Partai Demokrat tersebut.

Meski diakui, dengan pembayaran dilakukan di APBD 2023, sehingga harus dilakukan addendum (perubahan kontrak kerjasama) dengan pihak ketiga tersebut. Dengan begitu, diharapkan seluruh utang itu bisa diselesaikan pada APBD 2023. “Kita tidak ingin pasca 2023 ada beban utang belum terbayarkan,” katanya. (yan)

Komentar Anda